Liputan6.com, Pandeglang - Masyarakat Kecamatan Sumur, yang masuk ke dalam lingkup Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), mengecam tragedi perburuan liar tiga rusa Timor, di kawasan hutan lindung tersebut.
Karena sudah jelas, berburu di dalam hutan lindung, telah diatur dan dilarang dalam undang-undang yang sudah diketahui masyarakat awam sekalipun.
Advertisement
"Masyarakat Ujung Kulon yang ngambil burung di kawasan jika ketahuan itu bisa ditembak oleh petugas. Nah ini nembak rusa, apakah ditembak juga? Atau dihukum dengan setimpal?" Kata Dandy, warga Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang kepada Liputan6.com, Senin (3/12/2018)
Setali tiga uang, Hudan, pegiat pariwisata sekaligus ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sumur pun menyayangkan perburuan liar di hutan lindung yang telah di akui oleh UNESCO tersebut.
Dia meminta, seluruh pihak untuk menjaga kelestarian alam dan ekosistem yang ada di dalam Taman Nasional Ujung Kulon sebagai warisan dunia. Karena di dalamnya, hidup badak bercula satu yang dilindungi.
"Kurang di fungsikannya pemandu lokal bagi pengunjung. Sehingga kontrol aktivitas pengunjung tidak terpantau. Terlebih pekerja Taman Nasional Ujung Kulon terbatas jumlahnya," ungkap Hudan.
Sementara itu, pihak kepolisian yang dikonfirmasi Liputan6.com mengatakan, dari 11 orang pemburu hanya ada delapan orang yang diserahkan oleh pihak Balai Taman Nasional Ujung Kulon.
Para pemburu ilegal itu diserahkan ke Polres Pandeglang, pada Minggu, 2 Desember 2018, sekitar pukul 07.00 WIB.
"Kemarin kami menerima ada orang yang di duga melakukan perburuan liar. Dari kepala TNUK, melimpahkan kepada kami, ada delapan orang dan barang bukti yang di duga pemburu liar," kata AKBP Indra Lutrianto, Kapolres Pandeglang saat dikonfirmasi. Penanganan semua terduga kini telah dilimpahkan ke Polda Banten.
"Saat ini penahanannya kami limpahkan ke Polda Banten. (Oknum polisi) itu biar ke Polda saja. Informasinya masih ada tiga orang (pemburu liar) di Panaitan," ungkap Indra menambahkan.
Simak juga video pilihan berikut ini: