Liputan6.com, Seoul - Rencana lawatan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un ke Korea Selatan pada akhir tahun ini menciptakan kegamangan di kalangan pejabat Negeri Ginseng, dengan beberapa di antaranya khawatir bahwa agenda itu mungkin tertunda --dan memicu dampak diplomatik yang merugikan bagi proses perdamaian di Semenanjung Korea.
Prospek lawatan itu telah digaungkan oleh Presiden Korea Selatan Moon Jae-in setelah dirinya melaksanakan KTT dengan Korea Utara untuk ketiga kalinya pada September 2018 lalu. Kim pun menyetujui tawaran Moon, dengan mengatakan bahwa ia akan --menjadi pemimpin Korut pertama yang-- menginjakkan kaki di Seoul "pada tanggal awal" Desember 2018.
Baca Juga
Advertisement
Tetapi, seperti dilansir The New York Times pada Senin (10/12/2018), baik Kim dan pejabat Korea Utara mengabarkan bahwa mereka belum menerima undangan resmi dari Presiden Moon hingga saat ini.
Jika Kim Jong-un tidak muncul di Seoul bulan ini, itu akan menjadi kekecewaan besar bagi Moon Jae-in, yang telah berulang kali memberi tahu publik bahwa pemimpin Korut itu telah menjanjikan demikian.
Pemerintah Korea Selatan telah mempersiapkan kunjungan selama berminggu-minggu. Tetapi, dengan hanya tiga pekan jelang pengujung tahun, peluang untuk kunjungan pada Desember ini tampaknya tak ada, dan para pejabat Korsel mulai terdengar pesimis.
Penundaan juga dapat mempersulit upaya untuk pertemuan puncak kedua antara Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump, meskipun beberapa analis mengatakan bahwa Kim mungkin tidak melihat insentif untuk bertemu Moon Jae-in sebelum memilah perbedaannya dengan Trump.
"Pemerintah kami telah membuat persiapan untuk KTT antar-Korea di Seoul, dengan mempertimbangkan semua kemungkinan," kata Kim Eui-kyeom, seorang juru bicara kepresidenan Korea Selatan, pada hari Minggu, 9 Desember.
"Sampai sekarang, tidak ada yang telah ditentukan. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan jika kunjungan --kim Jong-un ke-- Seoul dilakukan, jadi kami tidak berniat untuk terburu-buru atau meminta mereka untuk bergegas."
Beberapa outlet berita Korea Selatan telah menduga bahwa kedua pemimpin Korea mungkin telah menyetujui rincian kunjungan Kim Jong-un ke Seoul akhir bulan ini, tetapi, menahan itu untuk terealisasi pada menit terakhir karena kekhawatiran Korea Utara terhadap keamanan pemimpin mereka.
Simak video pilihan berikut:
Perbedaan Sikap Soal Denuklirisasi Jadi Pemicu?
Moon Jae-in telah menjadi pengkampanye paling gigih dalam keterlibatan dengan Korea Utara, bahkan sebagai sekutu negaranya Amerika Serikat lebih fokus pada penegakan sanksi untuk memaksa Kim Jong-un melepaskan senjata nuklirnya.
Presiden Moon telah bertemu Pemimpin Kim tiga kali sejak April, membantu menengahi pertemuan puncak Kim-Trump pada Juni tahun ini, dan telah mendesak mereka untuk bertemu lagi guna membantu memecahkan kebuntuan dalam perundingan perlucutan senjata nuklir antara kedua pemerintahan.
Tetapi baik Pyongyang maupun Washington nampaknya tidak terburu-buru, menempatkan Presiden Moon dalam situasi diplomatik yang canggung.
Trump mengatakan, dia kemungkinan akan bertemu dengan Kim lagi pada bulan Januari atau Februari 2019, tetapi juga, bahwa dia tidak ingin memainkan "permainan waktu" dengan Korea Utara.
Sebelum Trump bertemu dengan Kim Jong-un untuk kedua kalinya, pejabat Amerika Serikat menginginkan jaminan bahwa dalam pertemuan puncak nanti, pemimpin negara despotis itu akan membuat komitmen yang lebih konkret atas "denuklirisasi akhir yang sepenuhnya dapat diverifikasi," dengan menyingkap semua aset nuklir negaranya.
Namun para pejabat Korea Utara berpendapat bahwa menyerahkan daftar aset nuklir dan lokasi mereka sebelum AS mengambil langkah-langkah membangun kepercayaan seperti mengurangi sanksi adalah "seperti memberikan koordinat target" untuk serangan pencegahan dari Amerika Serikat, menurut pejabat Korea Selatan.
Moon berharap jika Kim Jong-un mengunjungi Seoul Desember 2018 ini, dia dapat menggunakan pertemuan itu untuk membantu mempersempit jurang perbedaan antara Pyongyang dan Washington dan menambah momentum untuk pertemuan KTT Kim-Trump kedua.
Negosiasi telah terhenti sejak Trump bertemu dengan Kim Jong-un pada bulan Juni 2018 di Singapura, di mana kedua pemimpin membuat janji yang tidak jelas untuk "bekerja menuju denuklirisasi lengkap di Semenanjung Korea."
Kunjungan Kim juga akan menjadi dorongan yang sangat dibutuhkan bagi posisi pemerintahan Moon. Karena, approval rating sang presiden Korsel bergantung pada kemajuan dalam upayanya untuk membangun dan memperluas hubungan antar-Korea.
Approval rating Moon melonjak setinggi 80 persen setelah pertemuan puncak pertamanya dengan Kim pada April 2018. Tetapi, baru-baru ini merosot menjadi 50 persen dengan frustrasi yang mendalam atas kurangnya kemajuan dalam mengakhiri masalah nuklir Korea Utara, serta pengangguran kaum muda dan masalah ekonomi lainnya di dalam negeri.
Jika pertemuan dua-Korea pada akhir tahun ini terealisasi, prosentase approval rating Moon mungkin akan kembali melonjak. Namun jika gagal, hal tersebut akan berkontribusi pada kemerosotan prosentase approval rating sang presiden.
Di sisi lain, lawatan Kim ke Seoul mungkin akan semakin mempertajam citra buruk dirinya di publik Negeri Ginseng, dengan politisi dan publik konservatif Korsel menentang gagasan tersebut kecuali Korea Utara terlebih dulu meminta maaf karena memulai Perang Korea 1950-53.
Advertisement