Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Selasa ini. Analis melihat pelemahan ini wajar karena rupiah telah mengalami kenaikan yang cukup besar.
Mengutip Bloomberg, Selasa (27/11/2018), rupiah dibuka di angka 14.495 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.475 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.485 per dolar AS hingga 14.504 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 6,93 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) rupiah dipatok di angka 14.504 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.551 per dolar AS.
Pelemahan nilai tukar rupiah pada Selasa pagi dinilai wajar setelah kemarin mengalami apresiasi.
Baca Juga
Advertisement
"Laju rupiah tertahan pada pagi ini, namun hal itu dinilai wajar setelah pada hari sebelumnya terapresiasi hingga ke angka 14.400-an per dolar AS," kata Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk, Rully Nova, seperti dikutip dari Antara.
Dalam pergerakan hariannya, lanjut dia, nilai tukar rupiah di pasar valas akan terus bervariasi sesuai dengan sentimen yang beredar.
"Saat ini faktor ambil untung cukup mendominasi, diharapkan bersifat jangka pendek," katanya.
Menurut dia, dengan fundamental ekonomi Indonesia yang kondusif di tengah ketidakpastian global maka peluang bagi rupiah untuk kembali ke area positif masih terbuka.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan mata uang kuat Asia seperti yen Jepang dan dolar Hong Kong bergerak menguat terhadap dolar AS, itu bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah.
"Diperkirakan rupiah dapat bergerak menuju kisaran 14.450 per dolar AS hingga 14.470 per dolar AS dengan tetap dalam penjagaan Bank Indonesia," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rupiah Berpotensi Melemah hingga Akhir Tahun
Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) hingga Senin 26 November 2018 terus menguat. Hingga siang ini, rupiah menguat tipis 14.503 per dolar AS dibanding penutupan perdagangan sehari sebelumnya di angka 14.544 per dolar AS.
Meski begitu, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memperkirakan, kurs rupiah masih bisa melemah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
BACA JUGA
Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat nilai tukar rupiah dapat kembali melemah. Antara lain, rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS The Fed hingga persoalan Brexit di tanah Eropa.
"Rupiah akhir tahun di kisaran 14.700-14.900 masih berpotensi melemah akibat rencana kenaikan suku bunga Fed. Gejolak Brexit di Eropa juga membuat pelaku pasar beralih ke aset yang lebih aman," jelas dia saat ditanyai Liputan6.com, Senin (26/11/2018).
Di sisi lain, ia melanjutkan, rupiah masih terjaga di bawah batas psikologis 15.000 lantaran penurunan harga minyak mentah. "Bagi negara net importir minyak seperti Indonesia, turunnya harga crude oil membuat defisit migas tidak terlalu bengkak," ungkapnya.
Selain itu, Bhima menambahkan, pelaku pasar juga masih mencermati perkembangan neraca datang sampai Desember 2018. "Respon BI dalam menghadapi rencana normalisasi moneter Fed tahun depan juga penting," ia menekankan.
Saat ditanya proyeksi terkait rupiah awal 2019 nanti, dia menjawab, nilai tukar mata uang Garuda akan sedikit meninggi di kisaran 14.700-15.000 dan fluktuatif mendekati batas atas. Ada beberapa indikator yang membuat rupiah cenderung kembali melemah pada awal tahun nanti.
"Kebutuhan valas awal tahun nya naik, terutama untuk pembelian impor bahan baku industri. Kemudian semakin dekat tahun politik banyak investor yang menahan realisasi investasinya. Arus capital inflow terancam turun," tutur Bhima.
Advertisement