Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa bulan terakhir, Facebook diakui sedang mengalami beragam masalah. Dimulai dari penyalahgunaan jutaan data pengguna hingga pengaruh raksasa sosial itu terhadap pemilu Amerika Serikat dua tahun lalu.
Tidak sampai di situ, kondisi internal Facebook juga dilaporkan sedang memanas. CEO Facebook, Mark Zuckerberg disebut menyalahkan Sherly Sandberg selaku COO atas beragam masalah yang dihadapi perusahaan, meski belakangan dia membantahnya.
Sebelumnya, beberapa petinggi produk yang dimiliki Facebook juga dilaporkan memilih keluar. Beberapa di antaranya adalah bos Oculus, pendiri Instagram, co-founder WhatsApp, hingga bos keamanan Facebook sendiri.
Baca Juga
Advertisement
Kondisi tersebut, membuat pengamat menyebut kondisi ini mirip saat Yahoo berada di ambang keruntuhan. Alasannya, hengkangnya sejumlah eksekutif Facebook menandakan adanya penurunan performa perusahaan, mirip dengan kondisi Yahoo sebelum dipimpin oleh Marissa Mayer.
"Jumlah pegawai senior yang keluar dan membicarakannya kebobrokan perusahaan ke publik merupakan hal yang tidak diduga. Ini mirip dengan kondisi Yahoo pra-Marissa Mayer (CEO Yahoo)," tutur salah satu eksekutif senior di digital advertising.
Keadaan ini juga berimbas pada kondisi moral karyawan. Bukan tidak mungkin, sejumlah pegawai andalan pindah ke perusahaan yang dianggap tidak memiliki banyak masalah, sebagaimana dikutip dari laman The Economist, Minggu (25/11/2018).
Sementara Facebook tetap harus membayar tinggi sejumlah karyawan yang performanya biasa saja untuk tetap bertahan.
Performa Aplikasi Facebook Menurun
Meski beragam kemungkinan itu dapat terjadi, Facebook sebagai perusahaan diperkirakan masih dapat bertahan. Namun, bukan berarti perusahaan dapat berjalan tenang. Salah satu bom waktu yang siap menyerang Facebook justru berasal dari kebiasaan para penggunanya.
Seperti disebut dalam beberapa laporan, durasi penggunaan aplikasi Facebook dalam dua tahun terakhir terus turun. Utamanya, pengguna di rentang usia 18-31 tahun. Kondisi ini dapat membuat Facebook kesulitan menjual platform-nya pada para pengiklan.
Facebook sendiri bukannya tidak sadar dengan kondisi ini. Perusahaan sudah menyiapkan Instagram sebagai produk andalan baru. Akan tetapi, dengan jumlah iklan yang diprediksi terus bertambah bukan tidak mungkin layanan ini juga akan ditinggalkan penggunanya.
Tidak hanya dari pengguna, pengiklan ternyata memiliki keluhan sendiri. Sejumlah pengiklan menyebut Facebook terlalu arogan. Sebab, banyak pengiklan besar selalu diminta datang ke kantor Facebook di Menlo Park saat akan membicarakan bisnis, alih-alih sebaliknya.
Keluhan lain yang kerap dilaporkan adalah Facebook dianggap tidak serius membantu para pengiklan, meski harga layanannya terus naik. Di samping itu, Facebook juga dianggap memberikan data tidak akurat terkait sasaran usia iklan, seperti yang dijanjikan sebelumnya.
Dengan beragam persoalan itu, kini giliran Zuckerberg dan tim yang harus memutar otak untuk mulai menyelesaikannya. Oleh sebab itu, dia harus menunjukkan pada para karyawan, pemegang saham, dan pengiklan bahwa Facebook tidak akan mengalami nasib seperti Yahoo.
(Dam/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :
Advertisement