Liputan6.com, Jakarta Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi kembali meminta pengusaha logistik dan truk untuk mematuhi aturan terkait kapasitas angkut. Hal ini agar pergerakan truk menjadi lebih cepat dan menekan tingkat kemacetan.
Saat ini, truk kelebihan muatan (over dimension dan over load/ODOL) masih banyak yang beroperasi di jalan tol. Kelebihan muatan tersebut membuat kecepatan truk berkurang dan menjadi salah satu sumber kemacetan.
Advertisement
"Berkaitan dengan ODOL. Saya tegaskan ODOL itu muatannya harusnya 20 ton, dia mengangkut 40 ton. Jadi kecepatannya itu turun, dari 60-70 km menjadi 30 km per jam," ujar dia di Jakarta, Rabu (28/11/2018).
Budi menyatakan, pihaknya bukan bermaksud untuk menghambat arus lalu lintas barang dengan meminta pengusaha menaati aturan kapasitas angkut truk. Namun hal ini dilakukan agar truk tidak menjadi biang kemacetan akibat pergerakannya yang lambat.
"Sebenarnya kami tidak menghalangi logistik itu jalan. Hanya yang kami minta mereka menggunakan truk-truk yang benar. Yang kapasitasnya 20 ton kalau lewat ya 10 persen lah kita toleransi. Kita mengharapkan truk-truk itu bisa dengan kecepatan 60 km per jam sehingga tidak menghambat yang lain. Jadi jangan dianggap demi logistik, mereka boleh melakukan kegiatan-kegiatan itu (melebihi kapasitas)," jelas dia.
Meski sebenarnya jumlah truk yang beredar di jalan tol hanya sedikit, jika dibandingkan kendaraan pribadi, namun menurut Budi, lambatnya pergerakan truk menjadi penambah tingkat kemacetan.
"Jumlah truk ODOL itu hanya kurang dari 10 persen dari totalitas. Jadi sedikit. Nah ini saya share kepada masyarakat. Kami tidak ada inisiatif untuk menghalang-halangi pengusaha logistik. Itu berjalan dengan baik. Kalau mereka (kapasitas) 20 ton ya 20 ton. Karena ini memang sangat fatal, 10 persen memacetkan suatu jumlah yang banyak," tandas dia.
Minta Truk Kelebihan Muatan Kena Denda Maksimal, Kemenhub Akan Surati MA
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menyurati Mahkamah Agung (MA) terkait surat edaran untuk memberlakukan denda maksimal sebesar Rp 500 ribu untuk setiap pelanggaran terkait kelebihan dimensi dan kelebihan muatan (overdimension overloading/Odol) yang dilakukan pengemudi truk.
Ini diungkapkan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi seperti mengutip laman Antara, Senin (26/11/2018).
Baca Juga
Dia menuturkan, saat ini tidak semua jembatan timbang memberlakukan denda maksimal sesuai dengan yang tertera di Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
"Jadi, di daerah-daerah tidak semua menerapkan denda maksimal Rp 500.000, rata-rata Rp 200.000. Saya sudah bekerja sama, saya akan membuat surat ke Ketua Mahkamah Agung, sehingga bisa dikeluarkan semacam surat edaran, supaya hakim-hakim menerapkan di semua jembatan timbang hukuman maksimal Rp 500.000," ucap dia.
Ia mengatakan pemberlakuan denda Odol maksimal Rp 500.000 akan berlaku di Desember 2018 atau Januari 2019. Upaya tersebut merupakan salah satu langkah agar para pelanggar jera dan mematuhi aturan.
Pasalnya, sejak dilaksanakan ketentuan untuk kelebihan muatan dan dimensi serta penilangan elektronik (e-tilang), pelanggaran masih terbilang tinggi seperti di Tol Cikarang Utama tercatat sekitar 1.000 pelanggaran dan di Jembatan Timbangan Way Urang sebanyak 1.375 pelanggaran.
Menurut dia, dengan nilai denda maksimal Rp 500.000 sejak UU berlaku, yaitu pada 2019, maka hal itu kurang membuat para pelanggar jera karena nilai tersebut dinilai terlalu ringan dibandingkan dengan keuntungan muatan yang dibawa.
"Kepingin saya sih Rp 1 juta," katanya.
Namun, ucap dia, dalam UU 22/2019, denda maksimal adalah Rp 500.000. Hal itu bisa direvisi apabila UU mengalami perubahan.
"Kalau Prolegnas bisa saja kemungkinan beberapa masukan terkait masalah taksi online dan terkait Odol ini," katanya.
Advertisement