Bank Inggris: Brexit Tanpa Nego dengan Eropa Akan Memicu Resesi Ekonomi

Bank sentral Inggris merilis analisis hipotesis skenario tentang Brexit yang tidak berjalan mulus. Hal itu, kata Bank of England, akan memicu resesi.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 29 Nov 2018, 16:02 WIB
Bendera Inggris dan Uni Eropa berkibar berdampingan dengan latar Menara Big Ben di London (AP)

Liputan6.com, London - Bank of England (bank sentral Inggris) memprediksi dalam sebuah skenario bahwa keputusan Inggris untuk melakukan Brexit tanpa adanya kesepakatan atau skema perekonomian yang menguntungkan dengan Uni Eropa (UE) atau entitas lain, akan membuat perekonomian Negeri Britania Raya mengalami resesi.

Dalam skenarionya, Bank of England juga berasumsi bahwa perekonomian Inggris dapat menyusut menjadi 8 persen dan harga perumahan turun hampir sepertiganya, jika Inggris dan UE tak menyepakati periode transisi pasca-Brexit, demikian seperti dikutip dari BBC, Kamis (29/11/2018).

Bank of England juga memperingatkan mata uang pound-sterling bisa turun seperempat.

Analisis skenario bank sentral itu dilakukan setelah Kementerian Keuangan Inggris mengatakan bahwa negaranya akan berada dalam kondisi yang buruk pasca-Brexit, baik dengan negosiasi yang menguntungkan maupun tidak.

Prediksi Bank of England bukan apa yang diharapkan oleh Kantor Perdana Menteri untuk terjadi, tetapi mewakili skenario terburuk, berdasarkan apa yang disebut sebagai proses "Brexit yang kacau" atau tanpa menghasilkan negosiasi akhir yang menguntungkan dengan UE atau negara mitra bisnis lainnya.

Skenario ini terlihat pada periode lima tahun setelah Inggris meninggalkan Uni Eropa.

Tetapi pada akhir tahun 2023, ekonomi diperkirakan akan terus tumbuh.

"Ini adalah skenario. Mereka mengilustrasikan apa yang bisa terjadi belum, tapi tentu apa yang paling mungkin terjadi," kata Gubernur Bank of England Mark Carney seperti dikutip dari BBC.

"Secara keseluruhan, skenario ini menyoroti bahwa dampak Brexit akan bergantung pada arah, besarnya dan kecepatan dari efek berkurangnya keterbukaan ekonomi Inggris," tambahnya.

Bank of England telah membuat sejumlah asumsi tentang skenario "Brexit yang kacau":

  1. Inggris kembali ke aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)
  2. Tidak ada transaksi perdagangan baru yang dilaksanakan pada 2022
  3. Inggris kehilangan semua akses ke perjanjian perdagangan yang ada antara Uni Eropa dan negara ketiga
  4. Gangguan parah di perbatasan karena pemeriksaan pabean
  5. Migrasi turun dari 150.000 menjadi turun 100.000 per tahun

Bank of England tidak memberikan kemungkinan hal itu akan 100 persen terjadi.

Dalam analisis lebih lanjut, skenario yang dibuat oleh Bank of England di atas diasumsikan akan memberikan dampak sebagai berikut:

  1. PDB Inggris akan turun 8 persen pada 2019 terhadap perkiraan saat ini.
  2. Pertumbuhan akan cepat kembali dan ekonomi akan berkembang lagi pada akhir tahun 2023 tetapi menjadi lebih kecil daripada sebelumnya.
  3. Pengangguran akan naik menjadi 7,5 persen, harga rumah turun 30 persen dan harga properti komersial turun 48 persen.
  4. Suku bunga di Inggris akan mencapai 4 persen.

Bank of England juga memperkirakan tiga skenario lain pasca-Brexit:

Brexit yang "mengganggu", di mana Inggris hanya mempertahankan sedikit akses ke beberapa perjanjian perdagangan dengan negara lain. Jika ini terjadi, PDB Inggris turun 3 persen selama lima tahun hingga 2022, harga rumah merosot 14 persen, dan pengangguran mencapai 5,75 persen.

Brexit dengan pengaturan perdagangan yang "dekat". Hubungan yang dekat adalah hubungan tanpa pemeriksaan pabean, serta tidak ada hambatan peraturan dan kesepakatan tentang layanan keuangan. Jika ini yang terjadi, ekonomi Inggris hanya 1 persen lebih kecil dibanding Inggris tetap di UE atau 1,5 persen lebih tinggi --menyesuaikan inflasi terakhir dari Bank of England.

Brexit dengan pengaturan perdagangan yang "tidak dekat". Hubungan yang kurang dekat adalah di mana pemeriksaan serta hambatan pabean dimulai setelah tahun 2021 dan pemeriksaan peraturan lainnya diberlakukan. Jika ini yang terjadi, pertumbuhan ekonomi Inggris bisa turun 3,75 persen lebih rendah dibandingkan saat masiih bertahan di UE atau 0,75% lebih rendah dari perkiraan atas laporan inflasi terakhir.

Angka-angka ini mencakup periode hingga 2023.

 

Simak video pilihan berikut:

 


Kata Politisi Inggris tentang Laporan Bank of England

Perdana Menteri Inggris Theresa May berbicara di hadapan Uni Eropa (AP/Virginia Mayo)

Anggota Parlemen dari Partai Konservatif dan pro-Brexit Jacob Rees-Mogg telah menuduh bahwa skenario yang dipaparkan oleh Bank of England "kurang kredibel".

Berbicara kepada BBC, Rees-Mogg mengatakan "ketakutan" akan Brexit telah menjadi sebuah "histeria" Brexit.

Sementara itu, mantan pemimpin Partai Konservatif dan pro-Brexit, Iain Duncan Smith juga sependapat dengan Rees-Mogg, menyebutnya sebuah laporan untuk menakut-nakuti.

Namun, anggota Parlemen dari Partai Labour yang beroposisi mengatakan: "Bank telah mengonfirmasi apa yang telah dilaporkan oleh pihak independen kepada kami: Brexit tanpa negosiasi yang menguntungkan bisa lebih buruk daripada krisis keuangan 10 tahun lalu, dan negara akan jauh lebih buruk di bawah kesepakatan yang dibuat oleh (Perdana Menteri) Theresa May," katanya.

Gubernur Bank of England Mark Carney mengatakan Bank sedang memantau pasar dan mengindikasikan bahwa mereka siap meminjamkan kepada firma perbankan Inggris jika perlu.

Dia juga mengatakan bahwa bank mungkin diizinkan untuk memiliki kapital lebih sedikit jika risiko menjadi terlalu besar.

Namun dia memperingatkan ada sedikit yang bisa dilakukan oleh Bank Dunia.

"Ada sedikit kebijakan moneter yang dapat dilakukan untuk mengimbangi potensi kerugian yang signifikan terhadap produktivitas dan pasokan yang dapat dihasilkan Brexit ... potensi masa depan ekonomi ini dan implikasinya terhadap lapangan pekerjaan, upah riil dan kekayaan tidak dalam pemberian bank sentral," kata Carney, merujuk pada peranan Bank Dunia bagi Inggris pasca-Brexit.

Bank of England telah mengekspos tujuh pemberi pinjaman utama untuk stress test yang dikatakan dua setengah kali lebih parah daripada skenario Brexit versi bank sentral itu.

Stress test adalah analisis yang dilakukan di bawah hipotetis skenario ekonomi yang tidak menguntungkan, seperti resesi atau krisis keuangan, yang dirancang untuk menentukan apakah bank memiliki cukup modal untuk menahan dampak perkembangan ekonomi yang merugikan.

Semua tujuh pemberi pinjaman --Royal Bank of Scotland, HSBC, Barclays, Lloyds, Standard Chartered, Santander dan Nationwide Building Society-- lulus stress test.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya