Liputan6.com, Jakarta - Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi diprediksi naik pada 2019. Pilihan tersebut tidak dapat dihindari lagi karena harga minyak mentah dunia menguat.
Ekonom Bank Danamon, Wisnu Wardana menyebutkan, siapapun presidennya, harga BBM dipastikan naik pada 2019. Seperti diketahui, pemilihan umum (pemilu) digelar pada tahun depan.
"BBM di 2019 akan dinaikkan, tapi kalau nanya kapan dinaikkannya, tergantung hasil pemilu," kata Wisnu dalam paparan proyeksi ekonomi 2019 di Menara Danamon, Jakarta, Kamis (6/12/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dia menyatakan, kemungkinan jika petahana menang, harga BBM dipastikan akan langsung dinaikkan saat pengumuman kemenangan tersebut sudah dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kemudian, jika pihak lawan yang menang, kemungkinan harga BBM akan naik sedikit lambat sebab menunggu pelantikan dulu.
"Kalau yang menang yang sekarang, harus nunggu diumumin menang. Kalau yang menang yang lain, nunggu dulu ya, Oktober paling," ujar dia.
Asumsi kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 500 per liter dan akan turut menyumbang porsi cukup besar kepada inflasi. "Akan memberikan tambahan inflasi sejumlah 0,7 persen," ujar dia.
Pada perdagangan Kamis di Asia, harga minyak mentah Brent susut 0,76 persen menjadi USD 61,09 per barel dan harga minyak mentah AS tergelincir 0,98 persen menjadi USD 52,37 per barel.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Pertamina Belum Berencana Turunkan Harga BBM Nonsubsidi
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) belum berencana menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi. Padahal pemerintah telah memanggil Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut untuk menyesuaikan harga BBM nonsubsidi dengan kondisi harga minyak dunia.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, Pertamina belum menurunkan harga BBM nonsubsidi meski ada beberapa badan usaha lainnya yang telah menurunkan harga.
"Nanti saja (menurunkan harga)," kata Nicke, di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Senin 3 Desember 2018.
Pertamina akan mengambil keputusan penurunan harga di saat yang tepat. Keputusan tersebut merupakan aksi koorporasi karena BBM nonsubsidi. Dia pun tidak ingin cepat mengambil keputusan.
"Ya enggak apa-apa nanti saja, itu business decission. Kami akan mengambil keputusan di saat yang tepat," tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memanggil badan usaha penjual Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk membahas penurunan harga menyesuaikan dengan kondisi harga minyak dunia.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, Kementerian ESDM telah mendapat komitmen penurunan harga BBM non subsidi, setelah memanggil badan usaha penjual BBM non subsidi yaitu PT Pertamina (Persero), AKR Corporindo, Shell Indonesia, Total Oil Indonesia, Vivo dan Garuda Mas.
Namun, penurunan harga tidak bisa langsung dilakukan, karena menunggu stok minyak yang dibeli sebelum harga turun. Dia pun belum bisa menyebutkan jadwal penurunan harganya.
"Saya sudah memanggil Pertamina, AKR, Shell, Total, Vivo, Garuda Mas. Kalau kapan tanya mereka masing-masing," tuturnya.
Menurut Djoko, pemerintah telah mengatur besaran keuntungan penjualan BBM non subsidi, yaitu maksimal 10 persen. Saat ini pihaknya sedang menunggu surat penetapan besaran penurunan harga.
"Kalau ada kenaikan tidak boleh 10 persen, sekarang harga minyak turun, entah berapa mereka sedang hitung," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement