Kisah Kejayaan Kerajinan Gerabah dan Semangat Miskad yang Tak Pernah Padam

Sehari-hari Kakek Miskad dan keluarga hidup dari hasil pembuatan gerabah di Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon

oleh Panji Prayitno diperbarui 24 Nov 2018, 05:04 WIB
Miskad warga Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon tetap memproduksi gerabah ditengah usia senja. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Miskad (73), kakek asal Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat masih semangat menghasilkan puluhan karya seni yang terbuat dari tanah liat.

Miskad dikenal sebagai pengrajin Gerabah paling sepuh. Meski tubuhnya semakin rapuh, semangat Miskad berkreasi tak pernah padam. Keluarganya pun hidup dari hasil pembuatan gerabah.

"Sudah turun temurun dan sekarang masuk generasi ketiga saya sendiri belajar dengan orang tua saya," kata Miskad, Jumat 23 November 2018.

Miskad belajar membuat kerajinan gerabah di era Presiden Sukarno. Dia mengatakan, saat itu, Desa Sitiwinangun menjadi salah satu kawasan yang padat aktivitas.

"Setiap hari ada saja yang pesan di zaman penjajahan dulu ya saya tahunya belajar membuat gerabah saja," kata dia.

Masa kejayaan sentra Gerabah Desa Sitiwinangun Kabupaten Cirebon mulai terasa dari tahun 1980 sampai 1990. Perekonomian pengrajin gerabah mengalami peningkatan signifikan saat itu.

Di era tersebut, jumlah pesanan gerabah minimal 2 truk per bulan. Hasil kerajinan gerabah dikirim ke Jakarta, Bandung dan daerah lain yang ada di Indonesia.

"Ada juga yang dikirim ke luar negeri tapi kebanyakan di luar kota karena kerajinan kami yang paling dikenal itu Celengan Jamblang," sebut dia.

Penjualan gerabah mulai menurun memasuki sekitar tahun 1990 hingga saat ini. Namun Miskad tak mau berhenti memproduksi gerabah warisan keluarganya itu.

"Pokoknya saya buat saja akarena ini amanah orang tua juga apapun kondisinya laku tidak laku tetap saya buat menunggu pembeli," ujar dia.

Saat ini, Miskad hanya memproduksi satu kerajinan gerabah dalam bentuk celengan maupun gentong. Miskad mengandalkan sisa kerajinan gerabah yang tersimpan dirumah untuk dijual.

Harga kerajinan gerabah yang dibuat Miskad dibanderol dari harga Rp 15 ribu hingga Rp 750 ribu. Miskad menyebut hanya memiliki satu pelanggan setia di tengah era modern ini. "Pelanggan orang Solo ada fotonya di rumah," sebut dia.

Dia menyebutkan, modal pembuatan gerabah saat ini bisa mencapai Rp 1 juta. Modal itu untuk membeli bahan seperti pasir, tanah liat, jerami, karet ban.

Dalam pembuatan gerabah, Miskad menggunakan teknik hand wheel. Sementara, untuk proses pembakaran gerabah bisa memakan waktu selama satu hingga dua jam.

"Pembakarannya sebulan sekali, agar lebih efektif dan yang sudah jadi dikumpulkan dulu, terus dibakar," kata Miskad.


Industri Plastik

Miskad warga Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon tetap memproduksi gerabah ditengah usia senja. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Kepala Urusan (Kaur) Kesejahteraan Masyarakat Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, Wastani Bajuri mengatakan, jumlah perajin gerabah dulu tersebar di empat blok, dari lima blok yang berada di Desa Sitiwinangun.

"Di era tahun 1980 hingga 1990 mayoritas masyarakat Desa Sitiwinangun menjadi perajin gerabah. Sehari itu kita bisa kirim lima truk minimalnya saat itu," ungkap dia.

Wastani mengatakan, di masa kejayaan, Desa Sitiwinangun pernah kedatangan mantan Wakil Presiden RI Adam Malik. Masa kejayaan sentran kerajinan Gerabah Cirebon banyak menarik perhatian pemerintah.

Namun, kejayaan kerajinan gerabah hanya bertahan sekitar satu dekade. Wastani masa kejayaan Kerajinan Gerabah Cirebon mulai runtuh saat industri plastik tumbuh.

"Seperti gentong plastik, piring plastik, dan lainnya. Penjualan gerabah mulai lesuh. Sekarang perajinnya sekitar 100 orang," sebut dia.

Pemerintah desa dan perajin mulai memikirkan strategi baru dalam meningkatkan kembali penjualan gerabah.

"Mulai tahun 2009 anak-anak muda kita kumpulkan membuat suatu konsep tentang kerajinan gerabah yang mengarah pada seni. Sementara pemasarannya melalui online," kata dia.

Wastani menjelaskan, fokus peningkatan karya seni pada kerajinan gerabah agar dapat bersaing dengan produk plastik. Dia yakin kerajinan gerabah tak bisa ditiru oleh produk plastik.

"Kita juga mulai menggarap wisata edukasi kampung gerabah sejak 2016 lalu. Setiap bulannya ada aja kunjungan minimal lima rombongan yang datang," kata Wastani.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya