Liputan6.com, Jakarta - Lion Air Indonesia tengah mengkaji untuk tidak melanjutkan perjanjian jual beli pesawat dengan Boeing Co. Menurut sumber Reuters, rencana ini muncul karena Lion Air melihat bahwa Boeing terkesan tidak bertanggungjawab atas kecelakaan pesawat 737 yang menewaskan 189 orang para akhir Oktober 2018.
Dikutip dari Reuters, Rabu (5/12/2018), Pendiri Lion Air Indonesia Rusdi Kirana sangat marah karena ia melihat Boeing terkesan menyalahkan Lion Air atas kecelakaan tersebut. Padahal yang sebenarnya yang terjadi adalah Boeing mengubah desain pesawat.
Menurut sumber yang mengetahui hal tersebut, Rusdi Kirana tengah melihat kemungkinan untuk membatalkan pesanan yang tersisa dari Boeing. Sumber lain mengatakan hal yang sama. Lion Air berencana untuk tidak meneruskan perjanjian kerja sama.
Baca Juga
Advertisement
Namun memang, sejauh ini belum ada keputusan bulat mengenai rencana pembatalan pesanan tersebut.
Untuk diketahui, saat ini Lion Air tengah menunggu datangnya 190 pesawat Boeing yang telah dipesan dengan nilai perjanjian mencapai USD 22 miliar. Dengan pemesanan ini, Lion Air merupakan pelanggan luar negeri terbesar Boeing.
Sejauh ini, pihak Lion Air menolak untuk berkomentar. Sedangkan juru bicara Boeing mengatakan bahwa saat ini proses investigasi tengah berlangsung dan perusahaan sangat menghormati proses tersebut.
"Boeing juga terus mendukung pelanggan untuk melalui masa-masa yang sangat sulit," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
KNKT Sebut AOA yang Dipakai Lion Air Hanya Diperbaiki, Tidak Diganti
Sebelumnya,Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo sempat menyatakan bahwa pesawat Boeing 737 yang digunakan oleh maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan PK-LQP yang jatuh di perairan Karawang sudah tidak layak terbang sejak penerbangan sebelumnya, dengan rute Denpasar-Jakarta. Pihak Lion Air pun menilai pernyataan KNKT itu tendensius dan akan membawa kasus ini ke jalur hukum.
Atas reaksi Lion Air, Nurcahyo mengklarifikasi pernyataannya. Ia menjelaskan, menurut peraturan di Indonesia, pesawat dinyatakan laik terbang jika Aircraft Flight Maintenance Log (AFML) telah ditandatangani engineer (releaseman). Setelah pesawat mendarat, pilot melaporkan adanya gangguan pada pesawat, engineer telah melakukan perbaikan dan pengujian.
BACA JUGA
"Lalu, setelah hasil pengujian menunjukkan hasil baik maka AFML ditandatangani oleh releaseman dan pesawat dinyatakan laik terbang," kata Nurcahyo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/11/2018).
Salah satu kondisi yang menyebabkan kelaikudaraan (airworthiness), sambung dia, berakhir apabila pada saat terbang pesawat mengalami gangguan. Keputusan untuk melanjutkan terbang atau segera mendarat ada di tangan pilot in command (Captain).
"Dengan demikian disampaikan bahwa pesawat Lion Air Boeing B 737-8 (MAX) registrasi PK-LQP dalam kondisi laik terbang saat berangkat dari Denpasar Bali dengan nomor penerbangan JT 043, maupun pada saat berangkat dari Jakarta dengan nomor penerbangan JT 610," ungkap Nurcahyo.
Advertisement