Sambut Hari Anti Korupsi Sedunia, Kemenkeu Gelar Lelang Barang Gratifikasi dan Rampasan

Kementerian Keuangan RI bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar acara lelang barang gratifikasi dan barang rampasan negara di Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia.

oleh Gilar Ramdhani diperbarui 06 Des 2018, 17:29 WIB
Kementerian Keuangan RI bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar acara lelang barang gratifikasi dan barang rampasan negara di Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia.

Liputan6.com, Jakarta Menyambut Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2018 yang jatuh pada tanggal 9 Desember setiap tahunnya. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan RI bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar acara lelang barang gratifikasi dan barang rampasan negara pada 4-5 Desember 2018 bertempat di Hotel Bidakara, Jakarta. Acara ini sendiri merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi 2018 yang dibuka secara resmi oleh Presiden Jokowi pada Selasa (4/12).

Sebagai bagian dari Kementerian Keuangan, salah satu tugas DJKN adalah  mengelola barang milik negara atau kekayaan negara di antaranya berasal dari barang gratifikasi dan barang rampasan. Pengelolaan terhadap kedua barang tersebut dilakukan dengan cara lelang atau penjualan barang.

Kepala Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara III DJKN Kemenkeu, Dony Sasmita mengungkapkan hasil lelang atau penjualan barang gratifikasi dan rampasan disetor langsung ke kas negara sebagai pendapatan negara bukan pajak. Pendapatan tersebut menjadi salah satu sumber APBN untuk pembiayaan pembangunan.

"Dari sisi jumlah, nilainya mungkin tidak terlalu signifikan, tetapi sekecil apapun yang dihasilkan dari lelang gratifikasi dan barang rampasan bisa memberikan sumbangsih bagi pembangunan," kata Dony sasmita di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (4/12).

 

 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutan saat membuka Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi sekaligus Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2018 di Jakarta, Selasa (4/12).
1 Cincin emas putih 14 karat dengan berat 21,71 gram yang di lelang saat peringatan hari Anti Korupsi Sedunia.

Selain melalui lelang atau penjualan, salah satu jenis pengelolaan barang gratifikasi dan rampasan adalah dengan menetapkan kedua jenis barang tersebut sebagai barang yang bermanfaat atau memiliki fungsi untuk mendukung kegiatan penyelenggara pemerintah.

"Barang gratifikasi juga bisa dihibahkan kalau untuk keperluan menunjang pemerintah pusat maupun daerah. Seperti mobil yang statusnya bisa untuk penyelenggara fungsi," ujar Dony Sasmita.

Perbedaan Barang Gratifikasi dan Barang Rampasan

Dony Sasmita menjelaskan bahwa barang gratifikasi dan barang rampasan memiliki pengertian yang jauh berbeda. Menurutnya, masyarakat harus tahu perbedaannya supaya tidak salah menafsirkan.

Barang gratifikasi dijelaskan oleh Dony Sasmita adalah barang yang diterima dari penyelenggara negara atau PNS yang kemudian oleh KPK ditetapkan menjadi milik negara.Dalam prosesnya, barang-barang yang diterima penyelenggara melalui pelaporan secara sukarela.

"Barang gratifikasi buah dari kejujuran penyelenggara negara yang menerima sesuatu dalam bentuk barang karena kewajibannya, mereka harus melaporkan barang tersebut kepada KPK. KPK akan menganalisis dan memutuskan apakah barang boleh diterima atau tidak boleh diterima," jelas Dony.

Pengunjung melihat motor Harley milik terpidana korupsi yang dilelang KPK saat Hari Anti Korupsi Sedunia, Jakarta, Selasa (4/12). Motor Harley milik Auditor Madya milik Sigit Yugoharto memiliki nilai limit Rp 72 juta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu untuk barang-barang yang tidak boleh diterima, oleh KPK ditindaklanjuti dengan keputusan barang ditetapkan menjadi milik negara.

"Setelah ditetapkan, barang tersebut oleh KPK wajib diserahkan kepada Kementerian Keuangan melalui DJKN. Karena statusnya barang milik negara dan DJKN bertugas mengelola barang milik negara," tambah Dony.

Perbedaan mencolok pada barang rampasan negara adalah pada posisi penyelenggara negara menerima barang tidak melapor pada pihak terkait.

"Kalau barang rampasan itu, penyelenggara menerima sesuatu tetapi tidak melaksanakan kewajiban dengan cara melaporkan. Oleh karena itu, terhadap penyelenggara tersebut bisa dijerat dengan pidana," tutur Dony.

Tren Barang Gratifikasi

Dony Sasmita mengungkapkan jumlah barang gratifikasi yang diterima Kemenkeu selalu meningkat dari tahun ke tahun.

"Semakin lama barang (gratifikasi) yang kami terima selalu mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Ini membawa kesan bahwa kesadaran penyelenggara negara itu semakin tinggi. Kesukarelaaan untuk melaporkan apa yang dia mereka terima," kata Dony.

Namun, meningkatnya penyerahan barang gratifikasi itu menurut Dony tidak selalu dapat dimaknai positif. Sebaliknya menurunnya jumlah barang yang diserahkan kepada DJKN dapat bermakna positif yang artinya budaya gratifikasi itu semakin mengecil.

“Budaya memberikan sesuatu kepada penyelenggara itu juga harus diperhatikan, disosialisasikan bahwa untuk mendapatkan pelayanan dari penyelenggara negara itu tentunya tidak harus memberikan sesuatu. Itu yang harus dipahami sehingga justru mengecilkan barang yang diserahkan kepada djkn itu bermakna positif.

Melalui acara pelelangan barang gratifikasi dan rampasan negara ini, Dony berharap penyelenggara negara semakin meningkatkan integritasnya dan kepatuhan terhadap peraturan terutama anti korupsi.

 

 

(Adv)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya