Liputan6.com, Hunan - Aneh tapi nyata, setelah sekian lama, seorang wanita di China baru menyadari bahwa dirinya adalah pria. Hal itu diketahuinya usai menjalani serangkaian pemeriksaan medis, demikian seperti dilaporkan China Press.
Sebagaimana diberitakan oleh Asia One, Jumat (30/11/2018), wanita dari Hunan ini awalnya mengeluh kepada dokter bahwa dirinya tak kunjung hamil pascamenikah selama setahun. Ia pun disarankan untuk melakukan pemeriksaan medis menyeluruh.
Advertisement
Lalu ia terkejut dengan hasilnya: ternyata seorang pria.
Pria 26 tahun itu memiliki tubuh dan penampilan serupa wanita, tetapi laporan medis menunjukkan bahwa dia secara ilmiah adalah pria.
Meskipun ia diakui secara sosial sebagai perempuan, ia tak menyadari sebenarnya ada testis tersembunyi dalam tubuhnya. Itu akibat perkembangan gonad (kelenjar kelamin) yang tidak lengkap dan dianggap sebagai kelainan seksual.
Saksikan juga video berikut ini:
Menjadi Pria...
Sementara itu, alih-alih merindukan rambut panjang seperti gadis-gadis lain, remaja Afghanistan ini justru berlaku sebaliknya. Ia menyamar sebagai bocah lelaki selama lebih dari satu dekade, dipaksa oleh orang tuanya untuk menjadi seorang anak laki-laki yang tak pernah mereka miliki.
Seperti dikutip dari Asia One, Senin 23 April 2018, Sitara Wafadar tinggal bersama lima saudara perempuannya. Ia hidup sebagai laki-laki yang dikenal dengan sebutan bacha poshi, yang dalam bahasa Dari merujuk pada seorang gadis berpakaian seperti anak laki-laki.
Dengan menjadi Bacha Poshi, memungkinkan Sitara dengan aman melakukan tugas-tugas seorang anak lelaki di negara patriarkal.
Perempuan berusia 18 tahun yang tinggal bersama keluarga miskin di sebuah rumah terbuat dari bata lumpur di desa Provinsi Nangarhar, Afghanistan timur, itu telah berpura-pura menjadi anak laki-laki di sebagian besar masa hidupnya.
Setiap pagi, Sitara mengenakan kemeja longgar dan celana panjang dipadu sandal jepit yang biasanya dikenakan oleh pria Afganistan. Kadang-kadang dia menutupi rambut cokelat pendeknya dengan syal dan memperberat suaranya, demi menyembunyikan jenis kelamin aslinya.
"Saya tidak pernah berpikir bahwa saya seorang perempuan," kata Sitara kepada AFP di pabrik batu bata di mana dia dan ayahnya yang sudah lanjut usia bekerja enam hari seminggu sebagai buruh terikat -- untuk membayar kembali uang yang mereka pinjam dari pemilik-- dan memberi makan keluarga.
"Ayah saya selalu mengatakan 'Sitara seperti putra tertuaku'. Kadang-kadang ... Saya menghadiri pemakaman sebagai putra sulungnya" - sesuatu yang dia tidak akan pernah diizinkan untuk dilakukan sebagai seorang gadis."
Bacha poshi memiliki sejarah panjang di Afghanistan yang sangat konservatif, di mana anak laki-laki lebih dihargai daripada anak perempuan yang lebih sering dikurung di rumah.
Biasanya keluarga yang tak memiliki ahli waris laki-laki kerap memperlakukan anak perempuan seperti laki-laki, sehingga dapat melaksanakan tugas tanpa dilecehkan.
Lainnya, beberapa perempuan sengaja menjadi anak laki-laki agar dapat menikmati kebebasan yang dirasakan oleh rekan pria di Afghanistan -- sebuah negara yang memperlakukan wanita sebagai warga kelas dua.
Sebagian besar bacha poshi umumnya berhenti berpakaian sebagai seorang anak laki-laki setelah mencapai pubertas. Tapi tak demikian dengan Sitara yang hingga kini masih mengenakan pakaian laki-laki "untuk melindungi diri sendiri" di tempat pembakaran bata.
"Ketika aku bekerja, umumnya orang tak menyadari bahwa aku seorang perempuan," tutur Sitara.
"Jika mereka menyadari seorang perempuan berusia 18 tahun bekerja dari pagi hingga malam di pabrik batu bata, maka saya akan menghadapi banyak masalah. Aku bahkan bisa diculik."
Advertisement