Liputan6.com, Massachussets - Ide yang agak ganjil untuk menghentikan pemanasan global telah dikemukakan oleh para ilmuwan, yakni, dengan meredupkan Matahari.
Meski terdengar seperti plot dalam film fiksi ilmiah, gagasan itu sejatinya cukup memungkinkan untuk dilakukan dalam koridor sains.
Mereka mengatakan bahwa kita harus menyemprotkan bahan kimia 'peredup matahari' ke atmosfer Bumi untuk melakukan hal tersebut, demikian seperti dikutip dari The Independent's Indy 100, Minggu (25/11/2018).
Kendati demikian, bahan kimia 'peredup matahari' itu memang belum ditemukan dan masih berupa teori semata.
Baca Juga
Advertisement
Penelitian ini dilakukan di Harvard University dan Yale University, yang menerbitkan sebuah makalah dalam jurnal Environmental Research Letters.
Riset itu mengklaim gagasan tersebut bisa memangkas masalah perubahan iklim dan pemanasan global menjadi setengahnya.
Mereka menyebut gagasan 'taktik injeksi aerosol stratosfer'. Menurut jurnal itu, 'taktik' tersebut akan melibatkan penyemprotan partikel sulfat ke stratosfer bawah Bumi guna mengatasi pemanasan global.
Ini adalah ide baru jika itu akan berhasil. Tetapi teknologi dan sains di baliknya masih belum dikembangkan - bahkan pesawat yang diusulkan untuk membawa bahan kimia dan berhasil menyemprotnya masih belum ada.
Sebuah kutipan dari jurnal itu berbunyi:
"Setelah mensurvei daftar lengkap teknik penyebaran potensial, kami menetap pada sistem pengiriman berbasis pesawat."
"Kami selanjutnya menyimpulkan bahwa tidak ada pesawat lain yang ada yang memiliki kombinasi kemampuan ketinggian dan muatan yang diperlukan untuk misi. Itu membawa kita pada upaya untuk membat desain pesawat baru."
Jadi tidak hanya mereka harus membuat pesawat yang sama sekali baru untuk membawa muatan, mereka harus mencari cara terbaik untuk mengirim dan menyimpannya dengan aman.
Untuk memulai bahkan memulai proses yang panjang ini, biaya untuk 15 tahun pertama, karena mereka sudah terperinci, akan mencapai sekitar US$ 3,5 miliar.
Namun, apa yang mengkhawatirkan dari teori itu adalah, penolakan sejumlah orang yang tidak skan dengan implikasi dari 'menyemprot zat kimia' ke lapisan stratosfer.
Di sisi lain, ilmuwan pengkritik teori itu merasa skeptis bahwa cara tersebut akan berhasil menjadi solusi pemanasan global.
David Archer dari Departemen Ilmu Geofisika di Chicago University mengatakan:
"Masalah dari merekayasa iklim dengan cara ini adalah bahwa itu hanya bersifat sementara dan tidak meliputi masalah yang akan bertahan selamanya. Butuh ratusan ribu tahun untuk CO2 dari bahan bakar fosil akhirnya pergi secara alami."
Simak video pilihan berikut:
PBB: Pemanasan Global Memicu Konflik dan Terorisme di Dunia
Pada rapat Dewan Keamanan PBB, Rabu 11 Juli 2018, para diplomat membicarakan pentingnya mengakui pemanasan global sebagai faktor risiko yang dapat memperuncing ketegangan antar masyarakat dan mendorong orang jatuh ke tangan kelompok teroris.
Deputi Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed mengemukakan kepada Dewan Keamanan, "perubahan iklim tidak dapat dipisahkan dari sebagian dari tantangan keamanan dalam zaman kita." Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia.
"Kita mesti memahami perubahan iklim sebagai satu isu dalam jaringan faktor yang dapat menjurus ke konflik. Dalam jaringan ini, perubahan iklim bertindak sebagai pengganda ancaman, menambah tekanan pada titik-titik politis, sosial dan ekonomi yang sedang tertekan," kata Mohammed.
Berbagai faktor terkait iklim semakin memainkan peran dalam meningkatnya konflik antara tetangga dan suku bangsa.
"Dalam situasi politik yang tidak menentu, seperti di Timur Tengah, ketimpangan dalam akses pada air menjadi ancaman nyata terhadap perdamaian dan stabilitas," kata Menteri Sumber Daya Air Irak, Hassan Janabi.
Kalau ekonomi merosot, pengangguran dan kemiskinan bertambah dan orang tidak punya kegiatan, ini membuka pintu bagi kelompok teroris merekrut anggota. Bukan saja lelaki dan anak lelaki, tetapi juga bertambah banyak perempuan yang direkrut oleh kelompok teroris.
Advertisement