Liputan6.com, Kiev - Presiden Ukraina, Petro Poroshenko, memperingatkan tentang ancaman "perang skala penuh" dengan Rusia, menyusul ketegangan yang meningkat antara kedua negara terkait penahanan kapal angkatan laut negara tersebut di Selat Kerch.
Poroshenko mengatakan kepada televisi nasional setempat pada hari Selasa: "Saya sejatinya tidak ingin orang lain berpikir ini main-main. Ukraina berada di bawah ancaman perang skala penuh dengan Rusia. "
Dikutip dari The Guardian pada Rabu (28/11/2018), jumlah unit Rusia yang dikerahkan di sepanjang perbatasan dengan Ukraina telah "bertambah secara dramatis", dan jumlah tank negara itu turut dikabarkan meningkat hingga tiga kali lipat.
Baca Juga
Advertisement
Fakta di atas disampailan langsung oleh Poroshenko, dengan mengutip laporan intelijen, namun tidak memberikan skala waktu yang diperkirakan.
Sementara itu, pengadilan Rusia di Semenanjung Krimea telah memerintahkan para pelaut Ukraina, yang ditangkap pada akhir pekan, untuk ditahan selama dua bulan.
Sebanyak 12 dari total 24 pelaut yang ditahan Rusia, diperintahkan untuk menjalani penahanan pra-ajudikasi selama dua bulan. oleh pengadilan di kota Simferopol di Krimea, semenanjung yang dicaplok oleh Rusia pada 2014.
Para pelaut Ukraina menghadapi tuduhan penyeberangan perbatasan Rusia secara ilegal, yang bisa berakibat hukuman hingga enam tahun penjara, menurut seorang penyelidik.
Pasukan perbatasan Rusia menembaki dan menyita tiga kapal Ukraina di selat Kerch, yang memisahkan Krimea dari daratan Rusia, pada hari Minggu. Setidaknya tiga pelaut terluka.
Ukraina mengatakan mereka melakukan perjalanan di perairan bersama di jalur rutin ke Laut Azov, di mana mereka mengklaim berhak untuk patroli di bawah perjanjian bilateral.
Krisis antara kedua negara telah memprovokasi kecaman internasional, yang mengarah pada pembahasan tentang kemungkinan sanksi baru terhadap Rusia.
Simak video pilihan berikut:
DIduga Dipaksa Mengaku oleh Rusia
Interogasi siaran televisi negara Rusia dengan tiga pelaut pada hari Selasa, memunculkan pengakuan, yang menurut pengamat, tampaknya dibuat di bawah tekanan.
"Saya mengakui bahwa tindakan kapal-kapal dengan perangkat militer angkatan laut Ukraina memiliki karakter provokatif," kata salah satu pelaut, yang mengidentifikasi dirinya sebagai Vladimir Lisov. "Saya sedang melaksanakan perintah."
Ukraina mengecam kesaksian tersebut sebagai pengakuan paksa. Menteri luar negeri setempat, Pavlo Klimkin, mengatakan kepada kantor berita Associated Press bahwa ia telah meminta presiden mengajukan masalah ini ke Komite Palang Merah Internasional, untuk mengatur kunjungan ke tahanan terkait, seraya menunggu tanggapan dari Rusia.
Pada Senin malam, pemerintah Ukraina mengumumkan darurat militer di beberapa wilayah perbatasan dan presiden negara itu, Petro Poroshenko, mengatakan ada ancaman "sangat serius" dari invasi darat Rusia.
Dmitry Peskov, seorang juru bicara untuk presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa bahwa insiden itu mungkin memicu kemarahan dalam permusuhan di Ukraina timur.
Rusia telah membangun kehadiran angkatan lautnya dan berusaha untuk membatasi akses Ukraina, sejak menyelesaikan jembatan melintasi Selat Kerch pada bulan Mei.
Di lain pihak, politikus senior dari Jerman, Austria, Polandia, dan Estonia menyerukan kemungkinan sanksi baru oleh Uni Eropa terhadap Rusia, sebagai hukuman atas insiden di Selat Kerch, yang ditakutkan oleh Barat dapat memicu konflik lebih luas.
Sekjen PBB, Antonio Guterres, mendesak Rusia dan Ukraina untuk menggunakan "pengendalian maksimum" dan menghindari eskalasi lebih lanjut, kata juru bicaranya dalam sebuah pernyataan.
Advertisement