Iran: Sanksi AS Buka Pintu Bagi Narkoba, Bom, dan Pembunuhan di Negara Barat

Presiden Iran menyebut bahwa sanksi AS terhadap Iran justru akan menghasilkan masuknya obat-obatan, pengungsi, bom dan pembunuhan di negara Barat.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 11 Des 2018, 09:30 WIB
Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara dalam pertemuan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Liputan6.com, Teheran - Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan pada 8 Desember 2018 bahwa sanksi ekonomi yang diterapkan Amerika Serikat terhadap Iran akan menghasilkan masuknya "obat-obatan, pengungsi dan bom dan pembunuhan" di negara Barat.

Berbicara di sebuah acara anti-terorisme di Teheran, Rouhani mengklaim bahwa "memboikot Iran merusak kemampuan kita untuk memerangi narkoba dan terorisme," ujarnya seperti dilansir Tasnim News Agency, dikutip dari The Hill, Selasa (11/12/2018).

"Dengan membuat Iran lemah melalui sanksi, banyak orang tidak akan aman. Mereka yang tidak percaya apa yang kami katakan, mereka lebih baik melihat peta," Rouhani menambahkan. 

Dia mengatakan Iran menghabiskan jutaan dolar setiap tahun untuk melawan perdagangan narkoba, "sebuah hasil yang menjamin kesehatan lebih banyak bagi orang-orang dari Eropa Timur ke Amerika Barat dan dari Afrika Utara ke Asia Barat." 

"Saya memperingatkan semua orang yang memboikot, bahwa jika kemampuan kami dalam memerangi narkoba dan terorisme di tempat asal mereka dirusak, Anda tidak akan dapat bertahan dari puing-puing narkoba, pengungsi dan bom serta pembunuhan," tambahnya. 

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump pada Agustus 2018 memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran yang telah dicabut sebagai bagian dari perjanjian nuklir yang dicapai di bawah pemerintahan Obama. Sanksi telah dicabut dengan imbalan pembatasan program nuklir Iran.

 

Simak video pilihan berikut:

 


Sanksi Terbaru AS pada Iran

Presiden Iran Hassan Rouhani saat menyampaikan pidato di hadapan Sidang Majelis Umum PBB (AFP)

Amerika Serikat, pada 5 November 2018, telah resmi menjatuhkan sanksi ekonomi keras yang menargetkan sektor perminyakan dan finansial Iran.

Sanksi itu bertautan dengan kebijakan AS untuk memberikan 'tekanan maksimum' kepada Iran, sebagai upaya agar negara di Timur Tengah tersebut berhenti mengembangkan senjata nuklir.

Hal itu dilatarbelakangi atas kritik Presiden AS Donald Trump terhadap pakta Kesepakatan Pembatasan Nuklir Iran (JCPOA) yang diteken oleh AS, Iran, dan negara-negara Eropa pada 2015.

Kesepakatan itu mewajibkan Iran untuk menghentikan aktivitas pengayaan uranium (enriched uranium) dan sebagai gantinya, AS dan Eropa mencabut sanksinya terhadap Negeri Para Mullah.

Namun, Trump menarik AS keluar dari JCPOA awal tahun ini, dengan beralasan bahwa kesepakatan itu tak lagi efektif menekan Iran untuk tak membuat nuklir. Ia juga menuduh bahwa Teheran melanggar JCPOA --yang dibantah oleh Iran. Selengkapnya di sini...

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya