Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan beleid terbaru terkait pengaturan tarif pungutan ekspor Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) atas ekspor kelapa sawit, minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.
Dalam baleid bernomor 152/PMK.05/2018, pemerintah memutuskan membebaskan (USD 0/ton) seluruh tarif pungutan ekspor apa bila harga CPO internasional berada di bawah USD 570 per ton. Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan pada 4 Desember 2018.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, keputusan ini diterbitkan setelah berkooordinasi dengan Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution. Pertimbangan dengan melihat situasi harga kelapa sawit global saat ini yang mulai turun.
Baca Juga
Advertisement
"Sesuai dengan rapat di tempatnya Pak Menko mengenai situasi harga CPO sekarang ini dilakukan satu kebijakan di mana dengan tingkat harga yang di bawah USD 570 maka pungutan untuk BLU CPO dan turunannya itu dilakukan keputusan dengan tarif 0," ujar dia di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (5/12).
Sri Mulyani menambahkan, ke depan aturan ini dapat berubah sesuai dengan kondisi harga CPO global. Perubahannya akan dituangkan kembali dalam Peraturan Menteri Keuangan.
"Kalau ada perubahan kenaikan harga lagi maka tarif akan dilakukan adjustment sesuai dengan PMK yah. PMK-nya sudah saya tanda tangani. keluar sesudah di undangkan," ujar dia.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Indef Minta Pemerintah Jaga CPO dari Kampanye Hitam
Sebelumnya, Pemerintah diminta serius dalam melindungi produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari kampanye hitam, baik yang berasal dari dunia internasional maupun dalam negeri. Lantaran CPO merupakan komoditas unggulan ekspor Indonesia dan penghasil utama devisa.
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan di dunia internasional, persoalan hambatan dagang dan kampanye hitam terhadap CPO dapat dipetakan ke dalam beberapa isu, misalkan di Amerika Serikat yang muncul isu dumping dan persaingan biofuel.
Kemudian di Uni Eropa, sawit dihadang persoalan lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Dan lain halnya dengan India yang menghadapi masalah neraca dagang.
"Isu negatif sawit terus dipoles dengan berbagai cara. Di Uni Eropa, sawit diserang isu buruh anak dan lingkungan," ujar dia di Jakarta, Sabtu 6 Oktober 2018.
Menurut dia, jika persoalan ini tidak segera ditangani, dampaknya sanga luas terhadap neraca perdagangan dan investasi luar negeri, terlebih surplus perdagangan Indonesia terus menyusut semenjak beberapa tahun terakhir.
Dia menyatakan, sebenarnya Indonesia beruntung memiliki CPO yang menjadi penyumbang utama ekspor nonmigas. Namun, sayangnya perhatian pemerintah terhadap sawit belum maksimal sehingga daya saing komoditas ini sulit berkembang.
"Tetapi jika pemerintah tidak menjaga komoditas sawit dari gangguan. Maka nasib sawit akan seperti komoditas rempah-rempah yang sekarang kita dengar cerita kejayaannya saja," ungkap dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement