Harga Pertamax Cs Tak Bisa Langsung Turun Mengekor Minyak Dunia

Pertamina akan melakukan kajian bersama pihak Kemente‎rian ESDM selaku regulator yang berwenang, terkait keputusan harga BBM non subsidi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 27 Nov 2018, 14:14 WIB
Petugas mengisi BBM ke kendaraan konsumen di SPBU Abdul Muis, Jakarta. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) tidak bisa‎ langsung menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi, meski harga minyak dunia terus mengalami penurunan.

Sekretaris Perusahaan Pertamina Syahrial Mukhtar mengatakan, sebab penurunan harga minyak dunia tidak bisa langsung diikuti penurunan harga BBM non subsidi karena‎ pembelian tidak dilakukan saat harga sedang turun.

‎"Cuma responnya kan nggak langsung serta merta, biasanya kita pake crude. Kalau crude naik harga minyak naik, crude turun harga minyak turun,‎" kata Syahrial, di Jakarta, Selasa (27/11/2018).

Menurut dia, meski harga BBM‎ non subsidi tidak bisa langsung menyesuaikan dengan harga minyak dunia, tetapi Pertamina akan berinisiatif untuk menyesuaikan dengan harga pasar.

"Jadi harga non subsidi itu nggak usah disuruh pun pasti akan disesuaikan market. Sementara yang kita produksi ini, BBM sekarang crude-nya bukan hari ini," tutur dia.

‎Direktur Pemasaran Ritail Pertamina Mas'ud Khamid menambahkan, untuk menurunkan BBM non subsidi mengikuti perkembangan harga minyak du‎nia, Pertamina masih menunggu sinyal dari pemerintah untuk membahasnya.

Mas'ud mengungkapkan, Pertamina akan melakukan kajian bersama pihak Kemente‎rian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) selaku regulator yang berwenang, terkait keputusan harga BBM non subsidi.

"Ya nanti kajianya bersama. Nunggu kita dipangil, nah baru hasilnya kita kasih tau, kan kita belum tau," tandas Mas'ud.

 


Harga Minyak Rebound ke Level USD 60 per Barel

Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Harga minyak naik hampir 3 persen pada hari Senin (Selasa pagi WIB), berbalik arah (rebound) dari kerugian tajam di pekan lalu. Namun, kenaikan harga minyak dibatasi ketidakpastian atas pertumbuhan ekonomi global dan tanda-tanda lebih lanjut dari peningkatan pasokan minyak, termasuk rekor produksi Arab Saudi.

Dilansir dari Reuters, Selasa (27/11/2018) harga minyak mentah Brent berjangka naik USD 1,68 menjadi USD 60,48 per barel atau naik sekitar 2,9 persen. Sedangkan harga minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI), naik USD 1,21 atau 2,4 persen menjadi USD 51,63 per barel.

Harga minyak pada hari Jumat mencapai titik terendah sejak Oktober 2017 di tengah kekhawatiran melimpahnya pasokan. Harga Brent merosot ke USD 58,41 per barel, sementara WTI jatuh ke USD 50,15 per barel.

"Kami enggan membaca banyak tentang kenaikan harga minyak hari ini mengingat kondisi teknis yang sangat oversold yang hanya membutuhkan reli pasar saham moderat untuk memaksa beberapa short-covering," kata Jim Ritterbusch, Presiden Ritterbusch and Associates, dalam sebuah catatan.

Mendukung harga minyak, pasar saham AS menguat karena Cyber ​​Monday, hari belanja online terbesar tahun ini dimulai. Pergerakan harga minyak mentah berjangka kadang-kadang mengikuti pasar ekuitas.

Kenaikan harga minyak ditopang sejumlah faktor, salah satunya stok minyak mentah pada titik pengiriman untuk WTI di Cushing, Oklahoma, naik hanya 126 barel dari Selasa hingga Jumat, kata para pedagang, mengutip laporan dari firma intelijen pasar Genscape.

Namun, kekhawatiran permintaan dan rekor produksi dari Arab Saudi menahan penguatan harga minyak pada hari Senin.Produksi minyak mentah Saudi mencapai 11,1-11,3 juta barel per hari (bph) pada November, tertinggi sepanjang masa, sebuah sumber industri mengatakan.

Penguatan dolar AS yang telah melemahkan permintaan dalam ekonomi pasar berkembang utama, biaya pinjaman yang lebih tinggi dan ancaman terhadap pertumbuhan global dari sengketa perdagangan antara Amerika Serikat dan China telah mendorong investor keluar dari aset lebih erat selaras dengan ekonomi global, seperti ekuitas atau minyak.

Pelaku pasar melihat ke depan untuk pertemuan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) di Wina pada 6 Desember. Arab Saudi diperkirakan akan mendorong pemotongan produksi hingga 1,4 juta bph oleh OPEC dan sekutunya.

Goldman Sachs (GS.N) mengatakan pada hari Senin pertemuan G20 minggu ini bisa menjadi mendongkrak harga komoditas, mungkin mendorong redanya ketegangan perdagangan AS-China dan menawarkan kejelasan lebih besar pada potensi penguncian minyak OPEC.

Goldman percaya OPEC dan negara-negara lain akan mencapai kesepakatan, yang mengarah ke pemulihan harga Brent."Kami perkirakan Brent berada di level USD 70 per barel pada 2019," menurut catatan Goldman.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya