Sikap PSI Tolak Aplikasi Smart Pakem Dinilai Tepat

Bonar menilai, tak hanya aplikasi Pakem yang harus ditolak. Kewenangan Kejaksaan untuk mengawasi aliran kepercayaan sudah saatnya dihilangkan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 29 Nov 2018, 19:38 WIB
Pegiat media sosial Guntur Romli bergabung ke PSI (Liputan6.com/ Putu Merta Surya Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naitupospos menilai langkah Partai Solidaritas Indonesia tepat menolak Aplikasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) yang diluncurkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Sikapnya itu berarti menghargai keyakinan setiap warga negara.

"Sikap sejumlah LSM dan PSI, saya pikir adalah sikap yang menghargai hak keyakinan setiap warganegara dan tidak menginginkan negara melakukan intervensi terlalu jauh dalam soal keyakinan dan tafsir keagamaan mana yang benar dan tidak benar," ujar Bonar kepada wartawan, Kamis (29/11).

"Posisi yang sebetulnya juga sama dengan apa yang telah lama disuarakan oleh Setara Institute," imbuh dia.

Bonar menilai, tak cuma aplikasi Pakem yang harus ditolak. Kewenangan Kejaksaan untuk mengawasi aliran kepercayaan sudah saatnya dihilangkan.

"Saya tidak lihat bukan hanya sekadar aplikasi itu, tetapi kewenangan Kejaksaan yang mengkoordinir badan yang disebut Bakorpakem, badan koordinasi pengawas aliran kepercayaan masyarakat, sudah saatnya dihapus," jelas Bonar.

Sebab menurutnya, negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak warga negara untuk menganut keyakinan. Bonar menambahkan, negara tak bisa menilai apakah aliran keagamaan dan kepercayaan itu sesat atau tidak.

"Negara berkewajiban untuk melindungi hak setiap warga negara untuk bebas menjalankan keyakinannya. Negara tidak bisa menentukan dan mengintervensi mana agama atau kepercayaan yang sesat dan menyimpang," pungkasnya.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:


Dinilai Diskriminatif

Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sebelumnya meluncurkan aplikasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM). Aplikasi ini pun ditentang Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Partai Solidaritas Indonesia karena dianggap berpotensi mendiskriminasi penganut kepercayaan.

Jubir PSI Guntur Romli mengatakan, soal aliran kepercayaan masyarakat harus dikedepankan dialog bukan penghakiman. Pasalnya terjadi diskriminasi terhadap mereka yang menganut aliran kepercayaan masyarakat.

"Hasil pengawasan terhadap aliran kepercayaan masyarakat telah dijadikan sebagai dalih persekusi oleh kelompok-kelompok garis keras untuk melakukan penghakiman dan persekusi yang merupakan tindakan melanggar hukum," kata Guntur.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya