Rusia Bantah Campur Tangan Soal Protes Kenaikan Pajak BBM di Prancis

Rusia membantah terlibat dalam protes kenaikan pajak BBM bernama yang telah mengguncang Prancis sejak empat pekan terakhir.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 11 Des 2018, 17:03 WIB
Bendera Rusia. (AFP/Kirill Kudryavtsev)

Liputan6.com, Moskow - Pemerintah Rusia, pada Senin 10 Desember 2018, membantah terlibat dalam protes kenaikan pajak bahan bakar minyak (BBM) bernama "rompi kuning atau gilets jaunes" yang telah mengguncang Prancis.

Bantahan itu muncul untuk menaggapi laporan lembaga analis media sosial yang menyebut bahwa media dan akun medsos yang pro-Rusia melancarkan pemberitaan dan amplifikasi informasi untuk mendorong kerusuhan massa gerakan gilets jaunes di Negeri Mode.

Juru bicara kantor pemerintah pusat Rusia (Kremlin), Dmitry Peskov, mengatakan kepada wartawan pada hari Senin bahwa Rusia "menganggap semua yang terjadi hanya urusan domestik Prancis," demikian seperti dikutip dari France24, Selasa (11/12/2018).

"Kami tidak ikut campur dan kami tidak berencana untuk ikut campur dalam urusan domestik negara manapun termasuk Prancis," katanya.

Laporan yang sebaliknya "hanyalah fitnah", tambahnya.

Sebelumnya, Prancis dikabarkan membuka penyelidikan atas kemungkinan campur tangan Rusia di balik aksi protes kenaikan pajak bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi di Negeri Mode.

Penyelidikan itu dilaksanakan setelah muncul laporan bahwa akun media sosial yang terkait dengan Moskow  semakin menargetkan aksi protes yang bernama gerakan 'rompi kuning' atau 'gilets jaunes' --merujuk pada rompi visibiltas tinggi berwarna kuning yang digunakan oleh para pendemo.

Menurut lembaga analis media sosial berbasis di Washington DC, Alliance for Securing Democracy, sekitar 600 akun Twitter yang dikenal kerap mempromosikan kepentingan Rusia, telah mulai memusatkan perhatiannya pada Prancis sambil meningkatkan penggunaan tagar #giletsjaunes. Situs dan akun media sosial yang diduga terafiliasi dengan Rusia itu juga dikabarkan telah mendorong laporan berita yang sulit terkonfirmasi tentang dukungan polisi Prancis terhadap gerakan gilets jaunes.

Demonstran membakar barang-barang saat kerusuhan menentang kenaikan harga bahan bakar di Paris, Prancis, Sabtu (24/11). Lebih dari 100.000 orang mengambil bagian dalam sekitar 1.600 aksi protes di seluruh Prancis. (AP Photo/Kamil Zihnioglu)

Alliance for Securing Democracy adalah unit dari German Marshall Fund Amerika Serikat, yang dibentuk untuk memantau Rusia sebagai salah satu tugasnya.

Merespons dugaan tersebut, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan bahwa "Investigasi sedang dilakukan", ujarnya dalam sebuah wawancara dengan RTL, seperti dilansir Bloomberg, Senin (10/12/2018).

"Saya tidak akan membuat banyak komentar sebelum penyelidikan itu membawa kesimpulan," tambahnya.

Bret Schafer dari Alliance for Securing Democracy menambahkan, akun Twitter --terafiliasi Rusia-- yang dipantau oleh mereka biasanya menampilkan berita AS atau Inggris. Namun protes Prancis "telah berada di atau dekat puncak" dari aktivitas mereka setidaknya selama seminggu terakhir.

Kelompok demonstran berjaket kuning memblokade banyak jalan di Prancis dalam aksi protes menentang kenaikan harga BBM, 17-18 November 2018 (AP/Michel Euler)

"Itu indikasi yang cukup kuat bahwa ada minat untuk memperkuat konflik bagi penonton di luar Prancis," kata Schafer.

"Mereka juga mencoba menimbulkan kecurigaan di pemerintahan Barat dan menunjukkan bahwa demokrasi liberal sedang menurun," tambahnya.

Kementerian Kehakiman AS juga telah menuduh Russian web brigades (kelompok bot dan peretas Rusia) yang terkenal mengganggu pemilu mid-term pada November 2018 dan pada 2016 pemilihan presiden dimenangkan oleh Donald Trump. Rusia membantah tuduhan itu.

Trump berada di pusaran penyelidikan tentang dugaan bahwa kampanye pilpres-nya pada 2016 berkonspirasi dengan Rusia untuk mempengaruhi pendukungnya.

 

Simak video pilihan berikut:


Media Negara Rusia

Demo kenaikan harga BBM di Prancis (17/11) (AP PHOTO)

Menurut Alliance for Securing Democracy, sebagian besar materi yang di-tweet berasal dari outlet media negara Rusia termasuk situs berita Sputnik, jaringan televisi RT, dan Ruptly --sebuah outlet berita video berbahasa Jerman yang dimiliki oleh RT. Masing-masing gerai itu tengah meliput gerakan gilets jaunes dari dekat selama beberapa pekan terakhir.

Sputnik dan RT telah melaporkan dalam beberapa hari terakhir bahwa sebagian besar polisi Perancis tidak lagi mendukung Macron dan berpihak pada para demonstran. Sumber mereka: perwakilan dari dua serikat polisi lokal yang bersama-sama memenangkan kurang dari 4 persen suara dalam pemilihan serikat buruh nasional bulan ini.

Sputnik dan RT juga telah menunjukkan video --yang dibagikan secara luas di media sosial Prancis-- bahwa polisi di kota barat daya Pau melepaskan helm mereka dalam apa yang digambarkan sebagai tanda solidaritas dengan para pemrotes. Polisi lokal dan wartawan media non-Rusia di tempat kejadian mengatakan uraian itu tidak benar.

Mereka mengatakan beberapa petugas telah secara singkat melepas helm mereka untuk berbicara dengan para demonstran sebelum mengenakan itu kembali.

Sebagai tanggapan atas permintaan komentar dari Bloomberg, Sputnik kemudian mengoreksi artikelnya tentang polisi di Pau menunjukkan solidaritas dengan para pengunjuk rasa. Sputnik mengatakan, laporan "belum didukung oleh bukti sejauh ini."

RT mengatakan artikelnya tentang keberpihakan polisi dengan pengunjuk rasa, dibenarkan berdasarkan komentar kepala kepolisian lokal dan itu telah dikutip oleh outlet berita lainnya.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengeluh berulang kali selama kampanye pilpres 2017-nya bahwa media yang dikontrol Rusia menyebarkan berita palsu tentang dia, karena dia mengambil sikap yang lebih keras terhadap Rusia daripada saingan utamanya, Marine Le Pen dari Natonal Front berhaluan kanan dan François Fillon dari Repubilc Party berhaluan konservatif.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya