Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong adanya perbaikan pengendalian internal di Mahkamah Agung usai operasi tangkap tangan dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa 27 November 2018.
Terlebih, ini bukan sekalinya hakim tertangkap tangan KPK menerima suap.
Advertisement
"Kami sudah menggandeng BPKP untuk melakukan audit operasional terhadap beberapa pengadilan yang kami anggap cukup representatif, di mana pengendalian internal seharusnya bisa mencegah tindak pidana korupsi di pengadilan yang umumnya terkait suap, ini yang sebetulnya kami ingin doorong untuk MA bisa memperbaiki diri," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung KPK Jakarta, Rabu 28 November 2018.
KPK sendiri telah menetapkan dua hakim PN Jakarta Selatan yaitu Iswahyu Widodo dan Irwan sebagai tersangka penerima suap bersama panitera Muhammad Ramadhan.
Mereka diduga menerima suap Rp 650 juta dalam bentuk 47 ribu dolar Singapura (sekira Rp 500 juta) dan Rp 150 juta dari advokat Arif Fitrawan dan seorang pihak swasta Martin P Silitonga.
"Persoalannya menurut kami terkait integritas hakim tersebut, secara umum, persoalan integritas. Hakim sudah ada perbaikan kesejahteraan karena untuk jajaran penegak hukum, penghasilan hakim lebih baik dari aparat penegak hukum lain baik kepolisian maupun kejaksaan ini yang kami sayangkan," ujar Alex seperti dilansir Antara.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Reformasi Birokrasi Ternodai
Menurut dia, reformasi birokrasi di lembaga pengadilan, dinodai dengan ulah hakim penerima suap itu.
"Kami terus berkoordinasi dengan jajaran MA ada evaluasi terkait dengan tata kelola di peradilan misalnya akan mengevaluasi prosedur penanganan perkara dengan para pihak itu berinteraksi dengan aparat pengadilan," tambah Alex.
Sementara terkait penerapan hukuman maksimal, baru ada satu hakim yang pernah dituntut seumur hidup dan juga dihukum seumur hidup yaitu mantan hakim konstitusi Akil Mochtar.
Advertisement