PNS Prancis yang Dituduh Jadi Mata-Mata Korut, Spion atau Sekadar Antusias?

Diduga sebagai agen mata-mata untuk Korea Utara, PNS Prancis ini telah dijatuhi tiga dakwaan pidana.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 03 Des 2018, 17:01 WIB
Bendera Korea Utara (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Paris - Pegawai negeri sipil Prancis, Benoit Quennedey, pada 29 November 2018, telah dijatuhi tiga dakwaan pidana oleh otoritas hukum setempat setelah dirinya dicurigai bertindak sebagai sebagai mata-mata untuk Korea Utara.

Dakwaan itu dialamatkan kepadanya empat hari setelah dirinya ditangkap oleh petugas Dinas Intelijen Domestik Prancis (DGSI) pada 25 November 2018, demikian seperti dikutip dari France24, Senin (3/12/2018).

Quennedey, seorang pegawai administrasi di Kantor Senat Prancis yang juga menjabat sebagai bos Asosiasi Persahabatan Franco-Korea atau Franco-Korean Friendship Association (AAFC) diduga menggunakan posisinya itu untuk memata-matai Prancis atas nama Korea Utara.

Setelah empat hari diinterogasi, ia dimasukkan ke dalam penyidikan resmi pada hari Kamis, 29 November 2018 untuk tiga dakwaan: memberikan informasi kepada pihak asing, mengumpulkan informasi dengan maksud menyampaikannya kepada pihak asing dan melakukan spionase untuk pihak asing.

Spion atau Sekadar Antusias Soal Korea Utara?

Benoit Quennedey telah mendalami berbagai hal seputar Korea Utara, sejak 1990-an, ketika dia masih menjadi mahasiswa di Sciences Po University dan National School of Administration (ENA). Quennedey menemukan dirinya tertarik pada budaya negara itu, sejarahnya yang kompleks, dan isolasi politiknya.

Pegawai negeri Prancis,Benoit Quennedey, yang diduga menjadi mata-mata untuk Korea Utara (AFP PHOTO)

Ketertarikannya dengan Korea Utara sejatinya bukan hal yang rahasia. Ia telah lama bersuara mendukung redanya ketegangan Korea Utara dengan Prancis, mengingat Negeri Mode tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara despotis itu.

Ia juga terang-terangan bergabung AAFC pada awal 2000-an, hingga kemudian menjadi ketuanya.

Quennedey juga secara ekstensif menulis buku tentang Korea Utara, termasuk salah satunya yang terbit pada 2017 berjudul "La Corée du Nord, cette inconnue (North Korea: The Unknown)". Pada tahun yang sama, dia memuji masyarakat Korea Utara, menggambarkannya sebagai "model negara berkembang", dalam sebuah video yang di-posting online.

Selama bertahun-tahun, Quennedey telah mengunjungi Korea Utara dalam delapan kesempatan, terakhir pada bulan September untuk menandai ulang tahun ke 70 Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK)--nama resmi Korea Utara.

Badan intelijen domestik Prancis (DGSI) pun percaya bahwa minat Quennedey terhadap negara itu tak sepenuhnya berbahaya.

Posisinya di badan administrasi Senat Prancis dan jabatan ketua di AAFC juga dianggap tak signifikan untuk mendukung tugasnya sebagai seorang mata-mata--jika ia terbukti demikian--kata DGSI.

Meski demikian, DGSI menilai bahwa posisinya di badan administrasi Senat Prancis memberikan akses yang cukup substansial dalam perannya sebagai terduga spion.

Setelah penangkapannya pekan lalu, para penyelidik telah menggeledah kantor dan kediamannya di Paris, serta kamarnya di rumah orang tuanya di Dijon. Dari hasil penggeledahan dan penyelidikan, aparat meyakini Quennedey memiliki akses ke informasi keamanan rahasia, informasi tentang bagian dalam pemerintahan dan kehidupan sehari-hari pejabat terpilih.

Quennedey diduga memberikan informasi itu kepada Korea Utara, kata otoritas.

Penyelidikan atas kasus Quennedey telah dimulai sejak Maret 2018. Ia diperkirakan akan menghadap ke persidangan tahun depan.

Selama menjalani proses hukum, Quennedey telah diberikan masa percobaan dengan syarat bahwa ia tetap di Prancis dan menghentikan pekerjaannya di Senat, di mana ia telah dipekerjakan sejak tahun 2003. Awal pekan ini, Senat mengumumkan bahwa ia "sementara" ditangguhkan dari jabatannya.

 

Simak video pilihan berikut:


Keluarga: Dia bukan siapa-siapa

Gambar bendera Korea Utara yang ditampilkan di puncak hotel Ryugyong di kota Pyongyang, Korea Utara (9/4). (AFP Photo/Ed Jones)

Teman-teman dan keluarga Benoit Quennedey telah menyatakan terkejut karena penangkapannya dan tidak percaya dia bisa diduga berkhianat kepada negara.

"Anak saya tidak berkeliaran dengan rahasia negara di dalam kopernya. Dia tidak akan menyelesaikan masalah diplomatik apa pun dari posisinya yang kecil. Dia bukan siapa-siapa dalam urusan ini," kata ayahnya, Andre Quennedey, kepada surat kabar Prancis Le Parisien dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada hari Kamis pekan lalu.

Mengikuti berita penangkapan Quennedey pada hari Senin pekan lalu, sekelompok teman mem-posting video online yang menyerukan pembebasannya segera. Di dalamnya, mereka menggambarkannya sebagai individu "progresif" dan "luar biasa", yang kebetulan menyimpan cinta yang mendalam untuk Korea Utara.

"Dia adalah seseorang yang sangat menarik untuk didengarkan. Korea adalah subjeknya, dia sangat bersemangat tentang itu. Saya pergi ke rumahnya sekali dan dia memiliki seluruh rak buku buku Korea. Dia jatuh cinta dengan negara itu," kata Aymeric Monville, editor buku Quennedey.

Patrick Kuentzmann, yang bekerja bersama Quennedey di AAFC, menggemakan hal senada.

"Benoit (Quennedey) adalah seseorang yang dapat dikritik karena banyak hal --saya akan menjadi yang pertama melakukannya-- tetapi tentu saja dia tidak mengkhianati negara," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya