Raih Peluang Perang Dagang AS-China, RI Harus Bersaing dengan Malaysia

Potensi menarik investasi seiring adanya perang dagang telah disambut pemerintah dengan mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal.

oleh Merdeka.com diperbarui 28 Nov 2018, 17:00 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (kanan) didampingi Menkeu Sri Mulyani (tengah) dan perwakilan OJK Nurhaida (kiri) saat meluncurkan Paket Kebijakan Ekomomi XVI di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (16/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan perang dagang Amerika Serikat dan China memberikan peluang positif bagi perekonomian global. Hal itu disebabkan investor kedua negara tersebut mulai berpikir untuk merelokasi investasi ke Asia guna menghindari tarif bea yang tinggi.

Hal ini pun menjadi peluang bagi Indonesia untuk bisa menarik investasi langsung asing ke dalam negeri, namun harus bersaing dengan negara lainnya. "Tapi dampak tidak langsung itu belum dijamin kita dapat, karena harus bersaing dengan Vietnam, Thailand, Malaysia, dan India dari relokasi ini," ujarnya di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Potensi menarik investasi ini pun telah disambut pemerintah dengan mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal. Pertama, mempermudah perizinan melalui Online Single Submission. Kedua memberi insentif fiskal yakni tax holiday, PPh final UMKM sebesar 0,5 persen serta super deduction tax.

"Insentif fiskal itu, tax holiday diberikan ke tiga blok sumber besar impor kita. Pertama kelompok besi dan baja, petrochemical, dan industri dasar kimia. Kalau digabungkan ketiganya itu bisa 58 persen impor kita, maka bisa enggak kita undang dia (investor) masuk investasi langsung (sehingga kurangi impor)," jelas Darmin.

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, tanpa disertai pemberian insentif fiskal sulit bagi pemerintah untuk memikat investor asing mau menanamkan dananya di dalam negeri. Strategi semacam ini juga pada umumnya telah digunakan oleh negara-negara lain.

"Sehingga yang kita kalkulasi industri apa saja yang cepat keluar dari China dan AS karena menghadapi perang dagang ini. Tinggal pertarungannya, apakah kita lebih menarik atau tidak dari Vietnam, Thailand, Malaysia, dan India," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 


Perang Dagang Buka Peluang Ekspor Industri Komponen Pesawat RI

Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China masih terus memunculkan sejumlah kekhawatiran terutama di negara berkembang. Kekhawatiran muncul karena kedua negara besar tersebut cenderung tidak mau mengalah dan saling menaikkan tarif impor komoditas.

Pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, perang dagang ini sebenarnya memberi dampak positif bagi Indonesia terutama bagi industri komponen pesawat. Mengingat Indonesia memiliki potensi dalam sektor tersebut.

"Ada juga yang positif misalnya pengangkutan dan komponen pesawat. Jadi dengan adanya perang dagang, ini jadi kesempatan emas untuk dimanfaatkan, apalagi di Batam itu bisa," ujar Enny di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Selain itu, kata Enny, dengan adanya perang dagang ini aliran dana asing atau Foreign Direct Investment (FDI) sebenarnya semakin banyak masuk ke Asia. Oleh karena itu, industri Indonesia diharapkan lebih gesit untuk memanfaatkan peluang ini.

"Jadi dampak negatif dari perang dagang ini lebih sedikit daripada positifnya, tapi masalahnya bagaimana potensi ini bisa dimanfaatkan? Tinggal bagaimana potensi FDI (Foreign Direct Investment) yang sudah ada di Asia, bisa mampir ke Indonesia," paparnya.

Lebih lanjut Enny menjelaskan, dampak peningkatan tarif dari AS terhadap China tidak hanya membawa dampak positif. Tetapi juga memberi beberapa dampak negatif pada beberapa sektor yang bahan bakunya di impor dari Indonesia ke AS dan China.

"Memang ada beberapa sektor yang terpengaruh, misalnya tekstil, benang, pakaian jadi, permadani, itu semua langsung kena dampak negatif," tandasnya.

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya