Liputan6.com, Pekanbaru - Tiga dokter bedah yang sehari-hari bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Kota Pekanbaru menjadi penghuni baru di Rutan Sialang Bungkuk. Ketiganya diduga mengorupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) bernilai miliaran rupiah.
Ketiga dokter ini ditahan oleh Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Pekanbaru setelah diserahkan penyidik Satuan Reserse Kriminal Polresta setempat. Bersama ketiganya ada dua tersangka lain dari pihak swasta.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Kepala Seksi Intelijen Kejari Pekanbaru Ahmad Fuady, penahanan dilakukan setelah berkas lima tersangka dinyatakan lengkap. Tersangka yang awalnya bebas selama penyidikan berlangsung lalu ditahan ketika berkasnya masuk ke penuntutan.
"Tersangka ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Sialang Bungkuk," jelas Fuady kepada wartawan, Senin, 26 November 2018, malam.
Tiga dokter dimaksud adalah Welli Zulfikar, Kuswan Ambar Pamungkas, dan Masrial. Sementara dua pihak swasta dari CV Prima Raya (PMR), Mukhlis dan Yuni Elvita.
Menurut Fuady, usai penahanan ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menyusun dakwaan. Paling lambat 14 hari diselesaikan dan berkas dakwaan diserahkan ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
"Nanti pengadilan yang akan menentukan jadwal sidang usai berkas dakwaan dilimpahkan," ucap Fuady.
Modus Korupsi
Sebelum ditahan, para tersangka menjalani pemeriksaan jasmani dari tim medis RSUD Madani Kota Pekanbaru.
Beberapa menit usai diperiksa, satu persatu tersangka memakai baju tahanan oranye digiring ke mobil tahanan untuk dibawa ke Rutan Klas II B Sialang Bungkuk.
Berdasarkan data yang dihimpun, pengadaan alkes di RSUD itu menelan biaya Rp 5 miliar yang dianggarkan pada tahun 2012 dan 2013.
Pihak rumah sakit lalu menjalin kerjasama dengan CV PMR untuk membeli sejumlah alkes yang diperlukan.
Dalam penyidikan, Polresta Pekanbaru menemukan ada Rp 1,5 miliar yang tidak dibeli CV PMR. Tiga dokter itu tetap menggunakan nama CV itu tapi membelinya ke PT Orion Tama, PT Pro-Health, dan PT Atra Widya Agung.
Hanya saja, nama CV PMR tetap digunakan untuk proses pencairan, dan dijanjikan mendapat keuntungan sebesar lima persen dari nilai kegiatan. Berdasarkan audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau dinyatakan ada kerugian Rp 420.205.222.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Advertisement
Penjelasan Kejari Pekanbaru
Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru Suripto Irianto membantah pihaknya melakukan kriminalisasi terhadap tiga dokter bedah dalam kasus dugaan korupsi alat kesehatan di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, di Kota Pekanbaru.
"Kita terbuka saja kepada dokter-dokter yang melakukan aksi solidaritas, kita tidak melakukan kriminalisasi tapi nyata-nyata ada perbuatan korupsi di situ," kata Suripto, di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, Selasa (27/11/2018) dilansir Antara.
Namun, ia mengatakan informasi yang menyebar, terutama di media sosial, sudah simpang-siur terkait kasus dugaan korupsi tersebut, sehingga pihaknya perlu memberikan penjelasan lebih rinci tentang kasus tersebut supaya tidak informasi hoaks.
Menurut dia, penahanan ketiga dokter tersebut merupakan bagian dari lima tersangka kasus dugaan korupsi alat kesehatan yang dilimpahkan oleh Polresta Pekanbaru atau tahap II.
Ketiga dokter yang ditahan jaksa itu adalah drg Masrial, dr Kuswan Ambar Pamungkas, dan dr Welli Zulfikar. Dua tersangka lain adalah Yuni Efrianti dari CV Prima Mustika Raya (PMR), dan seorang staf yang bernama Mukhlis.
Suripto menjelaskan, kasus korupsi itu terjadi pada tahun 2012 hingga 2013 ketika CV PMR menjadi perusahaan penyuplai alat kesehatan (alkes) untuk Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di RSUD Arifin Achmad.
Namun, dalam praktiknya, ketiga dokter tersebut malah membeli sendiri dari distributor lain, diserahkan ke manajemen RSUD dengan tagihan uang sebagai pembayaran barang tersebut.
Pembelian alkes oleh ketiga dokter itu seolah-olah melalui CV PMR, tapi harganya sudah digelembungkan (mark up). Padahal, perusahaan itu hanya menyiapkan administrasi saja kemudian menerima uang pencairan pembayaran dari manajemen RSUD dan melalui tersangka Yuni dan Mukhlis, uang tersebut diserahkan kepada tiga dokter tersebut.
Alkes yang dibeli ketiga dokter tersebut macam-macam jenisnya yang mayoritas barang habis sekali pakai. Dari proses pembelian yang terjadi, lanjutnya, CV PMR menerima komisi lima persen.
"Tiga dokter ini malah seperti orang jualan," kata Irianto.
Irianto juga membantah informasi yang beredar luas bahwa ketiga dokter tersebut sebenarnya hanya meminjamkan alat mereka ke RSUD.
Namun karena menerima bayaran, hal itu membuat mereka dijadikan tersangka dugaan korupsi, sehingga kejaksaan dianggap melakukan kriminalisasi.
"Kalau meminjamkan itu sekali dua kali. Tapi ini sampai 187 transaksi. Pantas nggak 187 transaksi kok minjam ya jelas memang dia memanfaatkan itu," katanya.
Permohonan Penangguhan Penahanan
Sementara itu, Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI) Korwil Riau mengimbau seluruh anggotanya di daerah tersebut untuk menghentikan pelayanan operasi elektif atau terjadwal, dan poliklinik terhitung sejak 26 November sampai waktu yang tidak ditentukan.
Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua IKABI Korwil Riau Dr Tondi Maspian sebagai bentuk keprihatinan atas penahanan dua anggotanya dalam kasus korupsi alkes, yakni dr Welli Zulfikar dan dr Kuswan Ambar Pamungkas.
Sedangkan, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Wilayah Riau tetap meminta agar Kejaksaan Negeri Pekanbaru melakukan penangguhan penahanan terhadap anggotanya, yakni drg Masrial yang juga menjadi tersangka kasus itu. PDGI Riau menyatakan tetap menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.
"Yang bersangkutan merupakan dokter ahli bedah mulut yang sampai saat ini tenaganya masih sangat dibutuhkan dalam pelayanan kasus bedah mulut, baik di Kota Pekanbaru maupun di Provinsi Riau, mengingat masih terbatas ahli bedah mulut di Riau," kata Sekretaris PDGI Riau drg Chairul Sahri.
Penangguhan penahanan akan mencegah terjadi penumpukan daftar antrean tindakan bedah mulut di rumah sakit dimana drg Masrial mengabdi. "Yang bersangkutan tidak akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti terkait kasus yang disangkakan kepadanya," ujar Chairul pula.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement