Liputan6.com, Taipei - Pemerintah Taiwan resmi menolak rancangan undang-undang (RUU) tentang pernikahan sesama jenis. Hal ini, menurut beberapa pengamat, disebut sebagai "pukulan tragis" terhadap reputasi negara pulau itu sebagai pelopor kesetaraan hak bagi kelompok LGBT di Asia.
Hasil referendum gagal mengakomodasi RUU tersebut, meskipun putusan pengadilan tinggi pada Maret 2017, mendukung kemungkinan pengesahannya.
Dikutip dari BBC pada Minggu (25/11/2018), pengadilan juga memberi waktu dua tahun bagi Parlemen Taiwan untuk mengubah atau mengesahkan undang-undang baru. Tidak jelas bagaimana voting hari Sabtu akan mempengaruhi legislasi.
Baca Juga
Advertisement
Masalah perkawinan sebenarnya adalah subyek dari tiga referendum terpisah pada hari Sabtu, di mana diajukan oleh kelompok-kelompok yang bersaing.
Kelompok konservatif bertanya apakah undang-undang --mendefinisikan pernikahan sebagai persatuan antara seorang pria dan seorang wanita dalam KUH-Perdata Taiwan-- harus tetap tidak berubah, sementara aktivis LGBT menuntut hak pernikahan yang sama.
Hasil awal menunjukkan kelompok konservatif menerima dukungan luar biasa, sementara aktivis hak LGBT gagal memperoleh dukungan.
Pemerintah sebelumnya mengatakan referendum hari Sabtu tidak akan berpengaruh pada perubahan yang ditentukan oleh putusan pengadilan.
Pihak berwenang sekarang diharapkan bisa meloloskan undang-undang khusus, tanpa mengubah Kode Sipil Taiwan.
Namun, para pengkampanye khawatir undang-undang yang ada akan lebih lemah.
Salah satu hasil yang mungkin adalah bahwa pasangan gay diberikan perlindungan hukum, tetapi tidak diizinkan untuk menikah, kata wartawan.
Simak video pilihan berikut:
Hubungan dengan China Memburuk
Sementara itu, Presiden Tsai Ing-wen berhenti sebagai pemimpin partai pemerintahan Taiwan setelah kekalahan dalam pemilihan lokal.
Partai Progresif Demokratik pro-kemerdekaan (DPP) akan kehilangan lebih dari setengah suara dari 13 kota dan kabupaten yang dimenangkannya pada tahun 2014, laporan media Taiwan.
Di lain pihak, hubungan Taiwan dengan China telah memburuk sejak Tsai berkuasa pada 2016.
Beijing telah menolak untuk berurusan dengannya karena dia tidak mengakui kesepakatan yang dicapai antara kedua belah pihak pada 1992, yaknni sebagai satu kesatuan dalam payung "negara China".
Advertisement