Menunggu Kelanjutan Kasus Dugaan Korupsi Dana Kemah

Gelar perkara dugaan korupsi dana kemah dan apel itu akan dilakukan bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Des 2018, 05:07 WIB
Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya belum menetapkan satupun tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana kemah dan apel Pemuda Islam Indonesia yang diinisiasi oleh Kemenpora RI pada 2017. Untuk menetapkan kelanjutan soal kasus ini, penyidik akan melakukan gelar perkara pekan ini.

Gelar perkara dugaan korupsi dana kemah dan apel itu akan dilakukan bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Saya akan gelar dulu dengan BPK, expose hasil pelaksanaan penyidikan yang sudah kita lakukan. Minggu depan," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Adi Deriyan, ketika dihubungi, Jakarta, Jumat 30 November 2018.

Menurut dia, dengan gelar perkara itu akan diketahui kerugian negara akibat dugaan korupsi dana kemah dan apel tersebut.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Mark Up

Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Polda Metro Jaya tengah mengusut dugaan korupsi terkait pelaksanaan kemah dan apel Pemuda Islam Indonesia yang diinisiasi Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Namun, polisi membantah, mempermasalahkan soal kegiatannya dalam dugaan rasuah ini.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, dalam kasus tersebut, polisi menyelidiki dugaan penyalahgunaan anggaran negara.

"Polri tidak mempermasalahkan mengenai perkemahan pemuda, Kemenpora. Penggunaan anggaran negara Kemenpora dilaksanakan dengan benar tidak masalah," kata Argo di Polda Metro Jaya, Sabtu (24/11/2018).

"Yang menjadi masalah apabila LPJ tidak dipertanggungjawabkan dengan benar sesuai aturan," sambung dia.

Atas dugaan itu, penyidik memanggil saksi-saksi dan mengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkapkannya.

"Maka dalam laporan kegiatan perkemahan Kemenpora tahun 2017 diduga di-mark up dan berpotensi merugikan keuangan negara," ungkap Argo.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya