Liputan6.com, Medan: Gerombolan anak-anak punk mulai meresahkan warga Kota Medan, Sumatra Utara, Senin (16/1). Bahkan, mereka juga merusak pemandangan kota yang sedang berbenah menjadi kota metropolitan.
"Mereka membuat resah warga yang sedang mengemudikan mobil, penumpang becak bermotor, dan mobil angkutan kota (angkot)," kata Hamid, warga Kota Medan.
Kedatangan anak-anak punk di Kota Medan berpenduduk 2,6 juta jiwa itu, menurut Hamid, tidak hanya menjadi beban bagi Dinas Sosial dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Kota Medan, tetapi juga para pengguna jalan raya. Sebab, kelompok yang mengenakan busana asal jadi, rambut di cat putih, badan dipenuhi tato, dan bagian hidung dan kuping pakai kerabu terbuat dari paku, itu sering meminta dan memaksa pengemudi mobil agar memberikan uang.
"Kalau tidak diberikan, anak punk itu mengetok-ngetok kaca mobil. Bahkan ada juga yang sampai menggores mobil masyarakat yang lagi berhenti di lampu merah di persimpangan jalan protokol, seperti di Jalan Halat, Jalan Prof M Yamin dekat Aksara, daerah titi kuning Jalan AH Haris Nasution, Jalan Gagak Hitam (Rig Road), dan tempat lainnya," kata Hamid.
Hamid mengatakan, kegiatan atau praktik anak punk bergaya "ala pengamen" itu tidak pernah berhenti, meski pun Satpol PP Kota Medan sering melancarkan razia atau penertiban terhadap mereka yang sering mangkal di pinggiran jalan Kota Medan. Kelompok itu terus berganti-ganti dengan lain wajah dalam mengamen.
Di Jalan Halat Medan, misalnya, terlihat remaja pria dan wanita dengan berbagai gaya atau penampilan yang merusak pemandangan mata. "Kadang-kadang anak punk yang berdiri dan berkumpul di pinggiran Jalan Halat Medan berdua-duan seperti layaknya kedua sejoli yang sedang lagi pacaran. Hal seperti ini jelas mengganggu ketertiban umum dan menjadi tontonan bagi masyarakat," ujarnya.
Selain itu, jelasnya, tingkah laku yang dibawakan anak punk itu juga menyebalkan, serta "memuakkan" bagi warga yang melihat mereka. Anak punk itu juga tidak bermoral, serta berbicara dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh dan tidak enak di dengar kuping.
"Pemerintah Kota Medan diharapkan perlu kerja keras untuk menertibkan dan merazia anak punk itu. Bila perlu mereka yang diamankan itu dapat dibina agar bisa hidup mandiri, dan jangan lagi mengemis-ngemis di tengah jalan dan mengharapkan belasan dari orang. Ini jelas sangat memalukan," kata Hamid.(Ant/SHA)
"Mereka membuat resah warga yang sedang mengemudikan mobil, penumpang becak bermotor, dan mobil angkutan kota (angkot)," kata Hamid, warga Kota Medan.
Kedatangan anak-anak punk di Kota Medan berpenduduk 2,6 juta jiwa itu, menurut Hamid, tidak hanya menjadi beban bagi Dinas Sosial dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Kota Medan, tetapi juga para pengguna jalan raya. Sebab, kelompok yang mengenakan busana asal jadi, rambut di cat putih, badan dipenuhi tato, dan bagian hidung dan kuping pakai kerabu terbuat dari paku, itu sering meminta dan memaksa pengemudi mobil agar memberikan uang.
"Kalau tidak diberikan, anak punk itu mengetok-ngetok kaca mobil. Bahkan ada juga yang sampai menggores mobil masyarakat yang lagi berhenti di lampu merah di persimpangan jalan protokol, seperti di Jalan Halat, Jalan Prof M Yamin dekat Aksara, daerah titi kuning Jalan AH Haris Nasution, Jalan Gagak Hitam (Rig Road), dan tempat lainnya," kata Hamid.
Hamid mengatakan, kegiatan atau praktik anak punk bergaya "ala pengamen" itu tidak pernah berhenti, meski pun Satpol PP Kota Medan sering melancarkan razia atau penertiban terhadap mereka yang sering mangkal di pinggiran jalan Kota Medan. Kelompok itu terus berganti-ganti dengan lain wajah dalam mengamen.
Di Jalan Halat Medan, misalnya, terlihat remaja pria dan wanita dengan berbagai gaya atau penampilan yang merusak pemandangan mata. "Kadang-kadang anak punk yang berdiri dan berkumpul di pinggiran Jalan Halat Medan berdua-duan seperti layaknya kedua sejoli yang sedang lagi pacaran. Hal seperti ini jelas mengganggu ketertiban umum dan menjadi tontonan bagi masyarakat," ujarnya.
Selain itu, jelasnya, tingkah laku yang dibawakan anak punk itu juga menyebalkan, serta "memuakkan" bagi warga yang melihat mereka. Anak punk itu juga tidak bermoral, serta berbicara dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh dan tidak enak di dengar kuping.
"Pemerintah Kota Medan diharapkan perlu kerja keras untuk menertibkan dan merazia anak punk itu. Bila perlu mereka yang diamankan itu dapat dibina agar bisa hidup mandiri, dan jangan lagi mengemis-ngemis di tengah jalan dan mengharapkan belasan dari orang. Ini jelas sangat memalukan," kata Hamid.(Ant/SHA)