Liputan6.com, Cirebon - Pemkab Cirebon terus memaksimalkan penggunaan objek wisata ziarah Komplek Makam Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.
Disbudparpora Kabupaten Cirebon berencana merevitalisasi objek wisata ziarah di kawasan pantura Jawa Barat ini. Kepala Disbudparpora Kabupaten Cirebon Hartono mengatakan, saat ini pemerintah daerah tengah menggali dan meluruskan sejarah Cirebon.
Baca Juga
Advertisement
"Gali data lagi, tujuannya agar valid dan menjadi referensi kami untuk menentukan langka pembangunan dalam bidang budaya," kata Hartono di tengah Seminar Internasional Jejak-jejak Laksamana Cheng Ho di Keratuan Singhapura di Hotel Aston Cirebon, Senin, 26 November 2018.
Dalam revitalisasi tersebut, Pemkab Cirebon tengah menggali jejak Laksamana Cheng Ho di Cirebon. Dia mengatakan, Cirebon merupakan salah satu tempat berlabuh Laksamana Cheng Ho.
Lokasi tempat berlabuh Cheng Ho sangat berdekatan dengan komplek Makam Sunan Gunung Jati Cirebon. Dari fakta sejarah itu, Pemkab Cirebon berencana memadukan dua objek wisata.
"Selama ini di komplek makam Sunan Gunung Jati hanya wisata ziarah. Nah, ke depan akan ada wisata sejarah juga. Jadi, dua objek wisata ada di kawasan Gunung Jati," kata dia.
Hartono menyebutkan, sejumlah benda peninggalan sejarah Cheng Ho masih tersimpan di kawasan komplek makam Sunan Gunung Jati. Di sana, terdapat guci peninggalan pasukan Cheng Ho saat berlabuh di Pelabuhan Muara Jati saat itu.
"Jadi, nanti guci yang ada di museum di Astana Gunung Jati akan kami usulkan ke Kemendikbud untuk dibuka dan dapat dinikmati oleh wisatawan. Insyaallah tahun 2020 sudah mulai dan kami masih telusuri jejak Cheng Ho terlebih dahulu," ujar dia.
Hartono menungkapkan, sejumlah oknum warga masih membuat pengunjung di komplek Makam Sunan Gunung Jati Cirebon tidak nyaman. Maraknya pengemis di wilayah komplek makam membuat pengunjung kecewa.
"Ya, harus kami akui, tapi langkah kami menenteramkan dan menyamankan destinasi wisata di situ tidak bisa sendiri," ujar dia.
Peninggalan Cheng Ho
Filolog Cirebon Rafan S Hasyim mengatakan, keberadaan Cheng Ho di Cirebon meninggalkan banyak peninggalan sejarah. Mulai dari bentuk benda bersejarah hingga ilmu pengetahuan tentang kemaritiman.
Dia menyebutkan, sejak kedatangan Cheng Ho di Cirebon selama 7 hari 7 malam, tidak sedikit awak kapalnya memilih menetap dan menikah dengan penduduk setempat.
"Keberadaan Cheng Ho membuat penduduk Cirebon menjadi berwarna dan ini menjadi asal usul Cirebon yang pluralis dan beragam," kata dia.
Sejumlah peninggalan Cheng Ho di Cirebon, mulai dari masjid sampai kelenteng. Arsitektur masjid peninggalan Cheng Ho memiliki ciri khas, yakni bangunan atap susun tiga.
Bangunan atap susun tiga tersebut merupakan perpaduan pengaruh Jawa dan Tiongkok. Peninggalan lain adalah ornamen piring, ilmu pengetahuan tentang teknologi pembuatan gerabah, mercusuar, hingga teknologi penangkapan ikan bernama anco.
"Termasuk makanan khas Cirebon yang sekarang ada pengaruh Cina-nya, seperti nasi Jamblang dan masih banyak lagi yang akan kita gali," kata dia.
Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Nina Lubis mengatakan Laksamana Cheng Ho merupakan seorang admiral laksamana dari Dinasti Ming. Ekspedisi Cheng Ho dilakukan sejak tahun 1405 sampai 1433.
Cheng Ho tiba di Cirebon tahun 1406 bersama pasukannya berlabuh di Pelabuhan Muara Jati (Kawasan Komplek Makam Sunan Gunung Jati). Dia menyebutkan, pada tahun tersebut, berdiri Keratuan Singhapura di bawah kepemimpinan Prabu Wastu Kenacana.
"Saat itu kerajaan Cirebon belum berdiri dan sebagai raja besar dari kerajaan Galuh memiliki hubungan baik dengan Singhapura karena keturunan Galuh menikah dengan keturunan Ki Gedeng Jumanjan Jati," ujar dia.
Kedatangan Cheng Ho di Cirebon membawa sekitar 73 kapal layar dengan ukuran 120x50 meter. Saat singgah di Cirebon, Cheng Ho membutuhkan air dalam waktu lama.
"Jadi bisa dikatakan selama di Cirebon Cheng Ho memberikan peran lebih kepada penduduk sekitar dan menyebarkan Islam di Jawa Barat. Karena dalam ekspedisinya membawa ulama besar dari Campa yakni Syekh Quro dan Syekh Nurjati," sebut dia.
Dia menyebutkan, Syekh Quro kemudian pergi ke Karawang melalui Sungai Ciasem dan mendirikan pesantren pertama di Jawa Barat bernama Pesantren Syekh Quro.
Nina Lubis mengaku sangat tertarik menggali lebih dalam peninggalan Laksamana Cheng Ho di Cirebon. Dia berharap tidak ada kendala dalam upaya meneliti lebih dalam tentang jejak Cheng Ho di Cirebon.
"Cirebon memang pusat peradaban hingga saat ini menjadi rujukan sejarah," ujar dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement