Ikuti Jejak AS, NATO Tuduh Rusia Langgar Perjanjian Senjata Nuklir

Aliansi Pakta Militer Atlantik Utara atau NATO secara resmi menuduh Rusia melanggar perjanjian pengendalian senjata nuklir.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 06 Des 2018, 07:30 WIB
Seorang peserta mengibarkan bendera Rusia saat mendegarkan pidato Vladimir Putin dalam sebuah kampanye di stadion Luzhniki di Moskow (3/3). Putin pun telah bersiap untuk memperoleh periode keempatnya sebagai presiden Rusia. (AFP/Kirill Kudryavtsev)

Liputan6.com, Brussels - Aliansi Pakta Militer Atlantik Utara atau NATO secara resmi menuduh Rusia melanggar perjanjian pengendalian senjata nuklir peninggalan era-Perang Dingin Intermediate-range Nuclear Forces 1987 (INF), yang melarang penempatan rudal-rudal nuklir berbasis darat di Eropa.

Pasca sebuah pertemuan, menteri luar negeri NATO mengeluarkan pernyataan yang mendukung tuduhan --yang sejak beberapa bulan lalu telah dilontarkan Amerika Serikat-- atas pelanggaran Rusia.

Sebelumnya, AS menuduh Rusia melanggar Traktat INF dan oleh karenanya, memutuskan untuk keluar dari pakta tersebut.

Rusia membantah melanggar kesepakatan INF, dengan mengatakan "patuh" terhadap perjanjian itu.

"NATO telah menyimpulkan bahwa Rusia telah mengembangkan dan memasang sistem rudal, 9M729, yang melanggar Perjanjian INF dan menimbulkan risiko signifikan terhadap keamanan Eropa-Atlantik," kata pernyataan menteri luar negeri NATO, seperti dikutip dari BBC, Kamis (6/12/2018).

"Kami sangat mendukung temuan Amerika Serikat bahwa Rusia melanggar kewajibannya berdasarkan Perjanjian INF.

"Kami menyerukan kepada Rusia untuk segera kembali ke kepatuhan penuh dan dapat diverifikasi. Sekarang terserah Rusia untuk melestarikan Perjanjian INF."

Rudal jarak menengah baru yang AS - dan sekarang NATO - menuduh Rusia mengerahkan akan memungkinkan Moskow untuk meluncurkan serangan nuklir di negara-negara NATO dalam waktu yang sangat singkat.

Para pengamat mengatakan Rusia melihat senjata semacam itu sebagai alternatif yang lebih murah daripada pasukan konvensional.

Berbicara setelah pernyataan NATO dikeluarkan, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan Rusia memiliki 60 hari untuk kembali mematuhi perjanjian, setelah waktu itu, AS akan menangguhkan kepatuhannya sendiri --yang berarti, keluar dari INF.

"Selama 60 hari ini kami masih belum akan menguji atau memproduksi atau menyebarkan sistem apa pun, dan kami akan melihat apa yang terjadi selama periode 60 hari ini," katanya.

"Kami sudah banyak bicara dengan Rusia. Kami berharap mereka akan berubah, tetapi belum ada indikasi sampai saat ini bahwa mereka memiliki niat untuk melakukannya."

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova dikutip oleh kantor berita Interfax sebagai tanggapan: "Rusia secara ketat mematuhi ketentuan perjanjian [INF], dan pihak Amerika tahu ini."

 

Simak video pilihan berikut:

 


Donald Trump Siap Bicara dengan Putin

Presiden AS Donald Trump bersalaman dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (AP/Martinez Monsivais)

Presiden AS Donald Trump pada Senin 3 Desember 2018 mengatakan bahwa dirinya akan membahas perkembangan militer dengan rekan-rekan dari China dan Rusia, dengan harapan mengakhiri apa yang ia gambarkan sebagai perlombaan senjata antara ketiga negara.

"Saya yakin bahwa, pada suatu saat di masa depan, Presiden (China) Xi Jinping dan saya, bersama dengan Presiden (Vladimir) Putin dari Rusia, akan mulai berbicara tentang penghentian persaingan senjata yang besar dan tak terkendali. AS menghabiskan 716 miliar dolar tahun ini. Gila!" Trump menulis dalam tweet, sehari setelah ia kembali dari KTT G20 di Buenos Aires akhir pekan lalu, seperti dikutip dari The Strait Times, Selasa 4 Desember 2018.

Trump telah menandatangani anggaran kebijakan pertahanan senilai US$ 716 miliar pada bulan Agustus untuk biaya pengeluaran militer, memperkuat peraturan untuk membatasi investasi China di perusahaan teknologi AS, dan meningkatkan pengeluaran untuk pertahanan rudal.

Awal tahun ini, militer AS memposisikan diri untuk melawan China dan Rusia sebagai bagian dari strategi pertahanan nasional yang baru, dan akan menarik pasukan dari belahan lain dunia untuk mendukung prioritas yang berubah.

Pada saat yang sama, Washington telah secara terbuka mendiskusikan pengunduran perjanjian kontrol senjata nuklir dengan Rusia yang telah ada sejak 1987, yakni Traktat Intermediate-Range Nuclear Forces (INF).

Traktat INF melarang penempatan rudal dan peluncur rudal jarak pendek hingga menengah berbasis darat (ground-based missile) --dengan kisaran antara 500 dan 5.500 km-- di Eropa. Perjanjian itu menjadikan kawasan Benua Biru steril dari senjata nuklir selama lebih dari tiga dekade, sejak kesepakatan itu ditandatangani oleh Presiden Ronald Reagan dan Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev pada 8 Desember 1987.

Menyusul niat AS untuk keluar dari INF, diplomat senior Rusia mengatakan Amerika Serikat akan dapat menyebarkan rudal nuklir jarak menengah di Eropa "dalam beberapa tahun," sesuatu yang dikatakannya akan memicu perlombaan senjata berbahaya.

Moskow telah memperingatkan Washington bahwa mereka akan terpaksa untuk membalas dengan cara mengembalikan keseimbangan militer jika Trump melaksanakan ancamannya untuk keluar dari INF. Rusia mungkin akan menyebarkan misil-misil nuklir mereka ke wilayah terluarnya di Kaliningrad, yang sekali lagi akan mengubah Eropa berpotensi menjadi medan perang nuklir.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya