Liputan6.com, Jakarta - Kondisi ekonomi global saat ini tengah heboh akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Meski tensinya sedikit mereda di akhir tahun ini, perang dagang antara kedua negara tersebut masih berlangsung.
Ekonom Bank Danamon, Wisnu Wardana, menyebut dampak perang dagang yang ditimbulkan tidak hanya bagi kedua negara itu saja, tetapi juga berimbas pada negara-negara lain.
Dia menyebutkan, dampak positif yang dirasakan Indonesia akan jauh lebih besar jika AS yang berhasil keluar sebegai pemenang dari perang dagang tersebut.
Dia menjelaskan, perang dagang antara kedua tersebut seolah pertandingan tenis meja dengan peserta yang normal dengan yang bertangan kidal. Keduanya mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Baca Juga
Advertisement
"AS banyaknya impor, kalau Tiongkok kebanyakannya ekspornya. Tapi dari sisi investasi kebalik, lebih kuat AS daripada Tiongkok" kata Wisnu dalam paparan proyeksi ekonomi 2019 di Menara Danamon, Jakarta, Kamis (6/12/2018).
Oleh sebab itu, Indonesia akan lebih banyak diuntungkan jika AS menjadi pemenang perang dagang tersebut. Hal itu juga didukung porsi ekspor Indonesia ke dua negara tersebut yang orientasinya berbeda.
"Ekspor Indonesia ke China bahan baku, ekspor ke AS barang jadi seperti pakaian, sepatu," dia menambahkan.
Dengan demikian, secara ekonomi Indonesia akan lebih diuntungkan jika lebih banyak ekspor ke AS. Sebab barang yang dikirim merupakan barang jadi yang sudah diolah.
Artinya, industri dalam negeri mendapat untung lebih dibanding dengan mengirim bahan baku mentah yang belum diolah dan tidak memiliki nilai tambah.
"Secara ekonomi akan lebih dintungkan kalau AS yang menang," ucap dia.
Kendati demikian, dia mengungkapkan, dampak perang dagang pada 2018 akan terasa sepenuhnya pada 2020.
"Full impact perang dagang menurut kami di tahun 2020," ujar dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Perang Dagang Masih Jadi Tantangan Pengusaha pada 2019
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, membeberkan salah satu tantangan terbesar pelaku usaha dalam menghadapi gejolak ekonomi dunia.
Salah satunya adalah bagaimana pengusaha mampu memperluas usaha di tengah situasi panas antara perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China.
"Kami mencatat tantangan yang cukup dominan di tahun depan adalah seberapa besar keyakinan pelaku usaha kita untuk melakukan aktivitas ekspansi. Ada masalah tekanan ekonomi global," kata Hariyadi saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu, 5 Desember 2018.
Hariyadi mengatakan, ekspektasi dari pelaku usaha untuk ekspansi ditentukan pada kuartal I 2019. Sementara, pada kuartal tersebut terjadi dinamika politik.
Oleh karena itu, dirinya menilai apabila para pelaku usaha bisa ekspansi pada awal tahun, secara otomatis ke depan akan berjalan dengan baik.
"Kuartal pertama itu di suatu kondisi yang cukup sensitif. Tahun depan kuartal I ada pilpres. Penting kita lihat apakah pengusaha ekspansi. Kalau di kuartal I baik, di kuartal selanjutnya akan positif," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement