Liputan6.com, Jakarta – Kuliner mrerupakan salah satu bisnis yang banyak diminati. Wajar saja karena semua orang butuh makanan dan minuman. Dari sekian banyak, kopi bisa dikatakan merajai bisnis beberapa tahun belakangan.
Mulai dari warung kecil di pinggir jalan, sampai restoran mewah, semua berlomba menyajikan signature kopi mereka. Makin ke sini, rasanya makin tak sulit menemukan kedai kopi di berbagai kota dan daerah di Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Tempat-tempat tersebut tak hanya menawarkan kopi yang khas dan nikmat, tetapi juga tempat minum kopi dengan desain menarik a.k.a. Instagram-worthy dan bikin Anda betah berlama-lama.
Kedai kopi ini sepertinya bermunculan sejalan dengan tren gaya hidup 'ngopi cantik' yang sedang digandrungi kaum milenial. Tak hanya masyarakat umum, para selebriti pun mulai banyak yang melirik usaha kedai kopi.
Misalnya saja duo pemain film Filosofi Kopi, Rio Dewanto dan Chicco Jerikho, yang membuka kedai kopi di beberapa wilayah di Indonesia. Lalu, apa sebenarnya yang membuat kedai kopi tumbuh begitu pesat di negeri ini?
Pendapat Ahli Kopi
Menurut ahli kopi dan salah satu konsultan kopi terkemuka di Indonesia, Adi Taroepratjeka, fenomena ini termasuk wajar. “Ya mau tidak mau harus diakui kopi sedang trendi saat ini, sehingga banyak yang tergoda untuk terjun ke dalamnya,” terang lelaki kelahiran Bandung, Jawa Barat, ini melalui pesan singkat pada Liputan6.com.
"Selain itu, memang banyak juga orang yang benar-benar tertarik mengeksplorasi proses penyeduhan kopi dan ingin berbagi dengan orang di sekelilingnya,” sambung pria yang pernah menjadi pemandu acara Coffee Story di salah satu stasiun televisi ini.
Meningkatnya tingkat konsumsi kopi juga tidak terlepas dari gaya hidup masyarakat urban yang gemar berkumpul. Dari dua faktor tersebut, bisa dibilang prospek bisnis kedai kopi di masa mendatang masih sangat menjanjikan. Namun, apakah ini memang akan berlangsung dalam wakttu lama atau hanya sekedar tren yang akan bertahan beberapa tahun saja?
Advertisement
Gaya Hidup dan Kebutuhan
"Kalau konsumsi kopi masih sebatas gaya hidup, maka pasti ada umurnya. Sekarang tinggal kita lihat, bisa tidak dari hanya sekadar gaya hidup berubah benar menjadi kebutuhan,” terang Adi Taroepratjeka.
"Jadi, ketika kita membicarakan gaya hidup, kita berbicara juga soal diskriminasi terhadap kopi saset. Banyak yang tidak sadar kalau kopi saset itu menyokong hidup jutaan petani, buruh pabrik, dan menjadi teman hidup dari jutaan konsumen kelas bawah lainnya,” lanjutnya.
Dengan begitu, kalau pesatnya pertumbuhan kedai kopi, terutama di kota-kota besar, hanya sekedar memenuhi gaya hidup, maka ini hanya sekadar tren. Tapi, justru bisa saja sebaliknya. Kalau minum kopi sudah jadi kebutuhan, maka fenomena ini akan bertahan dalam waktu lama.
Saksikan video pilihan di bawah ini: