Sentimen Global Memanas, IHSG Diprediksi Tetap Naik Terbatas

Sentimen global termasuk suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed tetap patut diwaspadai berimbas ke IHSG.

oleh Bawono Yadika diperbarui 10 Des 2018, 06:20 WIB
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi terbatas pada perdagangan saham Senin (10/12/2018). Memanasnya kembali sentimen global dinilai menahan laju IHSG pada pergerakan indeks hari ini.

Managing Director Jagartha Advisors, FX Iwan mengatakan, meski sentimen eksternal kini kembali memanas, IHSG tetap berpotensi menguat. IHSG bakal melaju ke zona hijau dengan diperdagangkan pada level 6.015-6.250.

"Investor kini lebih menunggu terkait perkembangan perang dagang US dan China terutama setelah penangkapan petinggi Huawei yang menyebabkan sentimen terus bergulir. Namun saya prediksi IHSG bakal melanjutkan penguatanya," ucapnya kepada Liputan6.com di Jakarta.

Meski begitu, pada perdagangan saham hari ini, Iwan cenderung minimalis dalam merekomendasikan saham-saham yang laik untuk dikoleksi. Kedua saham berikut pantas dibeli investor.

"Pilihan saham yang dapat dijadikan pilihan adalah saham-saham dengan valuasi yang atraktif dan berpotensi mengalami earnings upgrade. Itu antara lain seperti saham PT Astra International Tbk (ASII) dan PT United Tractors Tbk (UNTR)," ungkapnya.

Setali tiga uang dengan Iwan, Analis Reliance Sekuritas Lanjar Nafi juga memperkirakan IHSG bakal melaju positif hari ini. Menurutnya, IHSG berpeluang naik di kisaran 6.095-6.200.

Namun, Lanjar menilai sentimen global termasuk suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed tetap patut diwaspadai.

"Gencatan senjata perdagangan AS-China akan terprovokasi dengan adanya penangkapan Chief Financial Officer (CFO) Huawei. Selain itu, investor juga mulai meragukan The Fed akan menahan suku bunga lebih lama ditahun depan setelah pasar tenaga kerja dilaporkan lebih cepat dari ekspektasi," paparnya.

Adapun pada hari ini, Lanjar menganjurkan saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Bisi International Tbk (BISI), serta PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI).


Sektor Saham Industri Dasar Angkat IHSG Sepekan

Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat pada perdagangan saham selama sepekan ini. Hal itu didorong kenaikan sektor saham industri dasar yang meningkat 4,7 persen.

Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (8/12/2018), IHSG menanjak 1,1 persen ke posisi 6.126 hingga Jumat 7 Desember 2018. Penguatan itu didorong indeks saham LQ45 menguat 1,15 persen ikuti kenaikan IHSG. Meski demikian, investor asing melakukan aksi jual saham senilai USD 15 juta atau sekitar Rp 217,27 miliar (asumsi kurs Rp 14.484 per dolar AS) pada pekan ini.

Sementara itu, di pasar obligasi atau surat utang, indeks obligasi susut 0,4 persen hingga perdagangan Kamis pekan ini. Imbal hasil surat utang pemerintah bertenor 10 tahun berada di posisi 8 persen. Investor asing juga jual obligasi senilai USD 45 juta atau sekitar Rp 651,74 miliar pada perdagangan Senin. Pada pekan ini, nilai tukar rupiah melemah ke posisi 14.480 per dolar AS.

Lalu sentimen apa saja bayangi pergerakan bursa saham global dan IHSG selama sepekan?

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping setuju gencatan selama 90 hari ke depan terkait perang dagang. Langkah ini memberikan peluang untuk pembicaraan lebih lanjut. Meski pelaku pasar saham menyambut baik, tapi ada perbedaan mendasar antara kedua negara itu yang masih luas.

Misalkan masalah struktural antara lain penghentian transfer teknologi secara paksa, penegakan hak kekayaan intelektual, dan akhiri subsidi negara untuk industri strategis tetap menjadi isu utama.

Di sisi lain, penangkapan CFO Huawei Meng Wanzhou di Kanada juga menghambat gencatan perang dagang. Penangkapan putri dari pendiri Huawei ini lantaran potensi pelanggaran yang dilakukan perusahaan terhadap sanksi AS terhadap Iran. Pentagon berhenti menawarkan perangkat Huawei di pangkalan militer AS karena alasan keamanan.

Sementara itu, data ekonomi Amerika Serikat (AS) menunjukkan hasil beragam. Neraca perdagangan AS menunjukkan defisit melebar menjadi USD 55,5 miliar pada Oktober 2018 dari sebelumnya USD54,6 miliar. Ini defisit tertinggi sejak Oktober 2018. Hal itu dipicu penjualan kedelai lebih rendah sehingga bebani ekspor. Sedangkan impor mencapai rekor tertinggi baru.

Data lainnya juga menunjukkan klaim pengangguran awal berada di 231 ribu, angka ini lebih tinggi dari perkiraan. Selain itu, pesanan pabrik turun 2,1 persen, market US services PMI berada di 54,7.

Sentimen global lainnya pengaruhi pasar keuangan yaitu proses Britain Exit (Brexit). Pada  Selasa depan, anggota parlemen Inggris akan memilih apakah akan menerima rencana Perdana Menteri Inggris Theresa May untuk meninggalkan Uni Eropa.

Hasilnya tidak pasti, terutama jika May menderita kekalahan. Sejumlah spekulasi menyebutkan bisa mengarah pada pergantian perdana menteri, upaya merevisi kesepakatan Brexit, dan keruntuhan total pemerintah. Bahkan melaksanakan pemungutan suara kedua apakah Inggris dan Irlandia Utara harus meninggalkan Eropa sama sekali.

Selain itu, negosiasi organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) berlangsung dan timbulkan pesismisme. OPEC memulai pembicaraan lebih lanjut mengenai pembatasan produksi minyak setelah pertemuan puncak pada Kamis yang berakhir tanpa kesepakatan. Ini karena Rusia menolak pemotongan produksi besar yang dituntut Arab Saudi.

Ini menunjukkan OPEC juga berada di bawah tekanan untuk kembali menggambarkan peta minyak global, dan membiarkannya semakin bergantung pada dukungan non-anggota Rusia. Di sisi lain, AS juga menyatakan kalau menjadi pengekspor minyak bersih untuk pertama kali dalam 75 tahun pada pekan lalu.

Sentimen lainnya yaitu pertemuan kebijakan non moneter bank sentral Eropa. Bank sentral Eropa mempertahankan bunga refinancing 0 persen pada 25 Oktober. Bank sentral Eropa juga akan terus melakukan pembelian bersih senilai 15 miliar euro hingga akhir Desember. Para pembuat kebijakan berharap suku bunga tetap berada di tingkat rendah hingga musim panas 2019. Sentimen eksternal itu pengaruhi pasar keuangan global yang berimbas ke IHSG.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya