Cuaca Ekstrem Jadi Isu Krusial Pemerintah Jepang Jelang Olimpiade Tokyo 2020

Penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020 dibayangi oleh isu cuaca ekstrem. Bagaimana persiapannya?

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 30 Nov 2018, 10:01 WIB
Topan Trami menghantam wilayah barat daya Jepang pada Minggu malam, 30 September 2018 (AP/Ryosuke Uematsu)

Liputan6.com, Tokyo - Ilmuwan cuaca memprediksikan bahwa Jepang akan lebih sering dilanda musim panas berkepanjangan, dan juga topan, dalam beberapa tahun ke depan. Ramalan itu membuat Jepang menaruh perhatian ekstra terhadap penyelenggaraan Olimpiade Tokyo pada 2020 mendatang.

"Ini akan menjadi masalah besar yang berdampak pada banyak hal, termasuk soal anggaran yang telah kami kelola saat ini," kata Toshiro Muto, Ketua Olimpiade Tokyo 2020, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Kamis (29/11/2018).

"Tokyo 2020 menganggap itu sebagai isu utama," kata Muto, menambahkan bahwa penyelenggara dan Komite Olimpiade Internasional (IOC) bekerjasama dalam berbagai cara untuk mengurangi dampak pada atlet dan pengunjung.

Ketua IOC Thomas Bach mengatakan pada Rabu 28 November, bahwa ahli medis mengusulkan langkah-langkah untuk melindungi seluruh orang yang terlibat dan menyaksikan Olimpiade Tokyo 2020.

Ibu kota Jepang tersapu gelombang panas yang mematikan musim panas lalu, di mana meningkatkan kekhawatiran untuk para atlet, terutama kontingen dari kompetisi penuh ketahanan seperti maraton dan balapan.

Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah memindah jadwal start marathon pada pukul 07.00 pagi, guna mendapatkan kondisi yang lebih dingin untuk berlari. Keputusan ini diambil menyusul peringatan media yang menyebut kelembaban tinggi pada musim panas yang menyengat, dapat menyebabkan kematian pada kontingen lari.

Ketika Jepang terakhir menyelenggarakan Olimpiade, pada tahun 1964, Olimpiade diadakan pada bulan Oktober untuk menghindari kelembaban dan panas musim panas yang menyengat di negara itu.

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Persiapan Dilakukan Secara Maksimal

Maskot Olimpiade dan Paralimpik Tokyo 2020, Miraitowa (kiri) dan Someity (kanan) saat debut mereka di Tokyo, Jepang, Minggu (22/7). Pencipta maskot ini adalah Ryo Taniguchi. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Muto mengatakan dia akan mengirimkan data cuaca ke Komite Olimpiade di masing-masing negara peserta untuk membantu atlet mereka mempersiapkan kondisi yang mungkin dihadapi di lapangan.

Berbicara kepada wartawan setelah itu, Muto mengakui bahwa langkah-langkah untuk mengalahkan panas telah meningkatkan tuntutan pada anggaran.

Beberapa pembengkakan dana tersebut mengalir pada proyek pemasangan blokir surya di jalan-jalan menuju setiap stadion resmi Olimpiade Tokyo 2020. Meski begitu, Muto mengaku bahwa panitia Tokyo 2020 mampu melakukan pemotongan di area lain.

Anggaran tambahan Olimpiade Tokyo 2020 "benar-benar ditentukan" tidak boleh melebihi US$ 12,6 miliar, atau setara Rp 180 triliun. Dana sebesar itu digunakan untuk investasi di banyak hal, lebih dari sekedar penyelenggaraan pesta olahraga paling bergengsi di dunia.

"Lebih dari 600 hari ke depan, kami akan menyiapkan segalanya, menjadikan Jepang lebih berkesan dari yang Anda bayangkan," ujar Muto.

Dia menambahkan bahwa pembangunan venue olimpiade terus berlangsung sesuai rencana, dan akan diuji coba tepat waktu sebelum pelaksanaan Olimpiade Tokyo 2020.

Sementara itu, ketua IOC Thomas Bach mengatakan pada Rabu: "Saya tidak ingat kota tuan rumah yang begitu lengkap persiapannya, bahkan lebih dari dua tahun sebelum Olimpiade, selain Tokyo."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya