Liputan6.com, London - Sebuah penelitian kembali menyorot bahaya dari ketidaksetaraan (inequality) dalam hal ekonomi. Pasalnya, hasil penelitian di Inggris menemukan bahwa orang miskin bisa meninggal 10 tahun lebih cepat.
Penelitian ini dilaksanakan Imperial College London. Kondisi keuangan buruk membawa orang ke gaya hidup tidak sehat yang berkontribusi pada rendahnya harapan hidup sejak tahun 1980-an, demikian laporan Mirror.
"Harapan hidup yang tidak setara telah bertambah dengan konsisten di Inggris sejak 1980-an," ujar Profesor Majid Ezzati dari Imperial College London yang merupakan penulis senior laporan itu.
Baca Juga
Advertisement
Bagi perempuan, selisihnya adalah 7,9 tahun pada perhitungan 2016, yang termiskin meninggal rata-rata umur 78,8 tahun dan yang terkaya pada usia 86,7 tahun. Untuk laki-laki, selisihnya lebih tinggi yakni 9,7 tahun antara si kaya dan miskin, dengan yang terkaya meninggal pada usia 83,7 tahun.
Penyakit yang menyebabkan meninggal lebih cepat adalah penyakit jantung, kanker, dan dementia. Sementara, kondisi eksternal yang dituding menjadi penyebab adalah upah stagnan, austerity (pengetatan anggaran), ketergantungan pada bank makanan, pola makan buruk dan ketidaksetaraan dalam kesehatan.
Anak balita yang berasal dari keluarga miskin pun tercatat meninggal 2,5 kali lebih cepat ketimbang mereka dari keluarga mampu. Di Inggris, seperempat negaranya termasuk dalam kategori miskin.
Menurut laporan World Economic Forum, ketidaksetaraan penghasilan sedang naik-turun di berbagai negara sejak 1990 sampai 2015. Indonesia, Georgia, dan Korea Selatan tercatat sebagai negara terbaik dalam mengurangi ketidaksetaraan melalui kebijakan sosial, pajak, dan hak pekerja.
Kebiasaan Merokok Bisa Bikin Anda Miskin
Selama ini kita mengetahui, merokok dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan pernapasan hingga memicu terjadinya kanker. Ada pula hal menggelitik, belanja rokok bisa membuat seseorang jadi miskin.
Keberkaitan antara rokok dan kemiskinan terpapar dalam data Badan Pusat Statistik (BPS). Saat memaparkan hasil penelitian bertajuk "Rokok, Stunting, dan Kemiskinan" di Four Points by Sheraton, Jakarta, Kepala Subdirektorat Kerawanan Sosial BPS Ahmad Avenzora menjelaskan lebih rinci.
"Rokok termasuk di antara 52 komoditi yang lebih banyak dibutuhkan bagi orang marjinal. Lebih spesifiknya, rokok menduduki posisi kedua setelah beras sebagai penyumbang kemiskinan," jelas Ahmad beberapa hari lalu, sebagaimana ditulis Rabu (27/6/2018).
Dalam hal ini, ada kontribusi rokok terhadap garis kemiskinan. Rokok yang dimaksud adalah jenis rokok kretek filter. "Di Indonesia ada 27 juta-an penduduk miskin. Mereka cenderung belanja rokok," Ahmad melanjutkan.
Ahmad menambahkan ketika pengeluaran rokok meningkat sebesar 1 persen, maka potensi rumah tangga menjadi miskin akan meningkat sebesar 6 persen.
Setidaknya uang sebesar Rp 100.000 hanya untuk pengeluaran buat beli rokok. "Kebutuhan belanja rokok nilainya 9,98 persen di kota dan 10,70 persen di desa," tambah Ahmad.
Advertisement