HEADLINE: Perjuangan Baiq Nuril Mencari Keadilan, Gol di PK atau Jalur Amnesti?

Putusan MA itu dilawan Baiq Nuril. Ia mengajukan PK atas putusan MA yang menghukumnya enam bulan penjara.

oleh Muhammad AliPutu Merta Surya Putra diperbarui 24 Nov 2018, 00:04 WIB
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak dan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa menggalang aksi penolakan putusan MA terhadap kasus Baiq Nuril. (Liputan6.com/ Raden AMP)

Liputan6.com, Jakarta - Putusan 6 bulan bui dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara "menghantui" Baiq Nuril. Vonis yang dijatuhkan Mahkamah Agung itu membatalkan putusan bebas yang sebelumnya diketuk palu di Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat. 

Kini, perempuan 37 tahun itu sedang memperjuangkan nasib untuk bebas dari hukuman juga memulihkan nama baiknya. Demi itu, ia pun siap bolak-balik Jakarta-Mataram.

Setelah menyambangi gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu, 21 November 2018, Baiq Nuril harus kembali ke Mataram untuk mengurus perkara hukumnya. 

Di sana, Baiq Nuril akan menjalani pemeriksaan di Polda NTB terkait laporan balik terhadap eks Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim.

"Sekarang lagi di Mataram. Nanti habis Jumat jalani pemeriksaan di Polda NTB terkait laporan kekerasan seksual atas nama terlapor eks kepala sekolah SMAN 7," kata kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, saat dihubungi Liputan6.com dari Jakarta, Jumat (23/11/2018).

Dalam putusan Mahkamah Agung (MA), 26 September 2018 lalu, Baiq Nuril dinyatakan bersalah dalam kasus penyebaran informasi elektronik yang mengandung muatan keasusilaan.

Dia dijerat dengan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). MA pun memvonisnya penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.

Nuril tak terima. Dia melawan dengan cara mengajukan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung.

 

Infografis Perjuangan Baiq Nuril Cari Keadilan. (Liputan6.com/Abdillah)

Ahli Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana, menilai langkah PK menjadi jalur tepat Baiq Buril dalam mencari keadilan. Nantinya, putusan PK itu yang bisa jadi pegangan semua pihak dalam menangani kasus ini.

"Ya, nanti hormati putusan PK," kata Ganjar kepada Liputan6.com, Jumat (23/11/2018).

Untuk itu, dia berharap agar semua pihak tidak mengambil putusan apa pun selama PK belum diputuskan Mahkamah Agung, termasuk pengajuan amnesti sekali pun.

"Mesti tunggu putusan PK dulu. Grasi dan amnesti enggak bisa," ujar dia.

Dalam undang-undang, pengajuan PK ke MA sah dilakukan. Upaya hukum luar biasa ini menjadi jalan bagi masyarakat dalam mencari keadilan hukum.

"Upaya hukum PK merupakan upaya hukum luar biasa. Setiap pencari keadilan mempunyai hak yang sama menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Ketua Humas dan Biro Hukum MA Abdullah, Selasa (20/11/2018).

Lantas, apakah pengajuan PK ini bisa mengubah nasib Baiq Nuril, mengingat proses hukum dilakukan oleh lembaga yang sama, yaitu Mahkamah Agung?

 


PK Dulu Baru Amnesti

Anggota Fraksi PDIP MPR RI, Rieke Diah Pitaloka Bersama Korban Kekerasan Seksual Baiq Nuril menunjukkan surat dari LPSK dalam Diskusi Empat Pilar MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/11). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Tim kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, mengaku kaget atas putusan MA yang menjatuhkan bersalah atas kliennya. Padahal kala itu, pihaknya optimistis kasasi yang diajukan jaksa tidak bakal diterima oleh Mahkamah Agung.

"Waktu itu kami optimistis dari fakta persidangan kecil akan adanya kemungkinan diputus bersalah. Meski optimis, ternyata hasilnya seperti ini (diputus bersalah)," kata Joko saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (23/11/2018).

Dia menegaskan, pihaknya memilih jalur PK untuk melepaskan kliennya dari jerat hukum. Rencana itu baru akan dilakukan setelah putusan salinan kasasi diterima.

"Keputusan kasasinya belum keluar. Saya tidak tahu apakah sudah selesai apa belum, tapi sampai hari ini kami belum terima keputusan kasasi. Enggak mungkin kami PK kalau putusan kasasi belum terima," terang Joko.

Agar salinan kasasi itu dapat segera diterima, pihaknya telah menyambangi Mahkamah Agung Dalam pertemuan dengan Sekretaris MA Suhadi, dijanjikan salinan itu akan selesai dalam dua hingga tiga hari ke depan.

"Kemungkinan sih prediksi kita minggu depan, hari Senin (salinan putusan) sudah keluar," kata dia.

Anggota Fraksi PDIP MPR RI, Rieke Diah Pitaloka (tengah) Bersama Korban Kekerasan Seksual Baiq Nuril (kedua kiri) menunjukkan surat dari LPSK dalam Diskusi Empat Pilar MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/11). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Setelah keluar dan diterima, putusan itu akan dipelajarinya. Karena poin ini menjadi bagian terpenting dalam pengajuan PK.

"Pelajari dulu, kami persiapkan materi-materi untuk pengajuan itu. Karena kan harus itu dasarnya," ujar dia.

Tim hukum, lanjut Joko, akan menggali dulu terkait pertimbangan Mahkamah Agung dalam mengambil putusan itu. Jika memang perlu adanya novum atau bukti baru, pihaknya akan segera menyiapkannya.

Anggota Fraksi PDIP MPR RI, Rieke Diah Pitaloka, Korban Kekerasan Seksual Baiq Nuril, Komisioner Komnas Perempuan RI, Masruchah dan Wakil Ketua LPSK, Hasto Atmojo dalam Diskusi Empat Pilar MPR, Jakarta, Rabu (21/11). (Liputan6.com/Johan Tallo)

"Bisa juga yang terjadi adalah kekhilafan dari hakim. Mungkin Beliau tidak membaca fakta hukum maksimal, sehingga terjadi kesesatan dalam memahami alat bukti dan fakta persidangan. Karena kalau saya melihat dari argumen jaksa, dalam memori kasasinya ada hal yang tidak sesuai dengan fakta persidangan," jelas dia.

Karena itu, dia khawatir jika majelis hakim MA terseret dalam alur kesesatan yang disampaikan jaksa. Meski hal tersebut jauh dari fakta yang ada. Sebab itu, tim kuasa hukum yakin, PK yang diajukan bakal diterima MA.

"Sampai hari ini kami optimistis PK akan menang," ujar dia.

Sementara itu, terkait pernyataan Presiden Jokowi yang akan membantu kasus hukum Baiq Nuril, sang pengacara menilai amnesti menjadi langkah yang tepat. Sebab bila melalui grasi, syarat formilnya tidak terpenuhi.

 

Anggota Fraksi PDIP MPR RI, Rieke Diah Pitaloka Bersama Korban Kekerasan Seksual Baiq Nuril menunjukkan surat dari LPSK dalam Diskusi Empat Pilar MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/11). (Liputan6.com/Johan Tallo)

"Persyaratannya enggak mungkin. Karena dalam undang-undang menyatakan bahwa grasi hanya diberikan yang hukumannya lebih dari dua tahun. Sedangkan ini, kan, enam bulan. Syarat-syarat formal tidak memungkinkan," jelas dia.

Namun begitu, ia berharap proses PK nantinya berjalan dengan baik. Pun putusannya diharapkan sesuai keinginan dari Baiq Nuril.

"PK sebagai upaya hukum terakhir, tidak ada cara lain. Setelah itu, baru ke presiden. Mencari cara lain. Kalau grasi tidak memungkinkan berarti ada yang lain, yaitu amnesti meskipun ada perdebatan. Tapi sebenarnya amnesti bisa ditempuh kalau PK tidak dikabulkan," jelas Joko.

Dalam menangani persoalan hukum, kata dia, Presiden Jokowi diberikan empat kewenangan. Yaitu grasi, amnesti, rehabilitasi, dan abolisi. "Di antara kewenangan itu, maka yang memungkinkan diberikan presiden hanya amnesti," ucap Joko.

 


Dukungan Mengalir

Koalisi Save Baiq Nuril (Merdeka.com/Titin Supriatin)

Kasus Nuril berawal pada 2013. Kala itu, Kepala SMAN 7, Muslim, kerap menelepon Nuril. Dalam pembicaraannya di telepon, pria itu dilaporkan selalu mengarahkan cerita soal perbuatan asusilanya.

Nuril merasa dilecehkan atas perbuatan Muslim. Terlebih terdengar selentingan yang menuding ia memiliki hubungan gelap dengan sang kepala sekolah.

Suatu ketika, Nuril pun merekam percakapan dalam telepon itu. Dia lantas menceritakan perilaku Muslim dan bukti rekaman itu kepada rekan kerjanya. Sang rekan, mendesak Nuril agar memperbolehkannya menyalin rekaman. Setelah itu, rekaman itu pun tersebar ke para pegawai di sekolah.

Tak terima aib itu tersebar, sang kepala sekolah geram. Nuril dilaporkan ke polisi atas pelanggaran UU ITE. Ia pun sempat ditahan pada Maret 2017 lalu.

Setelah melalui berbagai proses, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Nuril tidak bersalah karena tidak terbukti mendistribusikan mentransmisikan atau membuat rekaman tersebut diakses publik.

Namun Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Lembaga pengadilan tertinggi ini justru memutuskan bahwa Nuril bersalah dan menjatuhkan vonis enam bulan penjara dan denda sebesar Rp 500 juta.

Dukungan pun mengalir deras kepada Nuril. Di dunia maya, hastag #SaveIbuNuril menggema di Twitter. Penggalangan dana untuk meringankan denda Nuril disuarakan oleh warganet.

Penggagas petisi Koalisi Save Ibu Nuril mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta, Senin (19/11). Kedatangan mereka untuk menyerahkan permohonan pemberian amnesti untuk Baiq Nuril. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

"Jangan biarkan Bu Nuril dan keluarganya sendirian menanggung denda Rp 500 juta, jumlah yang tak kecil baginya. Bantu lewat kitabisa.com/saveibunuril #SaveIbuNuril," ujar Sekretaris Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE) Anindya Shabrina dalam keterangannya, Minggu 18 November 2018.

Anindya menilai putusan MA terhadap Baiq Nuril merupakan cermin institusi hukum Indonesia yang dinilainya gagal melindungi perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual.

"Ia adalah korban pelecehan seksual dari atasannya. Tapi, Mahkamah Agung justru menghukumnya 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta," ujar dia.

Di sini lain, Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril membuat petisi daring di laman change.org terhadap Presiden Joko Widodo untuk memberi amnesti bagi Baiq Nuril.

Petisi yang dibuat Erasmus Napitupulu sejak Minggu, 18 November 2018 hingga Jumat 23 November 2018 pukul 17.29 WIB telah ditandatangani 158.080 netizen. Jumlah itu akan terus bertambah mengingat kasus ini masih terus berjalan.

Tak hanya di dunia maya. Sokongan juga mengalir deras dalam dunia nyata. Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai MA tidak mengedepankan nurani dalam memutuskan perkara ini.

"Saya katakan bahwa hakim itu tidak boleh hanya menjadi sekadar corong saja. Hakim harus menimbang rasa adil dalam dirinya, justru hakim harusnya dapat bersikap," kata Nasir di Bekasi, Jawa Barat, Senin, 19 November 2018.

"Saya lihat putusan ini mengabaikan keadilan publik, seharusnya dia kita lindungi," ucap Nasir.

Jaksa Agung HM Prasetyo menyampaikan keterangan saat penandatanganan nota kesepahaman di Jakarta, Kamis (1/3). Kerja sama ini juga bertujan untuk mewujudkan sinergitas di bidang penyelenggaraan pemerintah terkait infrastruktur. (Liputan6.com/JohanTallo)

Sementara itu Kejaksaan Agung menyatakan telah menunda eksekusi terhadap Baiq Nuril. Padahal menurut ketentuan, upaya PK tidak menghalangi jaksa menjalankan putusan MA.

"Dengan melihat aspirasi yang berkembang di masyarakat, kita akan menunda eksekusi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mukri, dilansir dari Antara, Senin malam, 19 November 2018.

Meski begitu, Kejagung meminta pihak Baiq Nuril segera menyelesaikan kasus hukum ini agar tidak berlarut-larut. Dengan begitu, ada upaya hukum yang final.

"Peninjauan kembali adalah merupakan hak dari terdakwa," ujar Mukri.

Dukungan agar Nuril mengajukan PK juga disampaikan Presiden Jokowi. Ia meminta Baiq Nuril mencari keadilan dengan melalui tahapan yang telah ditetapkan.

"Kita berharap nantinya melalui PK, Mahkamah Agung dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Saya sangat mendukung Ibu Baiq Nuril mencari keadilan," ujar Jokowi seusai blusukan di Pasar Sidoharjo, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Senin 19 November 2018.

Presiden Joko Widodo memberi sambutan dalam Sarasehan Pengelolaan Dana Desa se-Jawa Tengah Tahun 2019 di Gedung PRPP Semarang, Kamis (22/11). Jokowi memberikan pengarahan tentang pembangunan desa. (Liputan6.com/Gholib)

Jika upaya mencari keadilan itu kandas, Jokowi mempersilakannya mengajukan grasi kepada dirinya.

"Seandainya nanti PK-nya masih belum mendapatkan keadilan, bisa mengajukan grasi ke Presiden. Memang tahapannya seperti itu. Kalau sudah mengajukan grasi ke presiden, nah nanti itu bagian saya," ujar Jokowi.

Atas dukungan itu, Baiq Nuril menyampaikan ucapan terima kasih kepada Jokowi. Bentuk dukungan dari Jokowi dan masyarakat itu sudah ia dengar berupa penundaan eksekusi oleh Kejaksaan Agung.

"Saya tidak bayangkan, tanpa dukungan semua pihak, pasti saya akan sulit mendapatkan keadilan yang sebenarnya," ucap Nuril haru.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya