Menlu Korea Utara Belajar Reformasi Ekonomi ke Vietnam

Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong-ho mengadakan kunjungan resmi untuk belajar reformasi ekonomi ke Vietnam.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 01 Des 2018, 09:31 WIB
Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong-ho (AFP)

Liputan6.com, Hanoi - Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Yong-ho, memulai kunjungan resmi ke Vietnam pada hari Jumat, untuk belajar reformasi ekonomi dari negara satu partai itu pascaperang melawan Amerika Serikat (AS).

Menlu Ri mengaku kagum dengan perkembangan Vietnam sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia.

Dikutip dari The Straits Times pada Jumat (30/11/2018), Ri Yong-ho dikabarkan akan bertemu dengan para pemimpin Vietnam di Hanoi, serta mengunjungi zona industri berteknologi tinggi, dan bertukar ilmu dengan para ahli pertanian setempat.

Korea Utara, dengan ekonomi yang telah lama dilumpuhkan oleh sanksi luas di tingkat internasional, berusaha untuk belajar tentang reformasi ekonomi "doi moi", yang dikenalkan oleh pemerintah Vietnam pada 1980-an, lapor kantor berita nasional Korea Selatan Yonhap.

Perekonomian Vietnam berkembang pesat karena merangkul reformasi pasar, membuka pintu bagi investasi asing dan mengakui kesepakatan perdagangan bebas.

Saat ini, Vitenam diketahui memiliki pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) mencapai lima persen, yang merupakan tertinggi selama satu dekade terakhir.

Hal itu dilakukan dengan tetap mempertahankan konsep negara satu partai, yang melakukan kontrol pemerintahan terpusat dan sedikit memberi toleransi pada perbedaan pendapat. Menurut banyak pengamat, ini merupakan contoh yang ideal bagi Korea Utara.

Beberapa pengamat juga mengklaim bahwa kunjungan Menlu Ri merupakan bentuk pencarian misi diplomatik Korea Utara, menyusul serangkaian pertemuan oleh negara itu yang dilakukan dengan Korea Selatan dan AS.

"Korea Utara menggunakan periode ini untuk tidak menguji (senjata nuklirnya) dalam upaya memulihkan hubungan eksternal, guna meraih atensi terhormat dari komunitas internasional," kata Dr Thayer, profesor politik emeritus di University of New South Wales di Canberra.

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Tidak Ingin Selalu Bergantung pada China

Warga menonton berita yang menyiarkan kunjungan kejutan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un ke China di Seoul Railway Station, Korea Selatan, Rabu (28/3). Ini merupakan lawatan pertama Kim Jong-un sejak menjabat pada 2011. (AP Photo/Lee Jin-man)

Menlu Ri diektahui telah mengunjungi Iran, Rusia, China, Turkmenistan, dan Azerbaijan di sepanjang tahun ini.

Namun, khusus untuk kunjungan resminya ke Vietnam, banyak pihak menduga sebagai masukan mitranya dari Amerika Serikat, Mike Pompeo, yang telah mengunjungi Pyongyang sebanyak tiga kali.

Sumber diplomatik di Hanoi mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa Ri dijadwalkan mengunjungi taman teknologi dekat pusat kota, dan bertemu dengan para ahli dari Akademi Ilmu Pengetahuan Pertanian Vietnam.

Dia juga akan bertemu dengan mitranya dari Vietnam, Pham Binh Minh dan Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc, sesuai dengan jadwal resminya.

Kunjungan itu bisa menjadi tanda bahwa Pyongyang tidak ingin selalu bergantung pada China, yang telah mnejadi mitra dagang terbesar dan salah satu sekutu terdekatnya.

"Mereka ingin memperluas hubungan ekonomi dengan negara lain dan tidak sepenuhnya bergantung pada China," kata Dr Kevin Gray, profesor hubungan internasional di University of Sussex.

Vietnam dan Korea Utara mulai menjalin hubungan diplomatik pada 1950, dan terus terjalin erat hingga saat ini. Hanya saja, intenitas komunikasinya sedikit terhambat oleh masih berlakunya beberapa sanksi terhadap gerak ekonomi Pyongyang dengan negata lain.

Saat ini, ekspor Vietnam ke Korea Utara tercatat mencapai nilai US$ 7,3 juta (setara Rp 104 miliar) per tahun, yang didominasi oleh produk makanan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya