Akhir Petualangan Setan Perambah Cagar Biosfer di Riau

Kebakaran di cagar biosfer pada tahun itu sangat parah hingga Riau berstatus siaga darurat asap, yang salah satunya akibat perambahan dan pembakaran di kawasan cagar biosfer yang mendapat pengakuan dari UNESCO itu.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Des 2018, 03:03 WIB
Tim Polda Riau dan Kementerian LHK membongkar illegal logging atau pembalakan liar di kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Bengkalis, Riau. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Operasi Gabungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, TNI dan Polri berhasil menangkap empat pelaku perambahan 200 hektare Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dan Bukit Batu di Provinsi Riau.

"Perambahan ini sudah mencapai zona inti cagar biosfer, yang masuk wilayah administratif Kabupaten Bengkalis," kata Kepala Seksi Wilayah II Sumatera Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Eduard Hutapea di Pekanbaru, Jumat (7/12/2018).

Ia menjelaskan, 91 personel gabungan dengan sandi operasi "Jaga Bumi" tersebut menangkap pelaku perambahan pada Kamis (6/12) di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dan Bukit Batu. Mereka menangkap empat pelaku, salah satunya adalah Sudigdo alias Digdo (50).

Menurut dia, Digdo adalah mantan prajurit TNI dengan pangkat sersan mayor dan pemain lama dalam kasus perambahan kawasan tersebut seperti dilansir Antara.

Pada 2014, ia juga melakukan perambahan dan pembakaran di kawasan cagar biosfer di tempat yang sama.

Kebakaran di cagar biosfer pada tahun itu sangat parah hingga Riau berstatus siaga darurat asap, yang salah satunya akibat perambahan dan pembakaran di kawasan cagar biosfer yang mendapat pengakuan dari UNESCO itu.

Dalam kasus tahun 2014 itu, Digdo sempat buron dan baru ditangkap setahun setelahnya di Medan Provinsi Sumatera Utara.

Ia kemudian dihukum empat tahun penjara dan dipecat dari TNI secara tidak hormat.

"Dia mengaku sudah menjalani hukuman, dan kembali lagi ke lokasi yang dulu dia rambah untuk ditanami sawit. Lokasi perambahan sudah mencapai zona inti cagar biosfer," kata Eduard.

Ia mengatakan area yang sudah ditanami Digdo mencapai sekitar 200 hektare dari rencana 3.000 hektare.

Petugas menyita tiga unit alat berat eskavator dan bibit sawit di lokasi tersebut.

Sejauh ini, dari hasil pemeriksaan menunjukan bahwa Digdo berperan sebagai perambah sekaligus pemodalnya.

Dalam menjalankan aksinya, Digdo dibantu oleh pelaku berinisial AH (32) sebagai operator alat berat, M (41) tukang tanam bibit sawit dan W (19) sebagai kernet alat berat.

Empat pelaku perambahan dan tiga alat berat yang disita kini sudah berada di Kantor Balai Gakkum Wilayah II Sumatera KLHK di Pekanbaru.

Pelaku dijerat dengan Pasal 92 Undang-Undang (UU) No. 18/2013 karena melakukan kegiatan perkebunan di kawasan hutan tanpa izin Menteri KLHK.

Pelaku juga dijerat UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya karena merubah fungsi kawasan, dan UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup karena melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan.

Sementara itu, Digdo mengakui sudah menjalani hukuman dalam kasus pembakaran dan perambahan cagar biosfer yang dilakukannya tahun 2014. Ia mengklaim menyewa alat berat dari Kota Dumai karena lahan yang ditanaminya ini bukan cagar biosfer.

"Itu lahan sudah saya beli dari warga di sana. Harganya Rp1,5 juta per dua hektare," kata Digdo yang mengklaim tidak bersalah.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya