Menyelami sambil Memetik Hikmah dari Tapak Tilas Masa Konflik di Aceh

Beberapa diantaranya menunjukkan sejumlah tragedi pelanggaran HAM di masa Aceh dalam status Daerah Operasi Militer (DOM) pada 1989-1998.

oleh Rino Abonita diperbarui 09 Des 2018, 19:00 WIB
Tapak Tilas Aceh di Masa Konflik (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Puluhan gambar dan kliping koran menampilkan berbagai peristiwa yang terjadi pada masa Aceh dirundung konflik terpampang di sepanjang jalan Tgk Daud Beureueh, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh, Minggu, 9 Desember 2018, pagi.

Beberapa diantaranya menunjukkan sejumlah tragedi pelanggaran HAM di masa Aceh dalam status Daerah Operasi Militer (DOM) pada 1989-1998. Seperti, Tragedi Rumoh Geudong, di Bilie Aron Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie. Terdapat pula beberapa peristiwa yang terjadi berkisar setelah 1998 hingga 2004.

Gambar dan kliping koran yang ditempel di frame dari kayu itu menarik perhatian warga yang sedang menikmati Car Free Day (CFD) sepanjang Jl. Tgk Daud Beureueh, Minggu pagi. Beberapa tampak antusias bertanya mengenai seluk beluk peristiwa yang melatari gambar-gambar tersebut.

Aprizal Rachmad (23), Ketua Panitia kegiatan mengatakan, dalam rangka menyambut Human Rights Day yang secara serentak digelar 10 Desember besok, KontraS Aceh bersama alumni Sekolah HAM dan Keadilan Transisi menginisiasi beberapa kegiatan.

Salah satunya dengan menggelar aksi damai seperti yang dilakukan di Jl. Tgk Daud Beureueh, Minggu pagi. CFD dipilih karena hari itu menjadi momen dimana banyak orang berkumpul.

"CFD lokasinya tempat orang berkumpul. Jadi kita tidak perlu mengambil area lain. Misalnya, Simpang Lima, di Simpang Lima, warga yang lewat mungkin tidak sempat melihat, dan hanya lewat-lewat saja. Tapi kalau CFD, orang sempat singgah, untuk melihat acara kita," ujar Aprizal, kepada Liputan6.com, Minggu, 9 Desember 2018, jelang sore.

Menurut alumni Sekolah HAM dan Keadilan Transisi tahun 2018 itu, kendati tuntutan pasca-MoU Helsinki 2005 beberapa diantaranya sudah direalisasikan.

Namun demi terwujudnya Aceh pascadamai yang lebih baik, maka para korban konflik seperti janda dan anak yatim harus lebih diperhatikan.

"Seperti pemberian dispensasi kepada para korban. Kemudian mengadili para pelaku. Kalau pelanggaran HAM di masa lalu tidak bisa diselesaikan, maka tidak menutup kemungkinan terjadi di masa lalu," tukas Aprizal.


Tapak Tilas

Tapak Tilas Aceh di Masa Konflik (Liputan6.com/Rino Abonita)

Selain itu, KontraS Aceh bersama alumni Sekolah HAM dan Keadilan Transisi juga melakukan napak tilas ke sejumlah lokasi yang menjadi saksi kelam konflik di Aceh, di Banda Aceh, seperti, bekas  penjara Keudah, lokasi penembakan Safwan Idris, Dayan Dawod, dan Teuku Johan.

Ditutup dengan Nobar 'Jalan Pedang'

Peringatan Human Rights Day yang diinisiasi oleh KontraS Aceh bersama alumni Sekolah HAM dan Keadilan Transisi ditutup dengan nonton bareng (nobar) filem dokumenter 'Jalan Pedang' garapan Dandhy Dwi Laksono dan WatchDoc.

Nobar yang diakhiri diskusi bersama digelar di Kantor KontraS Aceh di Jl. Mujur Nomor 98, Desa Lamlagang, Banda Aceh, pukul 20. 00 WIB.

Sebagai catatan, 'Jalan Pedang' merupakan serial dokumenter untuk mendokumentasikan pelbagai pergulatan politik yang pernah terjadi di Indonesia.

'Jalan Pedang' edisi GAM mengisahkan tentang pergerakan yang digelorakan Teungku Hasan Muhammad di Tiro dan bagaimana pergerakan politik GAM juga digelorakan di kancah internasional.

"Jadi filem ini sederhana, menceritakan jalan konflik di Aceh. Mulai dari mengapa GAM terbentuk, kenapa GAM terbentuk, apa alasannya, siapa tokoh-tokohnya, hingga proses perdamaian terjadi," sebut Aprizal.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya