Imbal Hasil Obligasi AS Turun, Rupiah Menguat Tipis

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.497 per dolar AS hingga 14.558 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 26 Nov 2018, 12:27 WIB
Teller tengah menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Junat (23/11). Nilai tukar dolar AS terpantau terus melemah terhadap rupiah hingga ke level Rp 14.504. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat tipis pada perdagangan di awal pekan ini.

Mengutip Bloomberg, Senin (26/11/2018), rupiah dibuka di angka 14.544 per dolar AS, tak berubah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.544 per dolar AS. Namun menjelang siang, rupiah menguat ke 14.503 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.497 per dolar AS hingga 14.558 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 6,96 persen.

Sedangkan Berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.551 per dolar AS, menguat 1 poin jika dibandingkan dengan patokan 23 November lalu yang ada di angka 14.552 per dolar AS.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa pergerakan dolar AS cenderung tertahan terhadap sejumlah mata uang dunia, termasuk rupiah di tengah perayaan Thanksgiving.

"Pergerakan imbal hasil obligasi Amerika Serikat juga cenderung bergerak turun, sehingga menambah topangan bagi rupiah," katanya dikutip dari Antara.

Dari dalam negeri, ia menambahkan, pelaku pasar uang masih mencermati defisit transaksi berjalan serta terkait revisi aturan Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam Paket Kebijakan XVI.

"Meski demikian, situasi itu tidak menghalangi penguatan rupiah yang mampu memanfaatkan pelemahan sejumlah mata uang global," katan reza. Ia berharap sentimen dari dalam negeri tetap kondusif sehingga tidak menghalangi apresiasi rupiah.

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail menambahkan nilai tukar rupiah yang bergerak menguat juga seiring harga minyak mentah dunia yang sedang berada dalam tren pelemahan.

"Turunnya harga minyak diperkirakan dapat membantu mengurangi defisit neraca migas," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BI Yakin Rupiah Bakal Terus Menguat

Teller tengah menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Junat (23/11). Nilai tukar dolar AS terpantau terus melemah terhadap rupiah hingga ke level Rp 14.504. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan tren positif beberapa waktu ini. Bahkan rupiah berhasil menguat dan meninggalkan level Rp 15.000 per USD.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengaku optimistis nilai tukar rupiah hingga akhir tahun masih akan mengalami penguatan. Hal ini dorong faktor pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan masih akan tumbuh dan inflasi yang terkendali.

"Bicara nilai tukar dari data domestik yang positif, CAD kita lemah, tapi jangan lihat rentang ke belakang, (tapi) ke depan. Bank sentral kemampuan melihat ke depan untuk tentukan kebijakan," kata Dody pada Sabtu 17 November 2018.

Dody menyebut pergerakan rupiah yang tidak lagi melemah ini karena memang sudah undervalued  (lebih rendah dari nilai sebenarnya). Sehingga penguatan ini diyakini akan terus berlanjut.

"Rupiah masih undervalued (terlalu murah). Namun masih cukup kompetitif untuk perdagangan," imbuhnya.

Dody mengatakan, penguatan terhadap mata uang Garuda ini juga ditopang oleh faktor internal dan eksternal. Dari dalam negeri misalnya, sejumlah kebijakan untuk memperkuat rupiah telah ditempuh, salah satunya keputusan BI yang kembali menaikan BI 7- Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,00 persen.

Sementara, dari sisi globalnya, lanjut Dody pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang dijadwalkan pada akhir tahun nanti akan berdampak positif.

Terutama untuk meredam perang dagang antar kedua negara tersebut, sehingga momen itu diharapkan bisa membuat ketenangan di pasar keuangan.

"Feeling saya positif dengan pertemuan Presiden AS dan Presiden China. ini akan menenangkan pasar keuangan," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya