Liputan6.com, New York - Harga minyak naik hampir 3 persen pada hari Senin (Selasa pagi WIB), berbalik arah (rebound) dari kerugian tajam di pekan lalu. Namun, kenaikan harga minyak dibatasi ketidakpastian atas pertumbuhan ekonomi global dan tanda-tanda lebih lanjut dari peningkatan pasokan minyak, termasuk rekor produksi Arab Saudi.
Dilansir dari Reuters, Selasa (27/11/2018) harga minyak mentah Brent berjangka naik USD 1,68 menjadi USD 60,48 per barel atau naik sekitar 2,9 persen. Sedangkan harga minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI), naik USD 1,21 atau 2,4 persen menjadi USD 51,63 per barel.
Advertisement
Harga minyak pada hari Jumat mencapai titik terendah sejak Oktober 2017 di tengah kekhawatiran melimpahnya pasokan. Harga Brent merosot ke USD 58,41 per barel, sementara WTI jatuh ke USD 50,15 per barel.
"Kami enggan membaca banyak tentang kenaikan harga minyak hari ini mengingat kondisi teknis yang sangat oversold yang hanya membutuhkan reli pasar saham moderat untuk memaksa beberapa short-covering," kata Jim Ritterbusch, Presiden Ritterbusch and Associates, dalam sebuah catatan.
Mendukung harga minyak, pasar saham AS menguat karena Cyber Monday, hari belanja online terbesar tahun ini dimulai. Pergerakan harga minyak mentah berjangka kadang-kadang mengikuti pasar ekuitas.
Kenaikan harga minyak ditopang sejumlah faktor, salah satunya stok minyak mentah pada titik pengiriman untuk WTI di Cushing, Oklahoma, naik hanya 126 barel dari Selasa hingga Jumat, kata para pedagang, mengutip laporan dari firma intelijen pasar Genscape.
Namun, kekhawatiran permintaan dan rekor produksi dari Arab Saudi menahan penguatan harga minyak pada hari Senin.Produksi minyak mentah Saudi mencapai 11,1-11,3 juta barel per hari (bph) pada November, tertinggi sepanjang masa, sebuah sumber industri mengatakan.
Penguatan dolar AS yang telah melemahkan permintaan dalam ekonomi pasar berkembang utama, biaya pinjaman yang lebih tinggi dan ancaman terhadap pertumbuhan global dari sengketa perdagangan antara Amerika Serikat dan China telah mendorong investor keluar dari aset lebih erat selaras dengan ekonomi global, seperti ekuitas atau minyak.
Pelaku pasar melihat ke depan untuk pertemuan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) di Wina pada 6 Desember. Arab Saudi diperkirakan akan mendorong pemotongan produksi hingga 1,4 juta bph oleh OPEC dan sekutunya.
Goldman Sachs (GS.N) mengatakan pada hari Senin pertemuan G20 minggu ini bisa menjadi mendongkrak harga komoditas, mungkin mendorong redanya ketegangan perdagangan AS-China dan menawarkan kejelasan lebih besar pada potensi penguncian minyak OPEC.
Goldman percaya OPEC dan negara-negara lain akan mencapai kesepakatan, yang mengarah ke pemulihan harga Brent."Kami perkirakan Brent berada di level USD 70 per barel pada 2019," menurut catatan Goldman.