Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan batas usia perkawinan pada Undang-Undang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau UU Perkawinan ini didugat oleh seorang korban pernikahan dini, Maryati dan dua orang lainnya yaitu Endang Wasrinah dan Rasminah dengan nomor perkara 22/PUU-XV/2017.
Dia mengajukan uji materi pada pasal 7 ayat (1) yang berbunyi "Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun,".
Advertisement
Pasal ini dinilai dapat mendorong praktik perkawinan anak terus terjadi. Saat mengajukan uji materi ini Maryati, tak ingin agar anak perempuan mereka menjadi korban pernikahan dini.
Para pemohon meminta agar MK mengabulkan permohonan mereka dengan menyatakan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan, sepanjang frasa "umur 16 tahun" bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dibaca "umur 19 tahun".
Pembacaan putusan batas usia perkawinan ini akan dilaksanakan pukul 09.00 WIB di Gedung Mahkamah Konstitusi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Marak Pernikahan Dini
Akhir tahun lalu, Kepala Dinas Pemberdayaan Anak Provinsi Sulawesi Tengah, Sitti Norma Mardjanu, mengungkapkan Sulteng berada di peringkat ketiga Perkawinan Anak Usia Dini terbanyak di Indonesia.
"Berdasarkan penelitian BKKBN tahun 2015, perkawinan anak di Sulteng, sudah mencapai 31,91 persen," katanya kepada Liputan6.com saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat, 22 Desember 2017.
Ia menerangkan, data Susenas 2015, rata-rata anak berusia 15-19 tahun berstatus kawin dan pernah kawin. Persentase terbesar terdapat di Kabupaten Banggai Laut sebesar 15,83 persen.
Berikutnya, Kabupaten Banggai Kepulauan 15,73 persen, Kabupaten Sigi 13,77 persen. Lalu, Kabupaten Tojo Una-una 12,84 persen, dan Kota Palu 6,90 persen.
"Kalau data BPS (Badan Pusat Statistik) Sulteng tahun 2016, penyumbang tertinggi angka perkawinan anak usia dini di Sulawesi Tengah adalah Kabupaten Tojo Una-una sebesar 23 persen dan Parigi Montong sebesar 22 persen," ucapnya.
Ia juga mengungkapkan, anak berumur 15-19 tahun di Sulteng yang kawin dan pernah kawin jauh lebih tinggi di pedesaan sebesar 7,99 persen dibanding perkotaan yang hanya 3,09 persen.
"Kami telah mendeklarasikan Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak di Halaman Kantor Gubernur Sulteng pada 15 Desember 2017 lalu," tuturnya.
Advertisement