Dilaporkan ke Badan Kehormatan DPD, Ini Respons Nono Sampono

Nono Sampono menjelaskan perihal latar belakang surat yang membuatnya dilaporkan ke Badan Kehormatan.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Nov 2018, 15:30 WIB
Nono Sampono memasuki mobil usai menjalani pemeriksaan KPK, Jakarta, Senin (18/4). Nono diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sanusi terkait kasus dugaan suap pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPD Nono Sampono angkat bicara mengenai pelaporan dirinya ke Badan Kehormatan (BK). Laporan itu berpangkal karena Ia membuat surat permohonan peninjauan keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) atas nama DPD, DPR dan MPR.

Nono pun meresponsnya dengan santai. "Biarkan saja nanti proses berjalan kok," kata Nono di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (25/11/2018).

Menurutnya, kemunculan surat permohonan peninjauan MK memiliki alasan tersendiri. Pasalnya, surat itu juga ditanda tangani oleh pimpinan DPR dan juga MPR.

"Tentu ada dasarnya. Ada dasarnya dia tidak tahu nanti biarlah proses nanti kan BK akan merespon itu," ungkapnya.

Nono membiarkan pihak-pihak yang tidak setuju dengan suratnya menggugat ke lembaga yang berwenang. Dia pun yakin apa surat permohonan itu juga sudah sesuai dengan prosedur di DPD.

"Insyaallah (yakin sesuai prosedur)," ucap Nono.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini


Dilaporan Eks Anggota DPD

Diketahui, Nono dilaporkan oleh dua mantan anggota DPD tahun 2009-2014, Bambang Soeroso dan anggota 2004-2009, Muspani. Pelaporan itu dilakukan pada Senin 12 November lalu.

"Saya langsung ke sana sudah antar. Tadi (Senin 12 November) jam 11 lah. Saya dan Bambang Soeroso," kata Muspani pada wartawan, Selasa (13/11/2018).

Menurut Muspani, surat tersebut melanggar Peraturan DPD RI Nomor 3 Tahun 2018 tentang Tata Tertib. Sikap politik lembaga DPD seharusnya diketahui, dipahami dan dirumuskan secara bersama oleh anggota DPD serta diputuskan dalam sidang paripurna DPD dan tidak diputuskan secara sepihak.

"Itu kan mekanismenya bahwa keputusan, itu kan keputusan politik lembaga. Kan tidak bisa diatasnamakan oleh pimpinan. Pimpinan itu kan speaker ya. Tidak punya kekuatan apa-apa. Nah kami melihat semakin ke sini keputusan lembaga itu bisa diatasnamakan jabatan seperti itu. Ini kan memprihatinkan," ungkapnya.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya