Perusahaan Teknologi Israel Ini Menghalangi Penyelidikan Kasus Jamal Khashoggi?

Sebuah perusahaan teknologi asal Israel dituding menghalangi upaya mengusut tuntas kasus pembunuhan Jamal Khashoggi.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 04 Des 2018, 13:02 WIB
Foto Jamal Khashoggi, wartawan Arab Saudi yang dibunuh di Istanbul (AP/Jacquelyn Martin)

Liputan6.com, Tel Aviv - Salah seorang yang mengaku kenal dekat dengan mendiang Jamal Khashoggi, Omar Abdulaziz, menuduh perusahaan teknologi pengawasan telepon asal Israel, NSO Group, berperan dalam menghambat penyelidikan kasus pembunuhan wartawan The Washington Post itu.

Dalam gugatan yang diajukan di pengadilan Israel, Abdulaziz, seorang kritikus online terhadap kerajaan Saudi yang kini tinggal di pengasingan di Kanada, mengatakan bahwa komunikasinya dengan mendiang Jamal Khashoggi dipantau via perangkat lunak lansiran NSO Group.

Dikutip dari ABC News pada Selasa (4/12/2018), Abdulaziz mengatakan dia mengklik tautan yang dikirim ke teleponnya pada Juni 2018, di mana hal itu kemudian mengekspos kegiatan komunikasinya ke otoritas Saudi.

Gugatan itu mengatakan Abdulaziz menghadapi peningkatan pelecehan oleh otoritas Riyadh setelah dia mengklik tautan terkait, termasuk penahanan anggota keluarganya di Arab Saudi.

Abdulaziz juga percaya bahwa kerja samanya dengan Khashoggi adalah "faktor penting" dalam pembunuhan jurnalis tersebut. Keduanya, bersama beberapa pihak, dikabarkan tengah mengerjakan proyek yang akan menelanjangi kebijakan pro-monarki Saudi.

Alaa Mahajna, seorang pengacara pihak Jamal Khashoggi, mengatakan gugatan itu menuduh bahwa NSO menjual teknologi kepada "negara-negara diktator" seperti Arab Saudi, untuk memata-matai jurnalis dan aktivis hak asasi manusia.

"Gugatan membuktikan bahwa dengan menggunakan teknologi ini, Arab Saudi berhasil memantau sebagian besar kegiatan Jamal Khashoggi dan interaksinya dengan Omar Abdulaziz," katanya.

Gugatan itu mengatakan Abdulaziz diberitahu bahwa ponselnya dikompromikan oleh pengawas internet Citizen Lab. Ini mengutip laporan berita dan sumber lain yang mengklaim bahwa NSO Group menjual teknologi pengawasan seluler ke Arab Sausi pada 2017 seharga US$ 55 juta, atau setara Rp 785 miliar.

Abdulaziz menuntut "dampak kerusakan" yang dialaminya berupa ganti rugi senilai US$ 160.000 (setara Rp 2,2 miliar), dan desakan untuk melarang NSO Group kembali menjual teknologinya ke Arab Saudi.

Di lain pihak, NSO Group mengatakan bahwa gugatan yang diajukan Abdulaziz "sepenuhnya tidak berdasar."

Mereka mengklaim gugatan itu didasarkan pada "kliping pers" yang tidak akurat dan menunjukkan "tidak ada bukti bahwa teknologi perusahaan digunakan (secara negatif)."

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Teknologi Favorit Pihak Berwenang

Bendera Israel berkibar di dekat Gerbang Jaffa di Kota Tua Yerusalem (20/3). Gerbang Jaffa adalah sebuah portal yang dibuat dari batu yang berada dalam deret tembok bersejarah Kota Lama Yerusalem. (AFP Photo/Thomas Coex)

Sebelumnya, NSO Group telah menghadapi beberapa klaim serupa di masa lalu, bahwa produknya digunakan untuk menghambat perbedaan pendapat di negara lain.

Tetapi dugaan hubungan dengan pembunuhan Khashoggi adalah kasus yang paling menonjol hingga saat ini, menarik perhatian baru pada praktik bisnis perusahaan yang bersifat rahasia, dan pengawasan pemerintah Israel terhadap kontraktor pertahanan swasta.

Teknologi pengawasan komunikasi ponsel oleh NSO Group kian menjadi teknologi favorit bagi pihak berwenang yang berusaha menghancurkan perbedaan pendapat di Timur Tengah dan Amerika Latin.

Perangkat lunak perusahaan Israel itu adalah bagian dari keluarga besar malware, yang memungkinkan mata-mata untuk mengambil remote control telepon dari mana saja di dunia, dan mengubah perangkat di kantong target menjadi alat pengawasan yang kuat.

Perusahaan itu mengatakan bahwa produknya "dilisensikan untuk penggunaan tunggal oleh pemerintah dan lembaga penegak hukum secara sah, untuk melawan terorisme dan kejahatan di era modern."

Saat ini, kendali NSO Group telah dijual pada tahun 2014 seharga US$ 130 juta (setara Rp 186 miliar) kepada perusahaan ekuitas swasta AS, Francisco Partners. Perusahaan tersebut, kini mempekerjakan sekitar 600 orang dan diyakini bernilai lebih dari US$ 1 miliar.

NSO Group juga diketahui jarang berbicara kepada media, dan tidak secara terbuka mengidentifikasi pelanggannya, serta bahkan tidak memiliki situs web.

Tetapi seseorang yang akrab dengan NSO mengatakan bahwa perusahaan terus mengawasi ketat penjualannya. Dia mengatakan perusahaan tidak akan melakukan bisnis dengan 21 negara, termasuk Rusia, China dan Turki, serta banyak lainnya, yang telah diblokir oleh Kementerian Pertahanan Israel.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya