Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jakarta Selatan) Iswahyu Widodo dan Irwan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penanganan perkara perdata yang tengah ditangani.
Selain keduanya, KPK juga menetapkan Panitera Pengganti PN Jakarta Timur Muhammad Ramadhan, seorang advokat bernama Arif Fitrawan serta Martin P Silitonga selaku pihak swasta.
Advertisement
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan lima orang sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Rabu (28/11/2018).
Dua hakim PN Jakarta Selatan dan panitera pengganti PN Jaktim itu diduga menerima suap sebesar Sin$47 ribu dari Martin P Silitonga lewat Arif. Suap terkait gugatan pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM oleh PT APMR. Perkara perdata itu terdaftar dengan Nomor 262/Pdt.G/2018/PN Jaksel.
Gugatan perdata didaftarkan di PN Jakarta Selatan pada 26 Maret 2018, dengan penggugat Isrulah Achmad dan tergugat Williem JV Dongen turut tergugat dalam perkara itu PT APMR dan Thomas Azali.
Sebagai pihak penerima, Iswahyu, Irwan, dan Ramadhan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, selaku pihak pemberi, Arif dan Martin disangka melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Mahkamah Agung Geram
KPK menangkap hakim dan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mahkamah Agung pun mengutuk keras perbuatan oknum hakim yang merusak nama baik lembaga baik internal maupun eksternal.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah mengatakan, pihaknya sudah melakukan pembinaan yang maksimal kepada hakim. Setiap saat, para hakim selalu diingatkan tentang bahaya korupsi. Namun begitu, imbauan itu tidak diindahkan.
"Mahkamah Agung tidak akan memberikan toleransi kepada aparatur yang melakukan tindakan tercela tersebut," kata Abdullah kepada Liputan6.com, Rabu (28/11/2018).
Dia mengutarakan, MA sudah banyak mengeluarkan aturan. Baik dari PERMA bahkan Maklumat dari Ketua.
"Kemudian setiap Senin briefing. Kemudian satu bulan ada pengarahan, pembinaan, tetapi tetap saja melakukan perbuatan yang menjatuhkan citra lembaga," ungkap Abdullah.
Menurut dia, apa yang terjadi ini bukan karena yang bersangkutan merasa kekurangan. Sifat tamak itu telah menutupi integritas hakim.
Advertisement