Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas bumi (SKK Migas) mencatat produksi siap jual (lifting) migas mencapai 1,91 juta Barel Oil Equivalent per Day (BOEPD) hingga November 2018.
Kepala divisi program dan komunikasi SKK Migas, Wisnu Prabawa Taher mengatakan, lifting minyak bumi 762 ribu barel per hari, dan gas bumi 1.143 juta barel setara minyak (Barel Oil Equivalent Per Day/BOEPD) hingga November 2018. Jadi total lifting migas mencapai 1,91 juta BOEPD.
Produksi minyak November 2018 masih di bawah target yang ditetapkan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 800 ribu bph. Sedangkan target produksi gas sebesar 1,2 juta BOEPD.
Baca Juga
Advertisement
"Capaian tersebut mencapai 95 persen dari APBN 2018, dan hingga akhir tahun kami tetap upayakan produksi bisa lebih maksimal," kata Wisnu, di Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Menurut Wisnu, kondisi produksi migas tersebut dipengaruhi oleh kinerja sumur baru yang belum sesuai rencana. Penurunan dari sumur migas aktif yang semakin besar dan ada beberapa kendala operasi.
"Kemudian ada beberapa program pengembangan yang mundur ke tahun 2019," tambah Wisnu.
Dalam rangka mengembangkan lapangan hulu migas dan menjaga optimasi produksi, telah di lakukan pemboran pengembangan 251 sumur dari target 289, dan program kerja ulang (workover) 554 sumur dari target 636 sumur.
"Secara berkelanjut kami tetap mengupayakan pencapaian bisa maksimal," tutur dia.
Anggaran Terbatas, Kementerian ESDM Cari Cara Tingkatkan Kandungan Migas
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencari solusi untuk mengatasi keterbatasan anggaran dalam upaya pencarian lebih banyak sumber minyak dan gas bumi (migas).
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudi Suhendar mengatakan, kegiatan pencarian sumber migas baru melalui studi seismik masih sangat minim dilakukan. Hal tersebut karena keterbatasan anggaran yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Seismik ini kita agak tersendat berhubung seismik ini enggak murah. Sedangkan kita terkendala dengan anggaran yang terbatas dengan APBN," kata dia saat menghadiri Kolokium Pusat Survei Geologi, di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Menurut Rudi, pihaknya sedang mencari solusi untuk mengatasi keterbatasan anggaran pencarian sumber migas baru. Salah satu pilihan bekerjasama dengan perusahaan migas atau Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) dalam melakukan studi bersama wilayah yang berpotensi memiliki kandungan migas.
"Melaksanakan seismsik ini, mungkin kita akan kerjasama dengan KKKS dan SKK Migas, untuk menggunakan anggaran pola pola anggaran lain, enggak pakai pagu Kementerian ESDM," tutur dia.
Rudi mengakui, kebutuhan anggaran untuk melakukan pencarian kandungan migas cukup besar. Tahun ini biaya yang dihabiskan mencapai Rp 96 miliar untuk melakukan studi seismik pada dua lokasi potensial yaitu Selat Bangka dan Singkawang.
"Ini untuk dua lokasi, Rp 96 miliar,hanya dua lokasi 2018 di Selat Bangka dan Singkawang," tandasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement