Kafilah Migran Membludak di Tempat Penampungan, Tijuana Alami Krisis Kemanusiaan

Ratusan migran tiba di tempat penampungan yang sudah berjubel di Tijuana, Meksiko. Tempat penampungan ini telah kelebihan kapasitas.

oleh Afra Augesti diperbarui 24 Nov 2018, 15:00 WIB
Presiden Trump memerintahkan pasukan ke daerah perbatasan beberapa hari sebelum pemilu tengah dan sebelum kedatangan kafilah imigran dari Amerika Tengah. (Eric Gay/AP Photo)

Liputan6.com, Tijuana - Walikota Tijuana, Juan Manuel Gastelum, mendeklarasikan krisis kemanusiaan internasional pada Kamis, 22 November 2018, atas kedatangan lebih dari 5.000 migran yang sebagian besar berasal dari Amerika Tengah.

Kafilah migran tersebut telah mencapai sejumlah kota di perbatasan Amerika Serikat dalam seminggu terakhir. Mereka bertekad mencari suaka di Negeri Paman Sam, walaupun nyawa taruhannya.

Dalam konferensi pers pada Kamis kemarin, Gastelum meminta bantuan kepada badan internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membantu pemerintah kota dalam menghadapi arus pendatang.

Menurutnya, pemerintah federal Meksiko sangat lamban dalam mengatasi persoalan ini. Gastelum menuduh mereka telah mengabaikan tanggung jawab untuk menangani masalah migran dan imigrasi.

"Mereka (pemerintah federal) telah lepas dari tanggung jawab dan tidak memenuhi kewajiban hukum mereka," katanya, sebagaimana dikutip dari USA Today, Sabtu (24/11/2018). "Jadi sekarang, kami meminta mereka dan organisasi bantuan kemanusiaan internasional untuk membawa dan melaksanakan tugas tersebut."

Akhir-akhir ini, ribuan migran terus menduduki ke Tijuana, sebagai upaya untuk mencari suaka di pelabuhan perbatasan di sepanjang Southern California. Akan tetapi, laju kedatangan kafilah migran disebut telah meningkat pada tahun ini.

Sejak pekan lalu, lebih dari 5.000 migran yang berangkat dari Honduras pada Oktober, sudah tiba di Tijuana, Meksiko. Fakta ini rupanya dianggap menjadi pemicu meningkatkan ketegangan dengan penduduk setempat dan menghambat layanan pemerintah.

Pemkot memperkirakan bahwa pihaknya telah menghabiskan hampir US$ 27.000 atau Rp 392,5 juta setiap hari untuk membangun shelter kit dan merawat hampir 4.700 migran saat ini.

Sebagian besar kafilah migran ditempatkan di Unidad Deportiva Benito Juarez, yaitu sebuah kompleks olahraga yang diubah menjadi tempat penampungan sementara. Namun, sejak awal pekan ini, lokasi tersebut sudah melebihi kapasitas atau penuh.

"Saya tidak akan berkompromi dengan layanan publik," ucap Gastelum kepada wartawan. "Saya tidak akan membelanjakan uang rakyat Tijuana, saya tidak akan membawa Tijuana untuk terjerumus ke dalam utang piutang, dengan cara yang sama yang belum kami lakukan selama dua tahun terakhir ini."

Pemerintah negara bagian Baja California juga mendesak pemerintah federal untuk meningkatkan bantuannya. Pejabat mengklaim telah mengalokasikan sumber daya dan membuka tempat penampungan di Mexicali (Meksiko), 90 mil jauhnya.

Kota itu, yang berlokasi di bagian utara Baja California, adalah pemberhentian terakhir bagi kafilah migran yang ingin mencapai Tijuana. Pemerintah setempat memperkirakan, setidaknya ada 1.500 migran saat ini di Mexicali. Jumlah ini belum termasuk kafilah kedua yang masih bergerak menuju kota pada saat ini.

Sementara itu, sikap Gastelum kepada kafilah migran ternyata telah mengundang dukungan dan kritik. Pekan lalu, ia terlihat mengenakan topi merah bertuliskan "Make Tijuana Great Again", menyindir slogan Donald Trump yang berbunyi "Make America Great Again".

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 


Kafilah Migran Bikin Warga Perbatasan Meksiko Geram

Para migran Venezuela menyaksikan sepak bola di kamp di Bogota, Kolombia (21/11). Pejabat kota menyelenggarakan turnamen sepak bola bagi migran yang tinggal di kamp yang dibangun badan kesejahteraan sosial kota tersebut. (AP Photo/Ivan Valencia)

Di satu sisi, ratusan warga Tijuana berkumpul untuk memprotes ribuan imigran Amerika Tengah yang tiba di kota perbatasan Meksiko itu, sejak pekan lalu.

Kedatangan hampir 3.000 pengungsi --yang dijuluki Karavan-- di Tijuana dalam beberapa hari terakhir, telah menimbulkan ketegangan di kota perbatasan yang terletak di pangkal Semenanjung California itu.

Dikutip dari The Guardian pada Senin, 19 November 2018, pemerintah federal Meksiko memperkirakan jumlah kedatangan pengungsi bisa membengkak hingga 10.000 jiwa.

Pada Minggu 18 November, penduduk Tijuana yang tidak senang terhadap kehadiran rombongan Karavan, melambaikan bendera Meksiko, seraya menyanyikan lagu kebangsaan dan meneriakkan pengusiran.

Itu ditambah dengan liputan luas dari pawai anti-imigran di Tijuana dan sentimen anti-imigran membanjiri media sosial telah mengumpulkan perhatian sejak kedatangan kafilah di Meksiko.

Aksi protes itu dilakukan di depan patung penguasa Aztec Cuauhtémoc, yang berjarak satu mil (setara 1,6 kilometer) dari perbatasan AS.

Penduduk setempat menuduh para imigran sebagai biang masalah, tidak tahu berterima kasih, dan berbahaya bagi kehidupan Kota Tijuana. Mereka juga mengeluh tentang bagaimana rombongan Karavan memaksa masuk ke Meksiko, menyebutnya sebagai "invasi".

Lebih dari itu, warga Tijuana juga satu suara dengan beberapa pihak di Meksiko, yang menyuarakan kekhawatiran bahwa pajak mereka mungkin dibelanjakan untuk megurusi para pengungsi itu.

"Kami tidak ingin mereka di Tijuana," teriak demonstran.

Beberapa penduduk setempat bahkan dilaporan meneriakkan penghinaan, melempar batu dan pukulan ke arah pengungsi. Ketegangan ini kontras dengan penerimaan para imigran di Meksiko Selatan, di mana penduduk kota-kota kecil menyambut mereka dengan makanan panas, tempat berkemah, dan bahkan pertunjukan musik.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya