Sri Mulyani: Tahun Politik, Orang Mudah Bilang Mau Bantu Rakyat Kecil

Menkeu, Sri Mulyani menuturkan, untuk membantu keinginan masyarakat kecil butuh program sangat detail.

oleh Merdeka.com diperbarui 11 Des 2018, 20:15 WIB
Menkeu Sri Mulyani (kiri) dan Menkominfo Rudiantara saat memberi keterangan terkait pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali, Senin (8/10). Hingga hari ini jumlah peserta yang mendaftar sudah mencapai 34 ribu orang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pada  tahun politik saat ini banyak pihak mengumbar janji akan membantu mensejahterakan masyarakat kecil. Padahal menurut dia, upaya membantu masyarakat kecil ini memerlukan program yang sangat detail. 

"Dalam musim politik selalu orang mudah mengatakan saya akan membantu masyarakat kecil. Tapi menterjemahkan membantu keinginan masyarakat kecil butuh program sangat detail," ujar dia di Dhanapala, Jakarta, Selasa (11/12/2018).

Pemerintah Jokowi-JK, kata Sri Mulyani, memiliki Program Keluarga Harapan (PKH) untuk membantu rakyat kecil. Tak tanggung-tanggung tahun depan, pemerintah menambah anggaran PKH sebanyak dua kali lipat. 

"Untuk 2019 anggaran PKH nya naik dua kali lipat dari kurang dari Rp 19 triliun menjadi Rp 38 triliun. Ini butuh data keluarga miskin by name by address. Kalau gunakan teknologi cashless, kita akan mengetahui uangnya dipakai untuk apa saja," ujar mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini.

Sri Mulyani menambahkan, pihaknya mendata dengan teliti penerima bantuan ini sehingga, program yang dicanangkan tepat sasaran. 

"Keluarga yang termasuk kelompok pendapatan terbawah memiliki kesempatan anak-anaknya dapat pendidikan dan kesehatan, sehingga kita bisa potong tali kemiskinan antar generasi," tutur dia.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 


Sri Mulyani Ungkap 4 Kunci Indonesia Keluar dari Perangkap Kelas Menengah

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat memberi keterangan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, ada empat hal kunci yang harus dilakukan agar Indonesia terlepas dari perangkap pendapatan menengah (middle income trap).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengakui, hingga saat ini, sangat sedikit negara yang bisa terlepas dari middle income trap. Negara-negara tersebut seperti Singapura, Taiwan, Hong Kong, Israel, Jepang, Korea Selatan. Bahkan di kawasan Eropa sekalipun, hanya sedikit negara yang bisa lepas dari jerat ini.

"Dari middle income trap, hanya dikit di dunia yang terhindar. Range-nya USD 5.000 per kapita hingga lebih dari USD 15 ribu per kapita. Amerika itu pendapatan per kapitanya USD 10 ribu-15 ribu, itu masih ada di middle income. Dan sudah lama di middle income terus," ujar dia di Nusa Dua, Bali, Jumat 7 Desember 2018.

Menurut Sri Mulyani, agar Indonesia bisa terbebas dari middle income trap, harus melakukan pembenahan terhadap empat hal ini. Pertama, perbaiki kualitas dan produktivitas sumber daya manusia (SDM)

"Manusia produktif. Kalau Presiden fokus ke SDM, pendidikan, kesehatan dan skill. Tidak hanya soal masalah anggaran tapi mslh programnya juga. Bagaimana kembangkan program pendidikan dan pelatihan sesuai kebutuhan dan bisa cetak masyarakat yang sehat dan produktif," kata dia.

Kedua, soal ketersediaan infrastruktur. Keberadaan infrastruktur ini penting guna mendorong kegiatan ekonomi di seluruh wilayah.

"Infrastruktur itu akan meningkatkan competitiveness dan produktifitas. Yang bisa keluar dari middle income ya yang bisa sediakan infrastruktur jangka panjang. Apalagi Indonesia ini kepulauan. Maka ini menjadi penting," ungkap dia.

Ketiga, perbaikan kualitas institusi dan cepatan birokrasi. Menurut Sri Mulyani, negara yang terlepas dari middle income trap memiliki birokrasi yang efisien dan efektif, seperti Singapura.

"Birokrasi, anti korupsi, efisiensi, kompetensi, ada di situ. Birokrat competen, efisien. Mereka itu selalu negara yang kualitas institusi public dan swastanya bagus. Indikatornya EODB, investment climate, competitiveness index, government index, reformasi birokrasi itu penting. Institusi judicial dan law enforcer. Mereka adequate payed, sehingga reliable," tutur dia.

Keempat, yaitu keterbukaan untuk memanfaatkan era globalisasi dan mempunyai daya saing yang tinggi.

"Policy-nya yang lewat middle income adalah yang terbuka dan mampu memanfaatkan globalisasi untuk mendorong competitiveness. Enggak ada negara tertutup yang bisa lewat keluar dari middle income. Yang terbuka itu yang disiplin," tandas Sri Mulyani.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya