Liputan6.com, Wina - Lebih dari setengah wanita yang dibunuh di seluruh dunia pada tahun lalu, merupakan korban kekerasan dari pasangan atau anggota keluarga mereka.
Hal tersebut menjadikan rumah sebagai tempat paling berbahaya bagi seorang wanita, kata sebuah studi PBB terbaru yang dirilis pada Minggu 25 November.
Dalam statistik yang dirilis pada Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Wanita, Kantor PBB untuk Obat-Obatan dan Kejahatan (UNODC) menghitung bahwa dari total 87.000 kasus pembunuhan wanita di seluruh dunia pada 2017, sekitar 50.000 (58%) dilakukan oleh para korban mitra intim atau anggota keluarga.
Dikutip dari Channel News Asia, Senin (26/11/2018), sekitar 30.000 kasus pembunuhan wanita (34%) dilakukan oleh pasangan intim.
Baca Juga
Advertisement
"Jumlah ini menandakan, sekitar enam wanita dibunuh setiap jam oleh orang yang mereka kenal," kata badan yang bermarkas di Wina itu.
"Secara keseluruhan, ditilik dari data terkait, sebagian besar (sekitar 80 persen) korban pembunuhan di seluruh dunia adalah pria, tetapi wanita terus membayar harga tertinggi sebagai akibat dari ketidaksetaraan gender, diskriminasi dan stereotip negatif," kata kepala UNODC Yury Fedotov.
"Mereka juga yang paling mungkin dibunuh oleh pasangan intim dan keluarga ... menjadikan rumah sebagai tempat paling berbahaya bagi seorang wanita," lanjutnya.
UNODC menghitung bahwa tingkat korban pembunuhan wanita secara global mencapai sekitar 1,3 orang per 100.000 penduduk wanita.
Simak video pilihan berikut:
Afrika dan Amerika adalah Lokasi Paling Rawan
Studi ini juga menemukan bahwa Afrika dan Amerika adalah wilayah di mana wanita paling berisiko dibunuh oleh pasangan intim atau anggota keluarga.
Di Afrika, angka ini sekitar 3,1 korban per 100.000 penduduk wanita, sementara tingkat di Amerika adalah 1,6 korban, di Oseania 1,3 dan di Asia 0,9.
Tingkat terendah ditemukan di Eropa, dengan 0,7 korban per 100.000 penduduk wanita.
Menurut UNODC, "tidak ada kemajuan nyata" dalam memerangi momok tersebut dalam beberapa tahun terakhir, "meskipun undang-undang dan program terus dikembangkan untuk memberantas kekerasan terhadap wanita".
"Kesimpulan laporan itu menyoroti kebutuhan untuk pencegahan kejahatan yang efektif dan respon peradilan pidana tentang kekerasan terhadap wanita," kata UNODC, menekankan perlunya langkah-langkah untuk meningkatkan keselamatan dan memberdayakan para korban, sambil menindak pelaku pelecehan secara tegas.
Penelitian ini juga menyerukan koordinasi yang lebih besar antara polisi dan sistem peradilan serta layanan kesehatan dan sosial.
UNODC juga mengatakan bahwa penting untuk melibatkan pria dalam perumusan solusi terkait, termasuk melalui pendidikan awal di tingkat publik.
Advertisement