Haruskah Ekonomi RI Makin Terbuka? Ini Jawaban Bank Dunia

Bank Dunia menyebut keterbukaan ekonomi itu penting bagi kesejahteraan negara. Apakah perlu juga di Indonesia?

oleh Tommy K. Rony diperbarui 10 Des 2018, 13:01 WIB
Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia mengadakan acara presentasi perihal model pembangunan Asia Timur agar bisa terus sukses pada Senin (10/12/2018) di Jakarta.

Di antara argumen pihak Bank Dunia adalah pentingnya soft skill, terbukanya akses lifelong learning sejak usia dini, dan keterbukaan ekonomi.

Keterbukaan ekonomi, atau yang lebih umum dikenal sebagai ekonomi liberal, adalah isu yang kontroversial di Indonesia. Sejumlah ekonom sering mengkritik kebijakan ekonomi yang dipandang liberal. Alasannya, ekonomi yang liberal disebut mengancam kedaulatan ekonomi karena arus modal asing yang lebih besar.

Ketika ditanya haruskah ekonomi Indonesia menuju ke sana, Bank Dunia menjawab ekonomi yang terbuka (liberal) tetap lebih menguntungkan bagi suatu negara. Menurut Bank Dunia, ini dibuktikan dengan majunya ekonomi negara-negara yang memakai pendekatan ekonomi liberal, kondisi sebaliknya terjadi pada negara yang menutup ekonominya.

"Seseorang tinggal melihat saja performa wilayah yang tidak membuka diri, bandingkan dengan yang membuka. (Lihat) negara yang mengandalkan pada penutupan diri atau membangun tembok," ujar Sudhir Shetty, Chief Economist Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik.

Sudhir menepis anggapan kesejahteraan ekonomi terbuka hanyalah ilusi. Menurut dia, sudah terbukti riil negara dengan ekonomi terbuka membawa pertumbuhan yang lebih berkepanjangan.

"Dan saya pikir buktinya sudah sangat jelas, kebijakan terbuka memiliki posibilitas lebih baik dalam memberikan pertumbuhan berkelanjutan selama periode waktu yang lebih lama ketimbang kebijakan tertutup," ucapnya.

Setty turut menambahkan, pihak pemerintah perlu menyiapkan strategi agar masyarakat tidak malah tertinggal akibat keterbukaan ekonomi serta kondisinya yang cepat berubah. Salah satunya adalah kebijakan yang inklusif, misal dalam hal teknologi, agar masyarakat memiliki bekal yang lebih baik untuk tetap kompetitif.

"Ini untuk memastikan ketika ekonomi berubah, masyarakat tidak jatuh ke dalam celah, dan kembali miskin," ujar dia.

 


5 Rekomendasi Bank Dunia

Seorang pria berjalan di jalan daerah Asakusa di Tokyo (1/12). Asakusa terkenal dengan Senso-ji , sebuah kuil Buddha khusus untuk Bodhisattva Kannon. (AFP Photo/Martin Bureau)

Dalam acara yang sama, Bank Dunia menjelaskan lima rekomendasi bagi negara-negara, terutama Asia Timur, untuk memprioritaskan kebijakan pada 5 tahun ke depan. Ini pun dapat diterapkan pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Berikut di antaranya:

1. Meningkatkan daya saing ekonomi

Selain terus memperkuat lingkungan bisnis dan regulasi, prioritas yang muncul termasuk reformasi sektor jasa, memperdalam perjanjian perdagangan, kebijakan inovasi yang lebih luas, dan peningkatan akses ke pembiayaan, terutama untuk usaha kecil dan menengah. 

2. Meningkatkan keterampilan 

Di luar fokus pada modal manusia saat ini, juga akan semakin penting untuk mendukung pengembangan keterampilan lanjutan, termasuk keterampilan sosio-emosional dan literasi digital.

3. Membangun inklusi 

Selain program perlindungan sosial tradisional, program untuk mengalihkan pekerja rentan ke peluang kerja baru dan memastikan akses terjangkau ke teknologi digital akan dibutuhkan. 

4. Memperkuat institusi negara 

Negara-negara akan pelru meningkatkan efektivitas melalui peningkatan suara dan partisipasi masyarakat, peningkatan transparansi, dan akuntabilitas pemerintah yang lebih besar. 

5. Membiayai transisi ke status berpenghasilan tinggi 

Pemerintah akan perlu mencari cara untuk membiayai agenda kebijakan yang lebih besar untuk mencapai status berpenghasilan tinggi dengan meningkatkan mobilisasi pendapat domestik.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya