Tutur Santun Abah Ayip Muh Sebarkan Kesejukan Islam di Cirebon

Semasa hidupnya dia menolak dipanggil Habib. Padahal, Ayip Muh masih keturunan para habib besar di Arab Saudi.

oleh Panji Prayitno diperbarui 14 Des 2018, 00:03 WIB
Salah seorang santri Pondok Pesantren Jagasatru Kota Cirebon memegang foto mendiang Ayip Muh. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Bersahaja, dekat dengan seluruh lapisan masyarakat hingga pejabat merupakan sifat dan karakter salah satu tokoh ulama besar Cirebon Ayip Muh semasa hidupnya.

Ulama yang memiliki nama lengkap Muhammad Yahya itu wafat 26 Desember 2006 silam. Namun, nama dan kiprahnya dalam berdakwah hingga kini tak pernah dilupakan.

Sosok Ayip Muh selalu dirindukan, apalagi di tengah kondisi sosial masyarakat yang rentan terjadi perpecahan.

Semasa hidupnya, Ayip Muh merupakan salah satu ulama yang memiliki posisi penting dalam menjaga keberagaman di Cirebon. Terlihat dari setiap ceramahnya di hadapan masyarakat yang santun tanpa menyakiti perasaan orang lain.

"Kalau ceramah lebih banyak menyampaikan kebersamaan meningkatkan ukhuwah Islamiyah menghapus ego demi kepentingan bersama," kata Abdul Hamid keponakan Ayip Muh, Kamis, 13 Desember 2018.

Dia mengatakan, selain menjadi pengasuh Pondok Pesantren Jagasatru Cirebon, Ayip Muh banyak berinteraksi dengan masyarakat luar. Dia mengaku, Ayip Muh memiliki keistimewaan dalam berdakwah.

Dia mengatakan, sosok Ayip Muh selalu tenang setiap kali berdakwah. Materi dakwah yang dibawakannya menyentuh langsung ke persoalan sosial masyarakat sehari-hari.

"Jadi kalau audiensnya kebanyakan petani yang dibahas tidak jauh dari pertanian termasuk ketika berdakwah di kalangan pejabat ya menyesuaikan. Tidak berapi-api apalagi provokatif," kata dia.

Dia mengatakan, Ayip Muh selalu mengajak umat Muslim untuk menjaga ukhuwah dalam menghadapi kondisi sosial dan politik. Ketika ingin menyampaikan saran dan kritik terhadap kebijakan pemerintah Kota Cirebon, Ayip Muh selalu mengajak berbincang ringan kepada pejabat tersebut.

"Kalau negur halus sekali bahkan sampai orang yang ditegur seperti tidak merasa sedang ditegur," ujar dia.

Dia mengatakan, Ayip Muh tak pernah menyampaikan keluhan, kritik, kekurangan hingga mencela orang lain di hadapan umum. Apalagi menyebutkan nama dengan konotasi buruk.

"Beliau punya data akurat jadi tidak asal katanya saja. Kemudian datang ke rumahnya, ngobrol santai tidak ditegur apalagi menjelekkan di muka umum," ujar dia.

Dia mengatakan, kedekatan Ayip Muh dengan masyarakat tidak pandang bulu. Ayip Muh juga dekat dengan warga nonmuslim.

Bahkan, sejumlah kegiatan yang digelar warga nonmuslim dihadirinya. Ayip Muh dikenal sosok yang terbuka dalam melayani masyarakat.

Sosok Ayip Muh dikenal tak pernah pilih kasih setiap melayani tamu yang datang. Bahkan, menurut Abdul Hamid, sosok Ayip Muh tak mengenal waktu melayani orang.

"Selama ada di rumah dalam kondisi sehat, tamu pasti diterima dengan senang hati. Termasuk sama nonmuslim dekat bahkan beliau selalu jadi konsultan," kata dia.


Santun dan Moderat

Ayip Muh juga merupakan pengasuh Pondok Pesantren Jagasatru Kota Cirebon semasa hidupnya. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Selain dekat dengan masyarakat, sosok Ayip Muh dikenal bijak di internal keluarganya. Hasanain, anak ke 9 Ayip Muh mengatakan, sang ayah dikenal moderat dan demokratis memimpin keluarga.

"Setiap kali berkumpul abah selalu tanya kalau besar mau jadi apa, mau sekolah di mana nanti dibiayai," kata Hasanain.

Hasanain yang kini menjadi penerus sang ayah mengaku bahwa Ayip Muh memiliki ciri khas dalam berdakwah. Sang ayah selalu menggunakan bahasa yang mudah dipahami seluruh kalangan masyarakat.

"Bahasa yang digunakan cenderung bukan seperti bahasa intelek ya tapi kalau setiap kali diucapkan langsung mengena di hati," sambung Hasanain.

Sang ayah juga selalu mengambil contoh kehidupan sehari-hari masyarakat. Ceramah dan setiap perkataan yang disampaikan Ayip Muh selalu menyentuh hati nurani masyarakat.

"Yang saya pelajari dari Abah itu ketika ucapan yang kita keluarkan murni dari hati pasti langsung masuk ke hati, dan itu yang bikin orang susah melupakannya," ujar dia.

Hasanain yang kini menjadi pengganti Ayip Muh mengelola pesantren dan jemaah tersebut selalu ingat pesan penting dari sang ayah. Dua pesan penting yang harus dijalankan sebelum ceramah atau mengaji.

Pertama selalu mengisi perut agar tidak kosong setiap ingin berangkat mengaji atau ceramah.

"Pesan kedua yang tidak kalah penting agar selalu menasihati diri sendiri ketika berbicara di hadapan orang. Jadi kalau kita marah terhadap sesuatu, kita juga harus marah pada diri sendiri," ujar dia.

Dia mengungkapkan semasa hidupnya sang ayah menolak dipanggil Habib. Padahal, Ayip Muh sendiri masih keturunan para habib besar di Arab Saudi.

Hasanain mengaku sang ayah lebih nyaman dipanggil Ayip Muh. Tidak sedikit orang memanggilnya Kang Ayip Muh.

"Di Cirebon istilah habib itu baru loh dan Ayip itu berasal dari kata Syarif atau garis miring Habib jadi sama saja secara umum," jelas dia.

Namun demikian, dia mengaku keinginannya dipanggil Ayip hanya karena ingin dekat dengan siapa pun. Sang ayah mengaku tidak menginginkan adanya jarak dengan masyarakat.

"Di masa abah juga banyak ulama yang keras dan tiap zaman itu ada, tinggal kitanya saja mengambil dari sisi mana sekiranya berguna baik positif dan selalu diingat masyarakat," ujar dia.

Saksikan video pilihan berikut ini: 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya