Pria yang Tewas Dipanah Suku Sentinel: Jangan Marah kepada Mereka

Dalam sebuah catatan buku harian, John Chau ingin mengenalkan Yesus kepada para anggota Suku Sentinel di Pulau Sentinel Utara.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 23 Nov 2018, 16:03 WIB
John Allen Chau, warga negara Amerika Serikat yang tewas dipanah oleh Suku Andaman dan Nikobar, India pada 16 November 2018 (AP PHOTO)

Liputan6.com, Andaman dan Nikobar - Seorang pria warga negara Amerika Serikat yang tewas dipanah oleh Suku Sentinel yang terpencil di Kepulauan Andaman dan Nikobar di India, membeberkan momen-momen terakhir sebelum ia meninggal.

Dalam sebuah buku harian, ia mengatakan ingin "mengenalkan Yesus" kepada para anggota Suku Sentinel dan mengingatkan keluarganya untuk "tidak marah pada mereka atau kepada Tuhan jika saya terbunuh dalam prosesnya".

John Allen Chau (26) diyakini tewas akibat dihujani panah sesaat setelah mendarat di Pulau Sentinel Utara, bagian dari Kepulauan Andaman dan Nikobar, Jumat 16 November 2018.

Pulau itu, yang terlarang bagi pengunjung tanpa izin, adalah rumah bagi Suku Sentinel berusia 30.000 tahun yang sengaja menutup diri dan dikenal agresif melawan orang luar.

Chau berulang kali mencoba mengontak suku itu dan berhasil mencapai pulau sehari sebelum dia dibunuh. Dia mencoba menawarkan hadiah berupa ikan dan sepak bola, tulisnya dalam buku harian.

"Saya mendengar teriakan dari sebuah pemburuan," tulis Chau dalam sebuah catatan buku harian yang diberikan kepada beberapa media oleh ibunya, seperti dikutip dari The Guardian, Jumat (23/11/2018).

"Saya memastikan untuk tetap berada di luar jangkauan panah, tapi sayangnya itu berarti saya juga keluar dari jangkauan pendengaran yang baik."

"Jadi saya sedikit mendekat karena mereka (sekitar enam dari apa yang saya lihat) berteriak pada saya, saya mencoba untuk mengembalikan kata-kata mereka kepada mereka. Mereka tertawa terbahak-bahak sepanjang waktu, jadi mereka mungkin mengatakan kata-kata kasar atau menghina saya."

"Saya berteriak: 'Nama saya John, saya mencintaimu dan Yesus mencintaimu.' Saya menyesal, mulai sedikit panik ketika melihat mereka menyematkan panah ke busur."

"Saya kemudian pergi kembali ke perahu, seakan nyawa saya bergantung pada hal itu. Saya merasa takut tetapi sebagian besar kecewa. Mereka tidak menerimaku."

Chau diketahui menyewa kapal nelayan beserta awaknya dengan membayar 25.000 rupee untuk membawanya ke Pulau Sentinel Utara.

Salah satu dari anggota Suku Sentinel, "seorang anak mungkin sekitar 10 tahun atau lebih, mungkin seorang remaja", menembakkan panah yang menghantam Alkitabnya, dia menulis pada malam 15 November 2018, sehari sebelum kematiannya, di atas kapal nelayan yang ia sewa.

"Ya, saya telah dipanah oleh Orang Sentinel."

Keesokan harinya ketika dia bersiap untuk melakukan pendekatan kedua, Chau menulis surat kepada orang tuanya. "Kalian mungkin berpikir saya tergila-gila dengan semua ini, tetapi saya pikir pantas untuk mengenalkan Yesus kepada orang-orang ini," tulisnya.

"Tolong jangan marah pada mereka atau pada Tuhan jika aku terbunuh. Sebaliknya, harap jalani hidup kalian dalam kepatuhan terhadap apa pun yang telah kalian yakini dan saya akan bertemu lagi ketika kalian melewati ajal."

"Ini bukan hal yang tidak ada gunanya. Kehidupan suku ini sudah dekat pada akhir dan saya tidak sabar untuk melihat mereka di sekitar takhta Tuhan yang beribadah dalam bahasa mereka sendiri, seperti yang dinyatakan dalam Wahyu 7: 9-10."

Dia menutup catatan hariannya dengan: "Soli deo gloria" (kemuliaan hanya milik Tuhan).

Tetapi buku harian Chau menunjukkan sedikit keraguan tentang misi yang ia lakukan.

"Jika Engkau ingin saya benar-benar ditembak atau bahkan dibunuh dengan panah, maka terjadilah," tulisnya, berdoa kepada Tuhan. "Saya pikir, dengan begitu, saya bisa lebih berguna dalam hidup."

"Saya tidak ingin mati. Apakah lebih bijaksana untuk pergi dan membiarkan orang lain melanjutkan? Tidak, saya rasa tidak. Saya masih bisa kembali ke AS, karena sepertinya untuk menetap tinggal di sini hampir membuat saya mati."

Dia memberikan buku harian dan surat kepada para nelayan dan membawa kayak kembali ke pulau itu.

Pagi berikutnya, menurut pernyataan polisi, "para nelayan melihat orang mati dikubur di pantai. Dari siluet pakaian dan perawakan, tampaknya itu adalah jasad John Allen Chau".

Tujuh orang termasuk lima nelayan telah ditangkap karena membantu Chau mencapai pulau itu.

Pemerintah India baru-baru ini mencabut larangan bagi wisatawan yang pergi ke sana, tetapi Denis Giles, seorang aktivis hak suku di Andaman, mengatakan pemerintah negara bagian masih meminta orang untuk mengurus perizinan, dan status pulau itu sendiri adalah "wilayah abu-abu" tanpa hukum saklek yang jelas.

Polisi mengatakan Chau telah mengunjungi Kepulauan Andaman --yang tersebar di kawasan Teluk Bengal dan Laut Andaman-- empat kali dalam tiga tahun terakhir.

Keluarganya memposting obituari Chau di Instagram-nya pada hari Rabu bahwa mereka memaafkan pembunuhnya dan meminta mereka yang membantunya mencapai pulau untuk segera dibebaskan. Mereka mengatakan Chau adalah "putra, saudara laki-laki dan paman tercinta" serta seorang misionaris Kristen yang taat.

"Dia mencintai Tuhan, hidup, membantu mereka yang membutuhkan, dan tidak memiliki apa-apa selain cinta untuk orang-orang Suku Sentinel," kata pihak keluarga. "Kami memaafkan mereka yang dilaporkan bertanggungjawab atas kematiannya."

 

Simak video pilihan berikut:


Perlu Waktu untuk Mengambil Jasad Chau dari Pulau Sentinel Utara

Pada 2006, dua orang nelayan terbunuh ketika kapal mereka hanyu terlalu dekat ke pulau Sentinel. (Sumber pasukan penjaga pantai India)

Otoritas India mengatakan akan membutuhkan "beberapa hari" untuk mengambil tubuh John Chau yang saat ini masih berada di Pulau Sentinel Utara, kata Dependra Pathak, kepala polisi kawasan Andaman dan Nikobar mengatakan kepada Agence France-Presse.

Pathak menambahkan, sebuah helikopter dan sebuah kapal telah dikirim ke daerah itu untuk mengidentifikasi di mana ia mungkin dikuburkan.

"Kami menjaga jarak dari pulau itu dan belum bisa melihat tubuh itu," kata Pathak. "Mungkin butuh beberapa hari lagi."

Upaya pemulihan melibatkan para antropolog dan petugas kesejahteraan dan kehutanan kesukuan, katanya.

"Kita harus berhati-hati agar kita tidak mengganggu (orang-orang Sentinel) atau habitat mereka dengan cara apa pun. Ini adalah zona yang sangat sensitif dan prosesnya akan memakan waktu," tambah Pathak.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya