Liputan6.com, Jakarta - Untuk mendukung penciptaan energi terbarukan, Indonesia bakal memiliki pabrik baterai lithium. Untuk ground breaking-nya sendiri, akan dilakukan pemerintah dalam waktu dekat, dan pabrik ini diklaim menjadi pabrik baterai lithium terbesar di dunia.
Namun, seperti diketahui, Indonesia tidaklah memiliki material lithium, tapi memiliki nikel dan beberapa bahan lainya yang bisa digunakan untuk pembuatan baterai.
Baca Juga
Advertisement
"Kesalahan yang kita lakukan, adalah mengekspor row material. Akhirnya, value yang kita hasilkan sedikit. Kita harapkan, pabrik baterai yang di situ (Indonesia) tidak ekspor materialnya, dan kita bikin baterai di situ," jelas Direktur Pusat Unggulan Iptek Sistem Kontrol Otomotif Institut Sepuluh Nopember (ITS), Muhammad Nur Yuniarto, saat berbincang dengan Liputan6.com, beberapa waktu lalu.
Lanjut pria yang akrab disapa Mas Nur ini juga menyinggung terkait material pembuatan baterai yang ada di Indonesia. Jika memang tidak memiliki lithium, gunakan material yang memang ada di Tanah Air, agar tidak ada lagi ekspor bahan baku seperti yang terjadi di industri otomotif sebelumnya.
"Banyak material yang bisa digunakan, seperti baterai yang dipakai untuk alat pendengaran. Memang tidak bisa dimatikan, tapi itu kan riset yang harus dimasukan. Kita juga punya grafin, dan sangat luar biasa sekali. harusnya lari ke situ," tegasnya.
Saksikan Juga Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
Sementara itu, dari bahan yang disebutkan tersebut, belum ada satupun yang digunakan.
Meskipun begitu, memang sudah ada beberapa riset dari Universitas di Indonesia, dan meskipun baru sebatas lab, itu yang harus diperhatikan oleh pemerintah.
"Masih bisa kita kuasai teknologi baterai, kalau nanti berubah ke kendaraan listrik, katakanlah, jangan mengulang sejarah. Kalau baterai kita impor, semua kita impor, sama saja seperti keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. Yang kita inginkan perubahan, karena kita ingin jadi tuan rumah di negara sendiri," pungkasnya.
Advertisement